Moelleux

48 0 0
                                    

Bondan…

Aku terus memerhatikannya. Sepanjang perjalananku tak pernah aku berhenti memikirkannya meski tak seorangpun tau hal itu, karena tak akan pernah kubiarkan.

Aku dapat melihat matanya dari kaca spion. Pandangannya lurus dan tetap saat menyetir. Aku mendapati kekosongan hatinya dari tatapan itu. Dan dapat kupastikan itu karena aku.

Hawa pegunungan mulai kucium. Aku masih meladeni canda gurau gadis yang duduk di samping kananku, Lasya. Ia menyukaiku sejak lama, dan dia berhasil memperoleh kenangan dan waktu bersamaku jauh lebih banyak dari seseorang yang sedang menyetir yang sejak tadi kuperhatikan.

“Fer, kurangin kecepatannya dong, anak-anak dibelakang belum keliatan tuh!” ujar Sanny yang duduk di samping bangku supir.

Kurasakan Ferisha mengurangi kecepatannya. Kebetulan saat itu mobil yang kutumpangi sedang melewati tikungan yang amat curam. Hingga mobil yang ditumpangi Deni, Melisa, Desi, Merin dan Yeni itu terlihat, kecepatan mobil kembali dinaikkan. Sementara itu, Boma yang duduk di samping kiriku masih larut dengan musik-musik di MP3 playernya.

Lima belas menit kemudian, kami sampai di halaman vila. Aku langsung keluar dari mobil. Kuhirup dalam hawa sejuk kampung halaman Ferisha. Tiba-tiba seorang pria berumur tak jauh diatasku muncul dari halaman samping vila. Aku tak mengenalnya, tapi mungkin Ferisha tahu.

“Bondan, bantuin gue ngeluarin barang-barang dong!” pikiranku buyar oleh suara Lasya.

“Oh, iya.” Jawabku sambil menghampirinya ke belakang mobil. Kulihat pula mobil yang dibawa Deni baru selesai diparkir.

Ferisha baru keluar dari mobil. Entah apa yang dilakukannya dahulu dalam mobil. Aku melihat ke arahnya sambil membawa koper milik Lasya ke depan pintu vila. Dan ia pun menatap mataku sesaat.

Semua teman-temanku pergi entah kemana. Mereka langsung berpencar menikmati alam yang jarang mereka temui di Jakarta. Tapi mungkin Lasya tak begitu tertarik. Ia lebih senang mengawasi gerakku dari depan pintu vila yang telah dibuka oleh pria asing yang kulihat tadi. Kukeluarkan koperku dari dalam bagasi. Kusadari Ferisha mendekatiku. Mungkin ia hendak mengambil kopernya juga. Kubantu ia mengeluarkannya.

“Bond,” kudengar Ferisha memanggilku namun tak kugubris. Aku takut itu hanya perasaanku saja.

“Bondan,” kali ini kuyakin dia benar-benar memanggilku. Aku menoleh padanya. “Gue perlu ngomong sama lu,” Lanjutnya.

“Ngomong apa?” aku masih pura-pura bodoh seperti biasanya.

Ferisha tak dapat menjawab tanyaku. Aku tahu ia lelah dengan semua perlakuanku padanya. Lantas ia pergi meninggalkanku dengan membawa kopernya. Aku berniat memanggilnya, namun lelaki asing itu mendahuluiku.

“Fer!” pria itu berlari menghampiri dan memeluknya. Dia terlihat seolah akrab sekali dengan Ferisha, atau mungkin hanya sok akrab! Terlihat sekali jika ia kangen berat pada gadis yang selama ini hanya mencintaiku itu. Ah! Apa yang kupikirkan? Bukankah ini yang selalu kuinginkan? Cinta Ferisha yang selama ini hanya untukku jatuh ke hati lain.

“Revand? Gimana kabarnya?! Ya ampun, lu beda banget!”

“Mm.. makin gak banget. Ha..ha..!”

Mereka bersenda gurau. Revand, kuharap pria inilah yang bisa membuka hati Ferisha kali ini.

*

Vila ini bersebelahan dengan rumah pengurusnya. Mereka adalah Bu Dharma dan Pa Tasam yang baru saja dikenalkan Ferisha padaku dan yang lainnya. Dan pria yang bernama Revand itu adalah kemenakan mereka, sekaligus teman kecil Ferisha.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 19, 2012 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

MoelleuxWhere stories live. Discover now