Part 3

3.7K 221 12
                                    

'Rasa curiga'

Paginya, Reova terbangun karena sinar matahari menelusup ke celah-celah lubang ventilasi.

Dilihatnya Alexa sudah berpakaian dengan lengkap dan akan meninggalkan ruangan itu dengan tertatih karena selangkangannya pasti masih belum terbiasa dengan benda miliknya yang ada di antara kedua pahanya. Saat tangan Alexa menyentuh gagang pintu, Reova membuka mulutnya, "Mau gue anter?"

Detik berikutnya Reova mengutuk ucapannya yang keluar tanpa permisi. Bagaimana mungkin dia mengantar seorang... Umm... Wanita malam?

Reava menoleh dan membuka mulutnya, "Nggak perlu. Makasih tawarannya." Ucapnya pelan, lalu menghela nafas dan terdiam sejenak.

"O-oke... Hati hati." Sekali lagi Reova merutuki perkataannya, kali ini dia juga menepuk bibirnya yang lancang mengeluarkan kata kata yang tidak perlu ia keluarkan, karena Alexa hanyalah seorang wanita malam yang kebetulan... Perawan.

Tapi baginya itu bukanlah masalah besar. Walaupun masih tersegel, Alexa tentu tau peraturan disini -tidak hanya disini saja, di semua klub malam-harus meminum obat pencegah kehamilan. Ya, dia pasti tau itu untuk mencegah hal hal yang tidak diinginkan kedua belah pihak.

Saat Reova terlarut dalam pikirannya tentang 'mencegah hal hal yang tidak diinginkan', Reava menatap Reova yang tubuhnya tertutup selimut tebal berwarna putih dari pinggang ke bawah. Terangnya pencahayaan kamar pada pagi hari membuat tubuh Reova yang terpampang terlihat jelas. Otot lengannya sudah terbentuk, dan dadanya lapang dan bidang, dan... Reava memerah saat menatap perut Reova yang membentuk enam kotak, eumm.. sixpack.

"Ekhm..." Reova yang telah sadar dari lamunannya mendapati Alexa menatap tubuhnya dengan tatapan takjub. Dia ingin tertawa, tetapi ditahannya saat wajah Alexa memerah dan pandangannya tertuju pada satu titik. Reova melihat arah pandang Alexa dan itu tertuju pada perutnya. Reova menggigit bibirnya menahan gelak tawa. Sungguh wanita malam yang polos.

"Ma-maaf." Ucap Reava.

"Kenapa ngelihatin gue dari tadi? Terpesona ya sama badan gue?" Ucap Reova dengan percaya diri. Reava menunduk dengan wajah memerah. Dirinya merutuki pandangan matanya serta pipinya yang mudah sekali berubah warna menjadi merah.

"Salah sendiri dia punya badan gitu." Ucapnya pelan bermaksud menyalahkan Reova, dia benar benar tidak ingin disalahkan dalam situasi ini.

"Salah lo yang liat kesana sini, bukan malah keluar. Ini tuntutan pekerjaan, gue harus punya badan gini." Ucap Reova santai sambil duduk. Dia menghadap kearah Reava, "Jangan suka ngoming sendiri, Ntar yang ada lo dikira orang gila." Lanjut Reova.

"Hhh... Terserah lo aja ya kalo itu masalah pekerjaan atau apa, gue gak peduli." Ucap Reava dengan keras.

"Lo gak usah nyembunyiin kalo lo sebenernya malu udah terpesona sama gue." Kata Reova yakin. Wajah Reava berubah merah karena marah dan kesal. Sikap Reova yang terlalu percaya dirilah yang menyebabkan dia naik darah.

"Huh... Gue bilang gak ya gak. Percaya diri banget." Ucap Reava sambil membuka pintu kamar itu. "Gue pergi. Bye." Tukasnya.

"Halah... Dalam hati lo pasti seneng bisa ngobrol sama artis kayak gue." Ucap Reova cepat sesaat sebelum Reava menutup pintu.

Reava berjalan menuju ke ruang khusus pekerja malam yang semalam digunakannya untuk menyimpan pakaiannya. Dia tersenyum kecil saat mengingat dia bisa berbicara sedekat itu dengan Reova Julian.

Sementara itu, Reova masih terduduk di tempat itu dan melamun. Dia menyentuh dadanya tak tidak tertutupi apapun. Terasa debaran demi debaran disana berdetak lebih cepat.

Reova & ReavaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang