Enam Belas : Jebakan

3.3K 103 0
                                    

Dengan siap aku menahan rasa takut untuk bertemu rendi, dalam hati aku penasaran bukti apa yang dia bawa untuk nanti. Dan yang paling bete kenapa harus di cafe dekat rumah sakit. Akhirnya aku berangkat ke cafe sendiri. Untuk saat ini aku tidak membawa teror ataupun keisengan.
Aku melihat-lihat cafe dan melihat seorang berjas dokter di meja nomor tujuh, dan dia adalah si dokter lebay. aku menuju meja itu dengan hati yang galau.
“emhh...” kataku tanpa menyapa dulu.
“Eh akhirnya si manja datang juga, ayo duduk”
Akhirnya aku duduk di depan rendi, entah apa yang mau di perlihatkan padaku.
“Kamu ga minta maaf gitu sama aku, kamu itu terlalu banyak salah sama dokter ini” menunjuk kedadanya dengan bangganya
“Kenapa aku minta maaf, aku ga salah kok”. aku membela diri
“Nih kamu liat” memperlihatkan sebuah vidio yang ada d hpnya.
Semua vidio itu adalah cctv rumah sakit, dan hal yang paling jelas di situ adalah ketika aku meminta bantuan satpam. Hatiku seperti tidak berfungsi, jantungku seperti berhenti dan oksigenpu seperti tidak ada di dekatku. Aku malu dan bingung mau ngomong apa.
“Gimana kamu sekarang tidak bisa membela lagi, cepet minta maaf” sambil tertawa girang
“kenapa aku harus minta maaf, ini balasan karena kamu sudah banyak berbohong”
“Tapi aku dulu minta maaf, kenapa kamu tidak minta maaf”
“aku enggak akan minta maaf”
dia meraih ponselku yang berada di atas meja sisi ku.
“Ini jaminan kalau kamu tidak minta maaf, wekkkk” kata rendi mengejekku
“Balikin enggak, aku akan teriak maling kalau kamu ga balikin hp ku”. Sambil berusaha mengambil hp yang ada di tanganya.
“Teriak aja, ntar aku puterin cctv ini ke semua orang, biar mereka tahu kalau ada anak yang meneror Rumah sakit, silahkan pilih aja” dengan perkataan membela.
“ehmm......oke deh, aku minta maaf, tapi sini kembaliin hp ku” sambil meraih hp yang ada di tanganya, tapi masih gagal juga
“yang iklas dong minta maafnya”
“Dasar lebay, oke aku minta maaf atas kesalahanku kemarin, puas lo”
”Permisi ini kopi dan es sirupnya silahkan di nikmati”
“Tuh minum dulu, biar darah mu turun, ga marah-marah”
Aku pun meminumnya dengan cepat karena terlalu gersang tenggorokanku untuk bertengkar dengan si dokter lebay itu.
“Huuuhhh hahhh.... pedes..., minum mana minum” sambil mengipasi mulutku yang terbakar karena minuman itu ternyata pedas tidak manis.
“Hahaha.... gimana rasanya di jaebak, pinter kan ini yang namanya Teror yang sukses itu” sambil tertawa girang.
Akhirnya akupun berlari ke toilet dan meminta minum kepada yang pelayan. Bibirku yang merah bukan karena lipstik tapi karena kepedesan. Setelah berkurang rasa pedesnya aku pun kembali ke meja itu.
“Puas kamu, Sini mana Hp ku” akupun mengambilnya dengan paksa, akupun keluar cafe.
“Nda kamu mau kemana” Rendi mengejarku.
Akhirnya rendi berhasil menyusulku yang tidak bisa berlari.
“Kenapa kamu disini, sana pergi, kurang puas hah” kata ku sambil mendorongnya
“Oke deh aku minta maaf”
“Mudah banget ya katamu itu, Cuma minta maaf doang, nih mulutku rasanya seperti terbakar” sambil menunjukan mulutku yang memerah
‘la terus mau gimana lagi, makanya kamu jangan jail jadi orang”
“Owh....jadi kamu belum puas juga ya”
“Oke aku minta maaf buat yang tadi, dan aku maafin teror kamu yang kemarin, sekarang kita impas”
Akupun menganggukan kepala dan terus berjalan, berharap rendi tidak mengikuti ku, tapi ternyata harapanku salah, rendi tetap mengikutiku.
“Kenapa sih kamu ngikutin aku terus, sana pergi, aku itu benci sama dokter apalagi Jas yang kamu pakek itu”. Sambil menunjuk jas
“Ihhh.... PD amat sih, ini emang arah ku, aku mau balik ke RS”
Pipiku pun memerah karena malu.
“bodo amat” kataku jutek
“Eh... jas yang kamu benci ini tidak sembarang orang bisa dapat tau”
“Emang aku denger???” kata ku membuatnya jengkel.
“Bodo amat” dia mengcopy kata-kataku dan pergi ninggalin aku.
****
Karena saat ini dan seterusnya kak gio udah pulang kemanapun aku pergi kak gio lah yang mengantar jemputku.
Tin*tin*tin
Suara klakson di dekatku.
“Dek yuk masuk” kata kak gio di dalam mobil
Akupun masuk dan melanjutkan perjalanan pulang.
Seperti anjing dan kucing aku selalu berdebat dan bercanda dengan kak gio. Kak gio selalu memotifasiku agar aku bisa masuk di jurusan Ekonomi yang aku idam-idamkan, walaupun jurusanku di SMA tidak relavan dengan jurusan yang aku inginkan.
“Nda, bibir mu kenapa kok merah, pakek lipstik ya”
“Eng...Enggak kok kak, ini tadi aku kepedesan aja”
“Bukanya kamu ga suka pedes kok makan pedes”
“Em...em... lupakan kak, kak puterin musiknya dong”. Mengalihkan pembicaraan agar tidak ketahuan.
Ponselku yang berada di saku pun bergetar. Pesan masuk pun kulihat, dan dia lagi.
“Ternyata itu kelemahanmu, terbongkar sudah, dasar Manja” pesan dari rendi
Akupun menghiraukan pesanya, aku mulai menyusun strategi agar aku bisa mengetahui kelemahanya. Akupun bertekad dalam hati.
“Oke saat ini kita 1-0 akan kucari kelemahanmu sampai ketemu” kata ku dalam hati.

&&&&
Makasih. Tunggu cerita selanjutnya ya.
Kritik dan saran boleh lho  😊😊

Me Vs DoctorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang