Chapter 9

30 2 0
                                    

"Aku akan meninggalkannya sendiri. Jika dia marah dia butuh waktu sendiri untuk menjernihkan isi kepalanya"

"Lalu ?"

"Lalu, aku akan muncul dan memeluknya. Memastikan dia baik-baik saja dan tidak marah lagi"

"Oh begitu. Tapi pernah tidak Zayn marah padamu lebih dari sehari ?"

Nina diam sejenak, mencoba mengingat setiap kejadian yang dilakukannya bersama Zayn.

"Aku rasa tidak, walau dia marah besar dia tidak akan mendiamiku lebih dari sehari" jelas Nina

"Wah.. beruntung sekali kau memiliki sahabat seperti Zayn,. Kalau aku dengan Zayn pacaran apa kau merestui kami ? tanya Lucy pada gadis dihadapannya.

"Aku tidak yakin Zayn akan menyukaimu" ledek Nina

"Ahh, kau membuat hatiku sakit"

Walau baru saja dipertemukan karena memasuki jurusan yang sama tetapi Lucy dan Nina terlihat seperti teman lama. Mengerjakan tugas bersama, hang out bareng, dan berbagi cerita seperti yang mereka lakukan saat ini.

Kali ini adalah giliran Nina menceritakan hal menarik dalam hidupnya. Dan Zayn adalah hal paling menarik yang dapat dia ceritakan kepada Lucy.

"Aku lapar Nin, apa kau tidak lapar ?" tanya Lucy.

Nina terlihat sedang menimbang-nimbang sesuatu

"Mm, ayo kita ke Shusi Hibora"

"Kesana lagi ? aku bosan"

"Kalau begitu ayo kita ke supermarket. Aku akan memasakkanmu sesuatu"

"Kau bisa masak ?" tanya Lucy dengan alis terangkat satu

"Ya lumayan"

"Kalau begitu tunggu apalagi"

Secepat kilat keduanya sudah berada di depan supermarket.

"Aku akan kesana mencari bahan masakan yang lain. Kau pergilah cari yang ada di kertas ini" kata Nina sambil menyodorkan sebuah kertas kecil kepada Lucy. Lucy mengangguk lalu menuruti perkataan Nina. Mereka berpencar.

Nina bermaksud memasak sosis ayam tumis sayur yang selalu dia masak jika berdua dengan Zayn. Isi kertas Lucy adalah teh minyak bawang putih, bawang bombay,zucchini, jamur kancing, teh bumbu italian, cuka balsamic, kaleng polenta tomat dan bawang putih. Sedang ia hanya mencari satu pack sosis ayam. Karena tidak sabar Lucy tidak terlalu memperhatikan belanjaan Nina, yang ia pikirkan adalah mengambil semua bahan yang dituliskan Nina di kertas kecil yang sekarang ada pada genggamannya. Andai saja dia tahu kalau Nina menyuruhnya mengambl lebih banyak bahan daripada Nina pasti Lucy akan mati-matian protes ke Nina.

Setelah berkeliling cukup lama akhirnya Nina menemukan tempat penyimpanan Sosis ayam kesukaannya. Saat ingin mengambilnya tiba-tiba bungkusan sosis itu terasa tertarik. Mata Nina mengikuti arah tarikannya. Matanya terbelalak, kaget dan marah bersamaan.

"Hey ! ini milikku" suara berat mengisi udara disekitar mereka

"Hello, aku yang ambil duluan. Jadi ini sosis aku" balas Nina tak mau kalah

"Ayolah, kau ambil sosis yang lain saja" Harry memelas

"Oh tidak bisa ! aku tidak suka yang lain. Ayo berikan !"

Mereka memperebutkan sosis itu dengan gigih sampai tak sadar beberapa pasang mata tertawa geli melihat mereka. Tak ada yang mau mengalah. Karena mengganggu ketenangan pengunjung yang lain, akhirnya datang petugas supermarket yang berusaha menghentikan mereka.

"Ini sosis saya pak" suara cempreng Nina menyambut petugas yang datang

"Bukan pak! ini sosis saya" suara berat Harry tak mau kalah

"Jadi hanya karena sebungkus sosis itu kalian bertengkar ?" tanya petugas itu

"Dia yang mulai pak" Cetus Harry

"Hellooo, yang mulai duluan itu kamu" Nina tak mau kalah

Lucy yang sudah mengambil semua bahan yang tertulis di kertas miliknya menyadari bahwa temannya yang terlibat dalam pertengkaran tak bermutu itu.

"Nina, ngapain kamu bertengkar disini?" tanya Lucy

"Dia mengambil Sosis ayam satu-satunya yang tersisa disini. Ya jelas-jelas aku yang ambil duluan" jelas Nina

"Oh jadi nama kamu Nina, eh Nina sekarang lepaskan tanganmu aku mau pulang. Dan aku mau masak sosis ini"

"Enak saja! tidak akan" 

Petugas supermarket itu terlihat kualahan menghentikan mereka. Adu mulut tak pernah berhenti.

"Namamu siapa ?" tanya Lucy

"Lucy, ngapain sih ? sempat-sempatnya nanya nama dia disaat seperti ini" protes Nina.

"Harry.. Harry Styles" jawabnya judes

"Oke Harry dengan siapa kau ingin memakan sosis itu ?" tanya Lucy lagi

"Sendiri" jawab Harry makin judes. Itu membuat darah Nina mencapai kepala. Seumur-umur dia tidak pernah bertemu orang yang sangat menjengkelkan seperti dia.

"Baiklah Harry, bagaimana kalau kita makan sosis itu bersama-sama. Temanku ini akan memasakkan kita Sosis Ayam Tumis Sayur"

"Lucy apa yang kamu.."

"Apa dia bisa masak?" potong Harry

"Aku tidak yakin tapi sepertinya bisa"

Nina hanya diam membiarkan percakapan itu berlanjut. Petugas itu meninggalkan mereka.

"Baiklah" 

Lucy mengulurkan tangan tanda deal, dan Harry menyambutnya dengan baik tak sedingin tadi.

Singkat cerita kini mereka bertiga berada di rumah Nina. Nina mencoba sabar menerima takdir yang diberikan Tuhan padanya.

"Baiklah, kalian berdua tunggu disini saja" kata Nina mengisyaratkan kedua manusia itu untuk duduk sofa mungil miliknya.

"Kau tak mau dibantu memasak nin ?" tanya Lucy.

"Tidak perlu, kau cukup membantuku mengawasi manusia aneh itu agar tidak berbuat macam-macam dirumahku"

"Siapa yang kau sebut manusia aneh ?" suara Harry meninggi.

"Ya jelas kamulah" jawab Nina lalu berbalik menjauhi keduanya. Harry menatap punggung Nina menjauh dan hilang beberapa saat kemudian. Sebuah senyum manis tergambar natural di wajah tampannya.

Tak perlu menunggu lama akhirnya Nina keluar dengan membawa sosis ayam buatannya.

"Ini benar kamu yang masak ?" suara Harry terdengar samar karena mulutnya dipenuhi makanan. Tidak ada reaksi dari teman bicaranya.

"Ini sangat enak" sambungnya.

"Jangan sok akrab sama aku. Kalau memang enak makan saja jangan banyak bicara" gerutu Nina.

"Dia memang begitu" bisik Lucy kepada Harry, pria tampan itu hanya mengangguk tanda mengerti.

"Terima kasih atas makanannya, sosis yang tadi itu enak. Aku pulang dulu ya"

"Iya hati-hati ya Harry" kata Lucy sambil melambaikan tangan ke arah pria itu.

Nina terdiam menatap kepergian pria itu, akhirnya situasi yang tidak nyaman itu berakhir.

I WouldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang