IVONA POV
"Membereskan barang-barang? Memang mereka mau kemana?", tanyaku heran sambil memeluk nampan.
"Loh, untuk sementara waktu, keluarga Om Candra mau menetap disini.", jawab ibu sambil melirik Om Candra.
"Iya, Ona. Apa kamu baru tahu? Aduh, siap-siap aja ya dijahilin sama Ferdi", Om Candra meledekku.
"Ivona baru tahu, om. Kayaknya engga deh, sekarang Ferdi nggak jahil lagi kayak dulu"
Ferdinan dan Tante Bilqis menuruni tangga dan kembali duduk di kursi tamu.
"Silahkan di minum, tante, Ferdi.", aku tersenyum.
Mereka menyeruput es jeruk yang aku buatkan. Semoga saja tak kurang manis.
"Ehm.. Oh iya Can, anakmu ini akan sekolah di Indonesia kan? Atau masih tetap bersekolah di Singapore?", tanya ayah sambil meletakkan segelas es jeruk yang ku buatkan.
"Kalo masalah itu sih, aku serahin sama Ferdi. Kamu mau tetap bersekolah di Singapore?", tanya Om Candra kepada Ferdi.
"Engga pih, Ferdi mau sekolah di Indonesia aja."
"Oh gitu. Oke, semester depan, papih akan mendaftarkan kamu di sekolah baru."
"Bagaimana kalo Ferdinan sekolah bareng aku aja, om? Di SMPN 1 Banyumas. Bagus kok sekolahannya. Terakreditasi A. Tapi kalo Om Candra ingin menyekolahkan Ferdi di sekolah favorit, Purwokerto, mungkin om bisa mendaftarkan di SPENSA (SMPN 1) atau SPENDHA (SMPN 2), atau mungkin SMPN 8?"
"Ona, apakah Ferdi tidak memberi tahumu bahwa sekarang dia sudah kelas 2 SMA?"
Aku menepuk jidat "Astaghfirulloh. Aku lupa. Ferdi bilang om. Kalo gitu, daftarin di SMABA (SMAN Banyumas) aja, om. Kalo di Purwokerto sih bisa di.. SMANSA (SMAN 1) atau SMADA (SMAN 2)"
"Kalo masalah itu, om serahin sama Ferdi", Om Candra nyengir.
"Ferdi sekolah di Banyumas aja deh, pih. Nggak ribet transportnya."
"Yakin fer elu nggak mau sekolah di Purwokerto? Elu pindahan dari Singapore, kelas akselerasi pula. Pasti banyak sekolah yang dambain siswa kek elu", kata ku.
"Ivona. Menurut ayah sih sekolah itu nggak perlu jauh-jauh, nggak usah pilih-pilih mana favorit mana enggak. Lagian, semua sekolah tujuannya juga sama kan? Mencerdaskan kehidupan bangsa."
"Ibu setuju tuh,Von. Jaman sekarang itu banyak banget yang pilih sekolah favorit cuma buat tenar-tenaran aja. Bahkan sampai ada yang kasih uang sogokan."
"Aduh Jeng Vera bener banget. Percuma juga kan kalo semisal masuk di sekolah favorit tapi (maaf) otaknya pas-pasan. Malahan nyiksa anak"
"Iya. Ngomong-ngomong sekolah favorit nih, sekarang itu banyak banget orang tua yang ngebet nyekolahin anaknya di sekolah favorit, nggak peduli nilai anaknya mencukupi atau tidak?", Om Candra angkat bicara.
"Aduh kok jadi pada ngerumpi no secret gini.", Ferdinan menggelengkan kepala.
"Gapapa kali fer. Ngerumpi itu ma-nu-si-a-wi.", aku menekankan kata manusiawi.
Sejak tadi siang, kami berkumpul di ruangan ini, lenyap dalam obrolan hangat, sampai-sampai aku melupakan Mba Okta. Kemana dia?
"Bu, Mba Okta kok ngga keliatan yah?", tanyaku.
"Oh, Okta pergi reuni sama Anindita. Sehabis maghrib baru pulang katanya", jawab ibu.
"Maaf nih, siapa itu Okta?", tanya Om Candra menaikkan satu alisnya.
"Oh iya pasti kamu nggak tahu Can. Okta itu tadinya keponakan aku. Kedua orang tuanya udah nggak ada. Aku nggak tega ngeliat dia hidup sebatang kara begitu. Maka dari itu, aku angkat dia sebagai anakku.", jelas ayah.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Junior High School Story
Teen FictionThis Monday!. Kringg... Alarm doraemonku berdering menandakan pukul 5. Aku segera bangun dari tempat tidur menuju kamar mandi untuk berwudhu karena sekarang sudah waktunya shalat subuh. Namaku 'Ivona Zahrah' . Hari ini adalah hari pertamaku menjadi...