Dialah.. Wanita cantik, yang kini tinggal satu rumah denganku.
❤❤
Ivona POV
"Hm.. Ferdi.. Sebenernya.. Lu suka nggak sih sama si bule itu?", tanyaku.
Saat ini, aku sedang duduk di sebuah Cafe Djago bersama Ferdi. Cafe khusus pelajar dengan interior dinding batu bata ini cocok sekali untuk para pemuda, baik yang sedang kasmaran maupun tidak.
"Enggak", jawabnya, dingin.
"Masa? Dia can--"
Ferdinan meletakkan jari telunjuknya di depan bibirku.
"Secantik apapun wanita yang ku temui, aku hanya mencintai satu orang. Dan orang itu--- bukan Angela"
"Lantas siapa, Fer?"
"Apa kau yakin ingin mengetahuinya?"
"Ya?"
Hatiku dag dig dug ser, seringkali rasa gede rasa (GR) muncul dibenakku namun segera ku tepis jauh-jauh. Mana mungkin seorang Ferdinan yang perfect jatuh hati pada Ivona yang tak memiliki kefeminiman sedikitpun.
"Siapa atuh, Ferdi? Kasih tau gue napa, gue sahabat lu dari kecil loh"
"Suatu saat nanti lo bakal tahu, sendiri"
Ferdi mengaduk Chips Late dengan setangkai sedotan berwarna gold. Aku hanya mengerutkan dahiku lantaran Ferdi tidak mau memberi tahu siapakah orang yang dicintainya.
"Balik yuk", aku menyaut iphone yang sedari tadi kuletakkan di atas meja, kemudian lari keluar cafe.
"Ivona. Tunggu!!", kata dia.
Ferdinan POV
Hari ini, aku sangat menyesal. Lidahku kelu tak dapat melontarkan sedikitpun perihal perasaanku pada Ivona. Alhasil, Ivona ngambek dan meninggalkanku di cafe. Tentu saja, aku segera mengejarnya.
"Ivona. Tunggu!!", aku berteriak, menyeruput sedikit Chips Late ku dan mengejarnya.
"Apa sih, Fer? Bisik tau. Lebih baik lu kencan sama gebetanmu itu. Aku mah apa, mager. Pen pulang!"
"Tunggu dulu dong, Ivona. Dengerin penjelasan aku.", aku menahan pergelangan tangan Ivona.
"Penjelasan apa lagi? Penjelasan detail masalah gebetanmu? Sori. Gue nggak mau ikut campur!"
"Bukan, Ivona. Penjelasan tentang perasaanku."
"Perasaan apa? Cepet jelasin. Gue nggak suka buang waktu."
"Okey. Masuk mobil dulu.", aku membukakan pintu mobil untuknya.
Kini, aku dan Ivona sudah berada di dalam mobil, wajahku tersapu dinginnya AC yang membuat hatiku semakin nerves untuk mengungkapkan perasaanku padanya.
Aku menarik nafas, perlahan. Kemudian ku hembuskan perlahan pula.
"Von?"
"Hm?"
"Lo tau nggak?"
"Nggak tahu, dan nggak pengen tahu"
"Yakin? Ya udah. Gue nggak jadi ngomong", aku menarik persneling. Mobil brio kini telah melaju ke Perumahan Oerang Banyumas.
Ivona POV
Aku sangat penasaran. Sebenarnya, Ferdi mau bilang apa sih. Namun, rasa gengsiku mengalahkan rasa penasaranku.
"Ya deh. Kalo lu maksa. Gue dengerin. Mau ngomong apa?"
"Idih. Gue gak maksa kok.", kata Ferdi menaikkan satu alisnya.
"Nyebelin banget!", umpatku kesal.
Ferdi nyengir kuda.
"Jadi gini, Von. Orang yang gue suka itu--"
Hatiku makin dag dig dug ser.
Aku menaikkan bahuku. Dahiku menyernyit menatapnya.
"Dia-- seorang anak SMP, agak tomboy tapi cantik sih, sipit, dan yang terpenting-- aku sudah mengenalnya sejak kecil"
Deg!
"Itukan kepribadian gue", aku hanya dapat membatin, "Lu nggak boleh GR, Ivona", sambungku dalam hati.
"Terus?", aku menatapnya serius.
"Lu udah tau kan, siapa dia?"
Aku menggeleng.
"Ivona--", Ferdinan menepuk dahi.
"Ada ya-- cewe cantik kaya lo, tapi nggak pekaan"
"Nggak peka apaan sih?"
"Oke! Von?"
"Hm?"
"I Love You"
"What!", mataku melotot. Darahku berhenti bergulir. Aku menatapnya beku.
"Apa perlu gue ulangin perkataan gue tadi? I LOVE YOU. Elu itu orang yang selama ini gue tunggu. Di Singapore, gue selalu mikirin lo, entahlah, mungkin lo udah punya seorang pria yang lebih layak untuk lo cintai."
Ferdinan tersenyum sepat. Matanya masih fokus pada jalanan yang macet total.
"Gue--", aku masih menatapnya.
Ferdi menaikkan satu alisnya.
"Gue-- punya perasaan yang sama, kaya elu", kata ku. Sungguh beraninya aku mengungkapkan perasaan pada pria perfect tanpa kekurangan ini.
"R u sure?", kata Ferdinan.
"Yes. I'm sure, Ferdi", aku tersenyum padanya.
"Maafin gue kalo udah bikin lo nunggu bertahun-tahun.", sambungku.
"No problem. Tapi maaf, Von. Gue nggak mau pacaran."
"Gue ngerti kok."
"Thanks, udah ngertiin gue."
Di tengah kemacetan, aku dan Ferdi saling menatap. Mataku tertuju pada tatapan mata Ferdi dengan penuh perasaan.
Wajah Ferdi mendekat, mendekat, semakin mendekat, sangat dekat, bahkan jarak wajahku dengannya hanya dua centi saja. Aku memejamkan mataku.
Dan..
Bersambung.
Jangan lupa vote and comment🌠🌠
Salam,🙏
KAMU SEDANG MEMBACA
My Junior High School Story
Teen FictionThis Monday!. Kringg... Alarm doraemonku berdering menandakan pukul 5. Aku segera bangun dari tempat tidur menuju kamar mandi untuk berwudhu karena sekarang sudah waktunya shalat subuh. Namaku 'Ivona Zahrah' . Hari ini adalah hari pertamaku menjadi...