Duduk dan merasakan sendu dalam keheningan malam, membawaku kembali pada ingatan tentang kamu.
Aku yang sebelumnya telah melakukan segala cara agar benar-benar bisa melangkah pergi meninggalkanmu dan melupakan semua yang pernah terjadi kini kembali seperti si bodoh. Seolah semuanya tak pernah berarti apa-apa bagiku. Padahal faktanya, kamu sangat mampu merubah warna hari-hariku.
Ingatanku melayang pada saat-saat kau begitu memperhatikanku, mencurahkan seluruh perhatianmu dan semua kata-kata manis yang begitu kupercaya. Sampai-sampai aku lupa bahwa ungkapan tak selamanya sejalan dengan hati.
"Cinta itu seperti layangan. Jangan pegang terlalu erat, karena akan menyakiti kamu. Namun jika kamu tak memegangnya dengan betul, ia akan lepas dan terbang terbawa angin jauh meninggalkanmu."
Hingga tiba saatnya kamu mulai menemukan kesibukan baru dengan seseorang yang baru, kamu perlahan menghilang dan aku hanya bisa bertanya-tanya dimana letak kesalahanku. Dan saat kamu berkata aku bukanlah prioritasmu lagi, aku sadar itu adalah suatu tanda bagiku untuk perlahan mengundang jarak di antara kita.
Aku lupa, sungguh lupa. Dulu sekali, kamu telah mengingatkanku untuk tidak pernah menggantungkan harapanku padamu. Namun, seiring dengan perasaan itu, aku justru semakin berharap dan tanpa kusadari aku sudah jatuh terlalu dalam. Tidak menyiapkan langkah apapun agar aku siap ketika kamu pergi.
Beberapa kali kita berhubungan kembali, dan dalam malam-malam yang aku lalui aku mendoakan agar yang terbaik dapat terjadi untuk kamu dan untukku. Kamu itu seperti candu bagiku. Aku butuh kamu yang mampu mewarnai hidupku, namun disatu sisi kehadiranmu membawa duka dan luka yang tertoreh di hatiku.
Kamu adalah kesalahan termanisku. Aku yang salah karena telah mencintai kamu dan karena sudah terlalu berharap. Kamu tau aku sebut apa semua ini? Karma
Karma karena aku telah meninggalkan dia yang mencintaiku sepenuhnya hanya demi kamu yang bahkan tak peduli dengan keberadaanku.
Dan hari ini, kamu kembali. "Tolong berikan aku kesempatan kedua," katamu. Aku yang bodoh mengira pesan tanpa tujuan itu ditujukan untukku.
Aku menunjukkanmu sahabatku. Kalian menjadi dekat, dan aku menjadi dia yang terlupakan. Sakit? Sudah tidak lagi.
Kamu tau apa yang membuatku mampu menahan sakit? Aku pun tak tau alasan jelasnya. Aku hanya mencoba untuk tersenyum dan menunjukkan sisi terkuatku. Bukan untuk berpura-pura, namun untuk menahan getir di hati. Pahit memang, tapi tak apalah.
Melihat kamu dan dia bahagia, itu sudah lebih dari cukup untuk meyakinkanku bahwa aku memang seharusnya pergi.
Kalau boleh aku jujur, berat untuk melupakanmu. Tapi aku tak bisa terus-menerus menangisi seseorang yang tidak dijalankan untukku. Bahkan mungkin seseorang yang tak peduli sama sekali padaku.
Dan satu lagi perkataanmu, "Jangan paksakan sesuatu karena tidak akan menghasilkan akhir yang indah."
Ya, aku memang masih mengingat semua ucapanmu. Namun aku harus meninggalkanmu. Bukan karena aku tak sayang lagi, namun karena cinta tak semain-main itu. Kamu layak mendapatkan yang lebih baik dariku dan aku rasa aku cukup pantas untuk menerima sedikit kebahagiaan.
Tertanda,
Pengagummu.
YOU ARE READING
Sajak Kecil Untukmu
Short StoryIni hanya sebuah sajak yang menceritakan sedikit dari berbagai perasaan yang telah hadir menemaniku di dunia ini selama aku hidup.