Wonwoo Diary

138 21 7
                                    


Seorang pria manis berambut hitam legam duduk dengan serius di depan meja.

Dengan sebuah buku dan pena di tangan nya.

"Agustus, 2014." Gumam nya seraya menuliskan apa yang keluar dari bibir tipisnya ke buku itu.

"Appa, eomma, tidak bisa kah aku mendapatkan sesuatu yang membahagiakan?"

Tetesan air mata pertamanya jatuh begitu saja tanpa di perintahkan. Ini bahkan baru di mulai.

Tangan kurus yang tertutupi kulit putih pucat terus menggerakkan penanya di atas kertas.

"Aku, anak dari tuan Jeon. Seorang anak pengusaha kaya, tapi kenapa? Kenapa aku tidak bisa merasakan kasih sayang kalian?"

Bibir nya kembali bergetar saat sepenggal memori melintas di otaknya.

Memori saat di mana ia dan sang ayah bermain bersama adiknya di halaman belakang rumah dengan ibunya yang membuat kue untuk mereka.

Mata nya terpejam, tangan kurusnya yang bebas menepuk-nepuk dadanya yang terasa sesak, kemudian melanjutkan tulisan nya.

"Appa.. Eomma.. Aku hanya ingin seperti Jihoon yang mempunyai orang tua yang hanya memiliki kedai ramen namun tumbuh dengan kasih sayang yang berlimpah."

Berhenti sejenak saat mengingat sahabat mungil nya, teringat saat melihat Jihoon yang mendapat kecupan sayang di pipi dari sang ibu dan usakan kepala dari sang ayah saat pulang sekolah.

Wonwoo ingat, waktu itu ia berniat belajar bersama dengan sahabatnya di rumah kecil Jihoon.

"Eomma, saat aku pergi ke rumah Jihoon untuk belajar bersama, ibunya menghampiriku dan tersenyum. Ia bahkan mengusap pipi ku dengan lembut seraya berkata 'Wonwoo anak yang manis dan baik. Sering-seringlah bermain ke sini, dan panggil aku eomma. Aku sangat senang kalau kau mau.' tatapan nya sangat hangat, sama hangatnya seperti tatapan mu yang sangat aku rindukan."

Berhenti sejenak hanya sekedar untuk menghapus air matanya. Kemudian kembali menuliskan ceritanya di buku itu,

"aku langsung memeluk ibu Jihoon dengan erat, mungkin awalnya beliau kaget namun tak lama ia membalas pelukan ku dan membelai rambutku, sentuhan nya sangat lembut. Sama seperti sentuhan mu eomma. Dan sejak saat itu aku memanggil nya dengan sebutan 'Eomma', sering bermain kerumah Jihoon hanya sekedar untuk mendapatkan kasih sayang darinya yang berupa usapan lembut di pipi atau tatapan hangatnya, dan ibu Jihoon sangat memanjakan ku seperti anaknya sendiri. Jihoon bahkan sampai merasa kesal."

Wonwoo terkekeh saat mengingat itu, dimana sahabatnya marah dan mengurucutkan bibirnya saat melihat  ibunya lebih memanjakan Wonwoo.

"Setidaknya Itu cukup membuat rasa rindu ku pada mu berkurang, meskipun aku mendapatkan nya dari orang lain."

Ia tersenyum, setidak nya ia bisa mendapatkan kasih sayang seorang ibu yang sangat di rindukan nya. Meskipun bukan dari ibunya sendiri.

"Kalian tau? Orang tua Jihoon sangat menyayanginya dengan keadaan ekonomi  mereka yang terbatas."

Kembali terdiam saat otak nya mengingat, kapan terakhir eomma mencium ku? Kapan terakhir kali eomma memberikan tatapan hangatnya sama seperti tatapan hangat ibu Jihoon pada Wonwoo?

Terlebih, kapan terakhir kali ayah mengajaknya bermain? Wonwoo bahkan lupa kapan terakhir kali mereka makan bersama disatu meja.

Tetes air mata kembali menetes, menimpa bekas air mata yang sudah mengering di atas kertas putih itu.

Kemudian tangan nya kembali bergerak.

"Aku hanya ingin merasakan bagaimna rasanya pergi bertamasya bersama keluarga utuh ku lagi. Aku ingin makan masakan eomma lagi, aku ingin merasakan lagi duduk di belakang mobil bersama Bohyuk dengan appa yang mengendarai mobil dan eomma yang berada di samping kemudi sambil menyanyikan lagu-lagu riang di perjalanan menuju taman tempat kita akan beripiknik."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 23, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Wonwoo DiaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang