Para siswa SMPN 01 Banyumas kembali merasakan keresahan. Selepas dari kegiatan camping, kami dijejali kegiatan UAS,pengayaan,dan tryout.
❤❤
"Lu kapan UAS,dek?", tanya Mba Okta. "Besok senin. Doain ya mba", jawabku tetap memperhatikan TV. "Iya pasti. Belajar! Jangan pacaran mulu. Jangan main Hp mulu. Jangan nonton tv mulu", Mba Okta menjitak kepalaku dan menaiki tangga untuk masuk ke kamar.
Wait. Gegara Mba Okta ngomong 'jangan pacaran mulu', kini aku memikirkan Alex, yaa.. Masih ku anggap dia sebagai pacar. Terakhir kita berjumpa yaitu pada kegiatan camping malam saat renungan. Dia menuju tendaku dan .. Mencium keningku.
Aku segera menepis bayangan Alex saat kejadian itu. Dirinya tak kunjung menghubungiku. Meng-PING!!! pun tidak sama sekali. Aku ingin memulai chat namun timbul rasa gengsi. Akhirnya aku memutuskan untuk pergi belajar menghadapi UAS besok.
❤❤
OKTA POV
Merdunya suara kertas telah terdengar. Aku yang sedari tadi hanya memandangi foto Diar diponselku mengalihkan pandangan pada Ivona, adikku yang mendadak rajin. Aku tahu, dirinya aku menghadapi UAS esok hari. Ivona duduk di bangku belajarnya. Aku tidak mengucapkan sepatah katapun padanya karena tak mau mengganggu konsentrasi adikku ini.
Dibalik konsentrasi Ivona, diam-diam dia memandangi ponselnya sekilas membuat benakku bertanya, apakah dia sedang menunggu seseorang untuk menghubunginya? Saking keponya, akhirnya aku memberanikan diri untuk mengucap pertanyaan itu.
"Mandangin ponsel mulu. Nungguin chat dari Alex?", tanyaku memandang punggungnya. "Engga kok. Liat aja. Gue lagi belajar. Nih buku. Nih bolpen", kata Ivona menunjukkan buku dan bolpennya kepadaku.
"Sudahlah,Ivona. Jangan nipu gue. Lu kira ponsel yang lu sembunyiin di laci itu kagak keliatan hah?", aku menggelengkan kepala melihat adikku yang tetap mengelak.
"Apaan sih mba. Lu salah liat. Jangan sok tahu deh", kata Ivona TETAP MENGELAK. "Terserah apa katalu dah. Gue sih cuma bilang, belajar yang bener. Banggain ayah ibu. Masalah Alex bisa dipikirkan (lagi) setelah UAS. Sebaiknya sih tidak usah dipikirkan lagi!", aku mencoba menasihati adikku ini namun hasilnya tetap sama. Dia tetap memadangi ponselnya, parahnya kini ia beranjak naik ke atas ranjang dan membawa ponselnya tak peduli kertas-kertas di meja belajar berserakan tak pantas dipandang.
"Udah belajarnya?", tanyaku sambil memperhatikan Ivona menaiki ranjang. Dia hanya terdiam. Matanya menatap serius ke layar ponsel. Saking seriusnya, dia tak menggubris pertanyaanku. Aku berdecak kesal.
"Ivona. Denger mba ngga sih?", aku mulai mengeluarkan nada tinggi tanda kesabaranku mulai hilang. "Apa sih mba berisik banget. Lu kira gue budek?", jawab Ivona, sangat menyebalkan. "Iya lu budek (banget)! Dunia lo itu bukan sekedar ponsel Von.", aku menatapnya serius. Kali ini dia juga menatapku, serius.
"Emang tadi lu nanya apa sih mba? Suer gue ngga denger.", jawabnya sambil memasukkan ponsel dalam saku celana. "Itu karena lo terlalu sibuk sama dunia lo! Enggak ah. Gue ga jadi nanya. Gue harap sih lo enggak lupain perkataan gue pas kita lagi nonton TV dibawah", jawabku.
Emosiku tak dapat mereda karena perilaku adikku ini. Jika ibu mendapati Ivona yang berperilaku seperti ini, pasti beliau akan marah dan tak segan untuk menyita iphonenya.
Aku memutuskan untuk tidur karena sudah malam. Aku tak mempedulikan kegiatan apa yang akan dilakukan Ivona setelah aku tertidur. Mungkin tetap sibuk dengan ponselnya? Mungkin juga ia turun kebawah untuk menonton Tv sambil memakan camilan? Atau membaca novel horrornya? Bisa jadi malah menonton drama korea? Berbagai pertanyaan memenuhi pikiranku. Aku takut jika Ivona tak mendapat nilai yang memuaskan dalam laporan hasil belajar. Ku harap setelah diriku beranjak ke alam mimpi, Ivona kembali ke meja belajarnya dan berkonsentrasi penuh tanpa ponsel.
❤❤
IVONA POV
Bangun tidur, tidur lagi
Bangun lagi, tidur lagi
Banguuunn.. Tidur lagiAlarm ponselku berbunyi. Aku segera beranjak dari meja belajar. Tak terasa tadi malam saat mempelajari Hukum Medel, aku ketiduran di sini. Mejaku tentu dipenuhi oleh kertas-kertas berjuta ilmu. Bahkan aku masih mengingat kemarahan Mba Okta tadi malam. Kini dirinya sudah tidak berada dalam kamar. Mungkin sudah turun. Entahlah akupun tidak tahu.
Ku selempangkan handuk di pundakku dan mulai memasuki kamar mandi yang berada dalam kamar.
❤❤
Aku menuruni tangga untuk pergi sarapan bersama keluarga seperti biasanya. Kulihat dari atas, sudah ada Mba Okta duduk disamping ibu yang sudah tidak memakai kursi roda. Hatiku gembira akan hal itu, namun satu hal yang aku takutkan yaitu Mba Okta akan menceritakan kejadian semalam mengenai aku yang tak konsentrasi belajar, pada ibu. Namun perkiraanku salah. Saat aku turun, ibu menyambutku biasa saja. Tak terlihat raut kekesalan sama sekali. Mungkin Mba Okta tidak menceritakan kejadian semalam? Atau mungkin menceritakan, namun dia menyuruh ibu untuk tidak menanyakan hal itu kepadaku? Ah entahlah.
Kini yang dapat terucap dihatiku adalah 'entah, entah, entah, dan entah' Atau kadang 'entahlah'.
Selesai sarapan. Aku berpamitan kepada ayah dan ibu. Aku bingung apakah harus berpamitan kepada Mba Okta? Aku takut dirinya masih kesal padaku.
Lamunanku buyar ketika Mba Okta tiba-tiba mengambil kunci motor di laci. "Ayok kuantar", ajak Mba Okta, senyuman manisnya menghiasi wajah natural tanpa makeup itu.
Aku kebingungan atas tingkah laku Mba Okta. Mungkin dia sudah tidak marah? Aku hanya mengangguk saja kemudian menuju teras rumah.
Tanpa disuruh oleh Mba Okta, aku segera menaiki scoopy dan duduk di jok penumpang.
Selama perjalanan. Kami perang dingin. Hal itu membuatku yakin jika Mba Okta masih kesal padaku. Aku mencoba untuk mengawali pembicaraan.
"Maaf..", kataku lirih. Aku tak peduli apakah Mba Okta mendengarku atau tidak. "Untuk?", jawab Mba Okta tak kalah lirihnya. Ternyata Mba Okta mendengar ucapanku.
"Untuk kejadian semalam. Gue janji deh mba ngga akan ngacangin omongan lo lagi", aku berusaha meyakinkan Mba Okta. "Iya gue maafin. Btw semalem gue cuma akting kok. Jangan baper", jawab Mba Okta.
What? Akting kata dia?
Motor scoopy berhenti tepat di depan gerbang. Aku menuruni motor dan tersenyum pada Mba Okta. Dia membalas senyumku.
"Fokus UAS. Jangan pikirin Alex mulu.", bisik Mba Okta tepat di telingaku. Aku mengangguk kemudian memasuki gerbang karena sebentar lagi ujian akan dimulai.
BERSAMBUNG.
Jangan lupa vote 🌠🌠
Salam, 🙏
KAMU SEDANG MEMBACA
My Junior High School Story
JugendliteraturThis Monday!. Kringg... Alarm doraemonku berdering menandakan pukul 5. Aku segera bangun dari tempat tidur menuju kamar mandi untuk berwudhu karena sekarang sudah waktunya shalat subuh. Namaku 'Ivona Zahrah' . Hari ini adalah hari pertamaku menjadi...