Part 7 ~ Luka

142 22 2
                                    

Meski harus terluka, karena semuanya butuh pengorbanan

***

Valerie bangun dipagi hari dengan wajah bete karena mendengar ponselnya berdering terus menerus. Hampir saja gadis itu melempar ponselnya jika ia tak melihat nama si penelepon.

Alka.

Langsung saja gadis itu bangun dari baringannya dan duduk diatas kasur sambil menerima panggilan Alka.

"Hmm." Ucap gadis itu. Alka yang mendengar suara gadis itu seperti orang yang baru bangun tidur langsung terkekeh diseberang sana.

"Baru bangun lo?" Valerie menguap sebentar sebelum menjawab iya kepada Alka.

"Sorry kalo gue ganggu. Gue cuma mau minta id line lo. Siapa tau ada butuh gitu." Ucap Alka. Valerie mengernyit sebentar.

"Yaudah. Ntar gue sms. I have to do something now! Bye!" Valerie lalu memutuskan panggilan tersebut secara sepihak dan mengirimkan id line nya pada Alka via sms. Tidak lama dilihatnya akun line Alka meng-invitenya bergabung di salah satu grup.

Valerie menerima undangan grup tersebut dan terlihatlah anggota dari grup tersebut. Valerie melihat ada nama Reno. Itu berarti bergabung dalam grup ini akan memudahkannya dalam mengetahui kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan Reno.

Valerie berjalan kearah kamar mandi berniat untuk melakukan mandi rutinnya dipagi hari. Masih sambil membalas chat dari yang lain dengan asal-asalan, Valerie mengambil pakaian yang akan dipakainya. Valerie meletakkan ponselnya di meja rias lalu berjalan kekamar mandi dan memulai aktivitas mandinya.

Tidak lama kemudian Valerie sudah siap dengan kaos putih polos  dipadupadankan dengan jaket berwarna biru gelap tanpa lengan dan jeans dengan warna senada. Rambut Valerie hanya di ikat menyamping membuatnya terlihat manis. Diambilnya tas selempang putih kecil dan ditaruhnya di bahu kanannya. Tak lupa Valerie mengambil kacamatanya yang sama sekali tidak minus.

Valerie berjalan keluar dari apartemennya dan menyetop taksi. Tak lama kemuadian taksi itu sudah melaju membelah padatnya kota Jakarta.

Valerie turun dari taksi ketika taksi sudah sampai pada tujuan. Dengan langkah ringan Valerie masuk ke salah satu toko bunga. Harumnya bunga langsung menyerbu masuk ke indra penciuman Valerie membuatnya tersenyum kecil.

"Valerie, sudah lama kau tak berkunjung." Ucap seseorang dari arah belakang Valerie. Valerie berbalik dan mendapati seseorang seumuran Ms. Amel sedang tersemyum kearahnya.

"Aku tak ada waktu, Bibi." Balas Valerie sambil melangkah mendekati wanita itu dan memeluknya sebentar. Wanita itu bernama Melinda. Valerie biasa memanggilnya Bibi Melin.

"Kau pasti ingin membeli bunga lily, kan?" Tanya Melin. Valerie tersenyum lebar karena Melin sudah tahu betul kebiasaan gadis itu.

Melin lalu pergi ke belakang mejanya dan mulai merangkaikan bunga lili putih untuk Valerie sementara Valerie berkeliling menatap bunga-bunga yang lain. Tidak lama Melin menghampiri Valerie sambil membawa sebuket bunga lili yang sudah disusun sedemikian rupa hingga bunga itu terlihat sangat indah.

"Ini ambillah. Tak perlu membayarnya." Ucap Melin membuat Valerie mengerutkan kening lalu menggeleng.

"Tidak Bibi Melin, Ini usahamu dan tentu saja aku harus membayarnya." Melin menggeleng tegas membuat Valerie hanya bisa pasrah sambil mengucapkan terima kasih.

Valerie berjalan keluar dari toko bunga sambil menggendong sebuket bunga lili. Orang-orang disekitar Valerie memandang gadis itu dengan pandangan takjub. Bunga dan pemiliknya sama-sama indah. Walaupun Valerie sedang menyamar menjadi seorang Nerd, kecantikan alaminya tetap menguar. Apalagi dengan pakaian kasual yang dipakainya.

Valerie berjalan menyusuri trotoar dengan langkah ringan. Dia berniat mengunjungi rumah orang tuanya yang telah lama tak ditempati. Valerie memutuskan untuk tinggal di Apartemen karena dia pasti akan merasa kesepian dirumah sebesar itu.

Mata Valerie tertuju ke seseorang yang sedang menyebrang jalan. Dengan berlari-lari kecil Valerie berusaha mendekat kearah orang itu. Orang itu adalah Reno. Reno berbalik seakan mencari sesuatu. Valerie yang melihat Reno berjalan ketengah jalan mengerutkan kening lalu berlari cepat saat dilihatnya mobil berwarna hitam melaju cepat kearah Reno.

Valerie melihat Reno yang terlihat tegang. Sambil merapal doa Valerie berlari semakin cepat dan saat sudah sampai didekat Reno, Valerie menariknya dengan tangan kanan dan mendorongnya ke trotoar sambil ikut melompat agar dirinya tak tertabrak. Layaknya tayangan lambat, tangan kiri Valerie serasa tergores benda tajam. Dengan cepat Valerie menoleh ke jendela mobil tersebut dan melihat pisau kecil yang mengilap. Setelah itu Valerie dan Reno terlempar kearah trotoar jalan dengan Reno yang berada dibawah. Sebelum jatuh, Valerie mengantisipasi adanya benturan antara aspal dan kepala Reno hingga dia dengan cepat menelusupkan tangan kirinya kebelakang kepala Reno. Akibatnya tangan Valerie yang tergores. Dan parahnya lagi, tangan yang tergores itu adalah tangan yang digores pisau tadi.

Valerie membuka matanya dan melihat Reno menatapnya dengan mata membulat.

"Lo nggak pa-pa?" Tanya Valerie dengan mata fokus ke wajah Reno. Posisinya yang tepat berada di atas Reno membuatnya semakin dapat mengamati mata indah dan wajah tampan itu.

Tak mendapat jawaban, Valerie berusaha bangkit dengan kedua tangannya namun karena tangan kirinya yang terasa nyeri membuatnya kembali menindih Reno. Tanpa sadar Valerie mengeluarkan ringisan kecil membuat Reno menatapnya bingung.

"Lo kenapa?" Valerie menggeleng lalu mencoba bangkit hanya dengan tangan kanannya. Valerie dengan cepat menyembunyikan tangan kirinya kebelakang punggungnya. Reno yang melihat Valerie menyembunyikan tangannya langsung menarik tangan Valerie yang luka. Tarikan itu membuat Valerie mengeluarkan ringisan kecil.

"Lo luka? Gimana bisa?" Tanya Reno sambil membolak-balik tangan Valerie.

Teman-teman Reno yang lain sampai didekat mereka. Alka yang melihat tangan Valerie terluka langsung berubah cemas.

"Val, lo luka!" Ucapnya membuat Valerie menarik tangannya dari Reno.

"Ini bukan masalah." Tentu saja itu bohong. Darah dari luka sabetan pisau itu masih mengucur dengan derasnya. Ditambah luka di punggung tangannya yang kini dipenuhi pasir. Tapi bagi Valerie ini memang bukan masalah besar. Dia sudah sering berurusan dengan yang namanya darah dan luka. Jadi dua hal tersebut bagi Valerie adalah hal biasa.

"Apanya yang bukan masalah? Luka lo lebar banget kayak disabet pisau. Luka lo itu deket banget sama nadi lo." Ucap Alka khawatir. "Dan kalo nggak diobatin, luka lo bisa infeksi."

"Gue bakal obatin tapi ntar aja. Gue obatin dirumah aja." Ucap Valerie. Reno mendengus mendengar perkataan Valerie yang keras kepala.

"Lo kenapa bisa ada disini sih? Kenapa harus nolongin gue?" Ucapnya. Bukannya Reno tak tahu terima kasih tapi dia merasa tak enak dengan gadis ini. Dua kali sudah dia diselamatkan gadis ini.

Rasanya ingin sekali Valerie berucap 'Karena ini tugas gue.' Tapi yang keluar malah "Lebih baik luka kecil ini dari pada lo harus terbaring koma di RS." ucap Valerie meyakinkan. "Lagian gue tadi beli bunga terus ngeliat lo. Gak sengaja gue ngeliat mobil ngebut kearah lo. Refleks gue langsung lari kearah lo. Jadi itu namanya gerak Refleks."

Reno dan yang lainnya menghela nafas. Tiba-tiba Reno menggenggam tangan kanan Valerie yang tidak terluka. "Ikut gue kerumah sakit!"

Valerie ditarik oleh Reno kearah parkiran Cafe. Valerie berusaha memberontak namun darah yang terus-terusan mengalir membuatnya lemas. Akhirnya tanpa perlawanan gadis itu mengikuti langkah besar Reno.

----------

See you next chapter

~
Tsarwa Vania
[7-7-2017]

Für SieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang