Pukul dua pagi saat Yoongi mendengar suara mobil berderu memasuki pekarangan rumahnya. Ia menghela napas, menumpuk kertas-kertas lirik lagunya menjadi satu dan mematikan macnya, kemudian meraih remot televisi flatnya yang sendari tadi sama sekali tidak ia hiraukan. Ia beranjak berdiri, berjalan ke arah pintu masuk dan hendak membukanya saat pintu di hadapannya itu lebih dulu terdorong dari luar.
"Astaga, kau mengagetkanku." Gerutunya. Ia memutar bola matanya kesal saat pemuda itu hanya mengerling dan terkekeh jenaka.
"Menungguku?"
Yoongi mengangguk sekilas. Meraih jas putih milik pemuda itu yang kemudian ia sampirkan di armrest sofa. "Mana bisa aku tidur tanpa kau."
"Wow," Pemuda itu, Park Jimin, membulatkan kedua matanya, memandangnya separuh menggoda. "Min Yoongi mode cheesy untuk malam ini?"
"Sialan." Yoongi menggerutu. Berjalan ke dapur untuk mengambil segelas air putih untuk Jimin. Ia mengulurkan gelasnya sambil bersungut-sungut, kedua alisnya menukik kesal. "Aku hanya berbicara fakta, oke? Jangan buat aku menyesal menunggumu semalam ini."
"Kemarin Min Yoongi dalam mode naughty," Kedua alis Jimin terangkat naik. "Kau mengenakan celana super pendek dan kemeja kebesaran milikku, juga bertingkah aneh dengan berguling-guling di atas ranjang kita. Apa-apaan, itu malam yang sulit bagi pemuda berkebutuhan biologis tinggi sepertiku asal kau tahu." Jeda sebentar saat keningnya kembali mengerut lucu. "Lalu kemarinnya lagi, Min Yoongi mode galak karena aku yang tidak sengaja menumpahkan gelas cokelat panasmu. Lalu kemarinnya lagi--"
"Diam." Ujar Yoongi sambil menginjak ujung jemari kaki Jimin. Kedua bola matanya membola menandakan tak ingin dibantah.
Jimin tertawa. Menerima uluran gelasnya, "Sebenarnya aku lebih suka dengan segelas minuman dingin. Kau tahu, membedah tubuh seseorang sampai malam itu menyebalkan." Gerutunya. "Hidupku yang monoton, penuh darah setiap hari."
Yoongi berdecak. Duduk di samping Jimin dan membantu pemuda itu melepaskan kaitan dasinya. "Pekerjaanmu bukan sesuatu yang harus disesali, Jimin." Ia menyampirkan dasi yang sudah terlepas di atas sofa. Kemudian kembali berbalik menatap kekasihnya. "Kupikir itu sesuatu yang harus dibanggakan, well, menyelamatkan satu nyawa untuk kebahagiaan seluruh orang terdekatnya. Itu pekerjaan mulia."
"Kupikir dulu menjadi seorang dokter adalah pekerjaan yang menyenangkan." Jimin mengerjap, ia menguap sekilas. "Seperti, yeah, menyelamatkan nyawa orang lain, memberikan harapan hidup untuk orang lain? Tapi itu melelahkan, pulang nyaris pagi dan berangkat pukul tujuh pagi setiap harinya. Aku kehilangan banyak waktu privasi denganmu, hyung."
"Lalu apa?" Sahut Yoongi malas, mengetuk kening kekasihnya main-main. "Berhenti menjadi dokter dan menjadi pengangguran di rumah untuk kuciumi setiap hari?"
Kedua mata Jimin yang berbinar membuat Yoongi menepuk kepala kekasihnya kesal. "Kau gila? Lebih baik aku mencari diplomat tampan dan kaya daripada memelihara pengangguran sepertimu di rumah, bodoh!"
"'Kay-'kay," Jimin tertawa, menggoda Yoongi benar-benar menyenangkan dengan segala sifat kekasihnya yang mudah meledak-ledak, Ia mengangkat kedua tangannya menyerah. Sudut bibirnya terangkat naik. "Tapi aku punya win-win solution untuk kita, hyung."
Yoongi mengerutkan keningnya. "Apa?"
Jimin mengukir senyum manis. "Bagaimana dengan satu ronde setiap pulang kerj--"
Buk!
"Aw!"
Jimin tiba-tiba memekik kesakitan saat remote televisi melayang ke kepalanya, "Hyung! Kenapa memukulku!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Peach and Cream 》 pjm+myg
Fanfiction[BAHASA] All about MinYoon daily life (Jimin as seme and Yoongi as uke) with different tittle and story. [I warn you before, it's bxb love stories!]