Aroma 3: Ibaratnya Kopi Dengan Kehidupan

85 2 0
                                    


RASANYA aku sudah datang pagi, ternyata masih kurang pagi juga. Seharusnya aku yang membuka kunci kedai, menyalakan lampu, merapikan peralatan kopi, dan tentunya juga aku yang berada di sana, bukan Vendra yang duduk bersama Grey di dapur bar. Tertawa cekakak-cekikik entah apa yang dibicarakan. Harusnya Grey datang pada saat aku sedang berada di sini sendiri.

Ada dua orang yang terlihat, satu menjadi pencerita dan satu menjadi pendengar, begitu pun sebaliknya. Vendra melemparkan pandangannya keluar pintu kedai yang pasti bisa menembus pandangan ke luar karena pintu terbuat dari kaca. Seketika itu aku nistagmus dan mengalihkan pandangan pada objek yang entah apa kemudian aku memenuhi permintaan kakiku untuk berjalan masuk.

Tak ada suara, hanya mata yang menatap penuh pertanyaan. Ini hari kerja dan aku pagi-pagi sudah datang ke kedai pasti bukan sesuatu yang biasa, tetapi juga bukan sesuatu yang dilarang.

"Pertemuanku untuk membicarakan binaan kelompok petani kopi mulai setelah jam makan siang, jadi untuk apa pagi-pagi datang ke kantor," kataku setelah ada pertanyaan dari Vendra. Ia mengangguk sedangkan Grey hanya tersenyum.

"Target binaan untuk daerah mana kali ini, Har?" Tanya Vendra.

"Kami punya beberapa daftar kebun kopi di daerah terpencil, Ve. Semuanya di Jawa. Rata-rata di sana masih petani mandiri, padahal menurut pengujian kami, hasil kopinya bisa dimaksimalin."

"Sepertinya akan ada penemuan singel origin lagi nih," kata Vendra sambil menyunggingkan senyum.

"Ditinggal trip lagi kita, Ve," sambung Grey yang mengarahkan wajahnya pada Vendra. "Kapan, Har, singel origin trip buat kita bertiga aja?" Lanjutnya. Disusul anggukan kepala Vendra beberapa kali dengan alis yang terangkat.

"Setelah AEKI menemukan kebun kopi yang bukan hanya menghasilkan kopi ajaib, tetapi juga mempunyai trayek pendakian yang menantang, karena kita juga butuh itu," kataku dengan nada suara seperti orasi, kemudian diikuti tawa mereka.

Bekerja di AEKI (Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia) memang sering meninggalkan Vendra. Dalam sebulan bisa saja mengunjungi perkebunan kopi tiga sampai empat kali. Selain mencari kopi-kopi kualitas baik, AEKI juga mempunyai misi membantu upaya pemerintah dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani serta pelaku usaha lain di bidang perkopian.

Kopi yang selalu mengiringi hidupku tak pernah salah dengan pekerjaan pilihanku ini. Sebagai sarjana pertanian, aku memilih fokus pada penelitian tanaman kopi. Hal itu bisa melatihku untuk mencari tahu bagaimana mendapatkan kopi yang spesial.

Perjuanganku untuk mengetahui dunia pertanian sudah aku pelajari selama empat tahun. Institut Pertanian Bogor membuatku mengerti bagaimana harus gagal terlebih dahulu ketika mengikuti tes masuk. Namun, kegagalan pada gelombang pertama justru membuatku mencoba mengikuti gelombang kedua. Akhirnya aku melihat namaku tercantum di papan pengumuman penerimaan mahasiswa baru setelah berusaha masuk dari kerumunan calon mahasiswa lain.

Pekerjaanku yang selalu mencari-cari ketepatan penanaman membawaku menginjakkan kaki ke kebun kopi di daerah terpencil. Momen mencicipi kopi-kopi daerah kunjungan tak pernah hilang dari jadwalku.

Pada setiap perjalanan yang aku lakukan, Vendra tak pernah jauh dari ponsel. Menungguku menghubunginya dan mendengarkan bagaimana citarasa yang aku paparkan dari kopi temuanku. Kebiasaan ini membuatku selalu menahan sesuatu yang menyentuh lidah untuk mengenali kandungan bahan apa saja yang ada di dalamnya.

Selain itu, sertifikat Q-Grader yang aku miliki harus membuatku lebih selektif dalam memilih jenis kopi arabika. Bukan hal mudah menemukan kekhasan kopi. Minuman ini memang membuat seseorang yang ingin mengenal kopi harus sepenuhnya berada di sana. Kemampuan perasaan selalu dibutuhkan untuk menentukan pilihan. Bukan hanya terpaku pada insting, tetapi juga pengalaman.

Monolog KopiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang