Author's POV
Ternyata Niall terkena demam selama seminggu lebih, ini semua murni karena ia kelelahan, bahkan tekanan darahnya juga sempat turun. Di samping itu, Niall berjanji dalam hatinya, jika ia sembuh, ia akan memberanikan diri untuk menyatakan perasaannya kepada Tay, sahabat terbaiknya. Untung hari ini Niall sudah dibolehkan pulang dari rumah sakit. Ia sempat dirawat di rumah sakit karena kondisinya memburuk.
Bahkan Niall akan langsung melamar Tay. Walau sebenarnya ia tak yakin akan diterima Tay apa tidak, setidaknya ia telah mencoba, menurutnya.
Tay baru saja mengirimi Niall sebuah pesan singkat, ia akan ke rumah Niall, setelah tahu Niall sudah pulang dari rumah sakit. Ia sangat merindukan Niall. Selama di rumah sakit, Tay selalu mendapati Niall yang terbaring lemah dan memejamkan mata, ia tak tega untuk membangunkan Niall kala itu.
TOK TOK TOK!
Tay mengetuk pintu, "Niall?"
"Iya, masuk." Niall membukakan pintu rumahnya, sebelum itu ia sedang duduk di sofa menunggu kehadiran Tay.
"Kau sudah sembuh, Ni?" Tanya Tay cemas, ia meletakkan buah-buahan di atas meja ruang tamu.
"Mengapa kau bawa buah-buahan? Kan aku bilang di SMS kalau aku sudah pulih, itu mengapa aku dibolehkan pulang, ya walau tekanan darahku belum stabil sih," balas Niall santai.
"Syukurlah kau sudah sembuh. Aku bawa buah-buahan karena ... Hmm, aku bawa buah-buahan setiap aku menjengukmu. Aku sebenarnya setiap hari menjengukmu, hanya saja kau selalu tidur saat kujenguk."
"Mengapa tidak membangunkan?"
"Astaga, Niall. Aku tak seburuk itu, aku tak tega membangunkanmu kala itu, kau sangat lelah dan sakit, sekedar bisa melihatmu saja aku sudah senang. Aku rindu sekali denganmu," Tay menundukkan kepalanya.
"Kau pikir aku tidak rindu? Aku lebih rindu denganmu, daripada kau. Oh ya, jangan-jangan kau yang menaruh tulisan 'get well soon' dan beberapa tangkai bunga di meja kamar rumah sakitku setiap hari?"
"Iya," wajah Tay tersipu karena Niall akhirnya mengetahui hal itu.
"Maaf ya jika aku malah menyampah," sambung Tay merasa tidak enak.
"Tentu tidak, Tay. Berkat doamu juga akhirnya aku benar-benar sembuh. Omong-omong, itu sangat manis, Tay." Niall tersenyum manis pada Tay dan sekaligus akhirnya mereka berdua duduk di sofa.
"By the way, Ni. Maafkan waktu itu aku menolakmu berlibur ya," mohon Tay memasang wajah sedih yang tidak dibuat-buat.
"Tak apa, Tay. Aku mengerti, mungkin saat itu kau sedang suntuk, justru aku yang seharusnya minta maaf karena selalu mengganggumu dan tidak mengerti kondisimu. Bagaimana skripsimu?"
"Sudah selesai semua!!" Tay menunjukkan wajah bahagianya, Niall memandangi Tay yang tersenyum bahagia ikut tersenyum. Ini hal favoritnya, memandangi Tay yang berwajah bahagia.
"Oh, ya bagaimana di kuliah tanpa aku?" Tanya Niall menaikkan sebelah alisnya menguji Taylor.
"Sepi. Aku hanya berteman dengan makanan. Aku hanya ke kantin lalu pulang. Dan aku sebal ..."
"Sebal? Even why?"
"Aku bertemu dengan Bella dan Harry setiap hari. Mereka selalu bermesraan di lingkungan kampus. Aku sebal. Oh ya, kau tahu tidak? Bella sudah mengandung."
"Aku tahu. Aku lihat di Instagram. Kok kau itu sebal? Kau masih menyukai Harry?" Tanya Niall agak canggung.
"Tidak, Niall. Aku hanya tak suka cara mereka bermesraan di lingkungan umum,"
"Mereka kan sudah menikah, jadi itu wajar-wajar saja, menurutku."
"Memang kau sudah tak cemburu dengan kebersamaan mereka?" kini Tay yang menguji Niall.
"Tentu saja tidak. Aku kan sudah suka orang lain sekarang."
"Aku tahu siapa." Tay tersenyum licik.
"What? Seriously?" Niall kaget karena Tay sudah tahu.
"Iya. Tapi aku akan malu jika aku salah," Tay menggaruk tengkuknya sendiri.
"Katakan yang kau tahu." Perintah Niall menguji lagi.
"Ibumu bilang, kau curhat pada ibumu jika kau sedang suka denganku? Apa itu benar?"
Jantung Niall berdegup begitu kencang saat ini, ia memejamkan matanya, dan ...
"Itu sangat benar."
"Mengapa tidak bilang dari dulu? Aku juga suka padamu, Niall. Hanya saja mungkin jika aku bilang, aku takut kau tak mau berteman denganku lagi. Di antara semua lelaki yang kukenal, kau yang selalu ada untukku, mengayomiku, menjagaku."
Niall membuka matanya. Ia tak jadi patah hati.
"Mungkin kau hanya suka aku sebagai sahabat," Niall tersenyum terpaksa.
"Tidak Niall. Aku mencintaimu. Aku tak mau lagi jatuh cinta kepada pria yang salah, pria yang tak pernah mencintaiku, pria yang tak pernah tulus untukku. Hanya kau yang tulus padaku." Tay meraih kedua tangan Niall.
"Just remember that I am having you, and you're having me." Tay menggenggam erat kedua tangan Niall. Jantung Niall semakin berdetak kencang.
"Setelah aku bilang seperti ini, lalu apa? Kau tak mau menyatakan hal yang sama atau bahkan menembakku?" ledek Tay melepas genggaman tangannya.
"Dor!Dor!" Niall mengambil pisang di keranjang buah dan mengganggap itu adalah sniper.
"Tak lucu," Tay kini bosan, ia hanya ingin Niall mengatakan dengan gentle bukan dari mulut ibunya.
"Sebentar, dear." Niall meninggalkan Tay di ruang tamu dan menuju kamarnya. Tay tertegun ketika Niall memanggilnya dear sambil menyentuh pipinya.
**************
"Maaf lama, aku mencari ini kemana-mana ternyata ibuku menyimpannya. Hehehhe." Niall kembali ke ruang tamu sambil menyembunyikan sesuatu dibalik badannya.
"Tay, mungkin ini terlalu dini. But ... do you wanna marry me?" Niall membuka kotak kecil berwarna merah dan berisi sebuah cincin.
"Niall? Apa aku bermimpi?" Tay membuka mulutnya, tak percaya dengan apa yang Niall ucapkan saat ini.
"Tidak. Ini serius."
Tay menghela nafas, "Yes, I do!"
Niall langsung memakaikan cincin itu ke jari manis Tay.
"Oh ya, tapi aku mau menikahnya setelah kita wisuda, Niall. Mengapa kau melamarku secepat ini?"
"Kita bahkan wisuda tak lebih dari 1 bulan lagi." Niall menunjukkan senyum genitnya.
"Oh iya betul. Niall jawab, mengapa kau melamarku secepat ini? Kita masih 22."
"Aku tak mau kehilanganmu. Aku tak mau kau jatuh cinta kepada lelaki lainnya lagi. Jadi aku putuskan untuk menikahimu. Setidaknya kita sudah terikat nantinya." Niall menyunggingkan senyumnya kali ini sangat-sangat manis seperti permen.
KAMU SEDANG MEMBACA
Frozen Yogurt (Taylor Swift and Niall Horan)
Fanfictie[CHECK THE TRAILER] Taylor Swift, 19 tahun, seorang mahasiswi yatim piatu yang selalu bermimpi menjadi pengusaha sukses di usaha muda, walaupun peluang Swift sangatlah kecil. Why? banyak alasan untuk pernyataan tadi. Pertama, Swift adalah anak yatim...