Siapkah Kau tuk Jones Lagi?

328 32 31
                                    

Author : somenaa

*****

Siapa sih yang bisa mengira jalan hidup Febri bakal seperti ini? Emaknya? Bapaknya? Febri saja nggak pernah menyangka kok, apalagi kalian! Jangan menyalahkan kejonesan Febri sebagai penyebab semua ini hanya karena dia menceritakan kepada kalian tentang ini.

Jangan pernah juga mengatakan kalau ini takdir, meskipun guru agama selalu mendorong kita—para muridnya yang budiman untuk percaya dengan yang namanya takdir. Takdir memang nggak bisa diubah, tapi nasib bisa! Febri sudah berusaha mengubah nasib apesnya—ralat, jones. Tapi apalah daya, Yang Maha Kuasa berkehendak lain.
  
Anggap saja ini curhatan, cerita, curcol-an atau apapun suka-suka kalian. Tapi, ingat satu hal, jangan pernah menertawakan kejonesan Febri, karena siapa tahu, entah tahun depan, bulan depan, dan kapan-kapan itu bakal berbalik ke diri kalian.Karena dibalik semua ini, Febri yakin Tuhan bakal ngasih yang terbaik buat dia. Ya, Tuhan selalu memiliki rencana yang terbaik.

-o-

Febri risih nggak se-hopeless itu kali ya, dalam menjalani kisahnya. Dia juga pengen seperti pasangan lain, yang bisa bermalam minggu tanpa kejonesan tingkat durjana yang menghantui dan menghampirinya. Bukannya Febri narsis atau apa, meski kata bapak dan emaknya kalau wajahnya seganteng keponakan Chris Pratt dari Zimbabwe, tapi kisah kasih Febri seancur lagunya Toni Braxton yang punya titel Unbreak My Heart.

Ini sudah takdir Tuhan ngasih dia tampilan ketampanan dan penampilan kayak gini, disyukuri sajalah. Sudah jalannya mesti seperti ini yang Febri lalui.

Bukan menggurui atau sok, Febri bukan lulusan Casanova yang bisa menggaet cewek dalam waktu singkat dan menghempaskannya meski-pada-akhirnya-datang-lagi-cewek-lainnya. Tapi, lihat sisi baiknya juga, kan? Febri jadi bisa kenal berbagai macam karakter pribadi yang sudah bersedia mampir di jalan cintanya yang penuh liku dan tikungan ini.

Kenalan dulu deh sama pacar Febri, Lani. Cewek? Jelaslah. Cantik? Menurut Febri sih, iya. Kalau nggak cantik, mana bakal Febri jadikan pacar, 'kan?

Tapi, bukan.

Bukan karena dia cantik. Cantik itu relatif. Bagi Febri cakep, belum tentu sama seperti itu bagi cowok lain. Ada saat-saat dimana dia membutuhkan seseorang untuk berbagi, dan dia ada disana yang selalu siap buat meminjamkan bahunya untuk Febri bersandar.
Sudah lama Febri duduk diatas motor matic kesayangannya, menunggu Lani keluar dari kantor. Kebiasaan Febri hampir satu tahun ini, semenjak pacaran sama dia. Meski langit mendung dan guntur menggelegar, Febri masih setia menanti kedatangan kekasihnya.

"Say ... !"Seseorang menepuk bahu Febri dari belakang. Lani.

Febri merutuk dalam hati, dia paling sebal jika ada yang menyapa lewat tepukan punggung. Pokoknya cowok itu benci sesuatu yang mengagetkan. Serapah yang ingin Febri muntahkan seketika lenyap dari pikirannya ketika melihat wajah Lani yang lelah. Jantung Febri berdebar, adrenalin berasa terpompa kencang begitu ia melihat paras ayunya. Febri senang saja melihat raut yang merona seperti udang rebus. Malu-malu tapi mampu membuat hatinya melayang tinggi.

Febri sudah lama mengenal Lani, sejak awal masuk SMA. Kalau mengingat itu, Febri bisa senyum-senyum sendiri seperti orang gila yang baru masuk rumah sakit jiwa. Jaman dimana mereka masih malu-malu kampret untuk berkenalan sendiri. Katakan saja Febri nggak gentleman, karena memang iya, dia lebih memilih memakai jasa temannya untuk pedekate dengan Lani. Tetapi, itu semua sepadan dengan kebahagiaan yang Febri dapatkan, bisa jalan bareng Lani hingga lulus sekolah. Bisa memiliki kenangan yang indah untuk ukuran seorang jones. Walaupun sempat break ketika mulai memasuki dunia perkuliahan, tapi tak urung hal itu juga yang mendekatkan mereka, bahkan setelah lulus kuliah dan berlanjut hingga sekarang.

Realita JONESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang