Part 19 - Kenyataan Pahit

2.5K 184 4
                                    

Acel POV

Perlahan-lahan gue membuka mata, cahaya dari tirai yang terbuka menyambut dengan hangat. Gue masih ingat ini di rumah sakit, namun ruangannya berbeda dari yang kemarin.

Gue melihat mimom yang berdiri tepat disamping gue, wajahnya yang memancarkan kelelahan membuat gue berpikir bahwa mungkin mimom lelah karena menjaga gue.

"Masih sakit? Disebelah mana?" tanyanya dengan lembut dan hanya gue jawab dengan gelengan kepala. "Haus?" gue pun mengangguk.

Setelah gue meminum air yang diberikan mimom, gue mengedarkan pandangan untuk mencari seseorang. "Rayhan mana mi?"

Mimom terdiam, nampak seperti orang kaget. "Rayhan gak pernah kesini Cel."

"Gak mungkin mi, Rayhan pasti kesini. Iya kan?"

"Enggak Acel."

Gue memalingkan kepala, menatap keluar jendela. Tiba-tiba pintu terbuka, nampak seorang perempuan seumuran gue masuk sambil meneteng kantong plastik berwarna putih.

"Pagi Acel, liat nih gue bawa apaan." ucap Nicla sambil meletakkan kantong plastik berwarna putih itu di meja.

Gue menatap Nicla. "Rayhan nanyain gue ke lo nggak?"

Nicla mengkerutkan alisnya, melihat mimom dengan tatapan meminta jawaban. "Eng..enggak kok, kenapa?"

Gue terdiam.

"Sebegitukah gak pedulinya Rayhan ke gue?"

Mimom keluar dan sekarang hanya tersisa gue dan Nicla yang berada diruangan ini. Nicla duduk disamping gue, lalu memberikan roti keju kesukaan gue.

"Nic, siapa yang nabrak gue kemarin?" tanya gue sambil memakan roti pemberian Nicla.

"Hmm.. Ray-"

"Rayhan? Gak mungkin kan?" Sergah gue dengan wajah tidak percaya.

"Iya Cel, Rayhan yang nabrak lo. Tapi dia langsung kabur gitu aja." ucap Nicla berbohong.

Gue menggeleng dengan cepat. "Gak mungkin Rayhan sejahat itu sama gue, gak mungkin kan Nic? Bilang ke gue kalo ucapan lo barusan itu gak mungkin." gue meneteskan airmata. "Tapi kemaren gue lihat Rayhan Nic."

"Mungkin lo mimpi Cel, kan lo sempet koma."

"Enggak Nic, gue lihat Rayhan nyium tangan gue tadi subuh. Dia duduk ditempat lo ini."

"Itu gue Acel." ucap seseorang yang barusan masuk, Gintar.

Gintar tersenyum sambil berjalan mendekat ke arah gue dan Nicla, gue membalas senyumannya.

"Gue gak salah lihat dan denger kan? Yang gue lihat tadi itu Rayhan dan suaranya juga suara Rayhan."

****

Sekarang sudah pukul 5 sore, hari mulai menggelap dan matahari menghilang meninggalkan bumi. Ruangan ini nampak sepi, mimom dan Nicla pergi ke kantin rumah sakit, sedangkan Gintar pamit untuk pulang sebentar.

Tiba-tiba gue ingin sekali menyalakan tv, mungkin dengan melihat tv gue bisa menghilangkan sedikit rasa suntuk ini. Gue menegakkan tubuh mencari remot, dan gue menemukannya diatas sofa.

Gue memindahkan kaki untuk turun ke bawah, tapi kaki gue mendadak kaku dan mati rasa. Gue mencoba sekali lagi namun hasilnya nihil, tetap sama tidak bisa digerakkan.

Gue menggeleng dengan cepat, mengusik pikiran buruk yang datang secara tiba-tiba. "Enggak mungkin kan? Gue coba sekali lagi deh."

Eghhh..

Rasanya tidak ada, tetap kaku dan gue tetap tidak bisa merasakan apa-apa. Dengan cepat gue membuka selimut, lalu memaksakan kaki gue bergerak.

"ENGGAK!?!!! GAK MUNGKIN!?" gue berteriak histeris.

"AKHHHH.... GAK MUNGKIN GUE LUMPUH." gue menangis sambil memukul kaki gue. "MIMOMMM.. NICLAA.."

Suara pintu terbuka dengan cepat, mimom dan Nicla berlari menghampiri gue yang menangis histeris. Mimom menangkup wajah gue, terlihat mata mimom juga ikut menangis. Nicla menggelengkan kepalanya sambil menangis juga, tangannya mengusap bahu gue pelan.

Dengan cepat mimom memeluk gue. "Yang kuat ya nak, mimom percaya Acel kuat."

Perkataan mimom membuat hati gue tertohok, ribuan batu terasa jatuh tepat di kepala gue, paru-paru gue terasa terhimpit oleh sebuah benda. Gue menggeleng dengan cepat, pikiran buruk yang sedari tadi gue pikirkan sekarang menjadi nyata.

"A..Acel.. lumpuh mi?" tanya gue sesegukan. "Apa salah Acel mi? Bilang ke Acel. Kenapa tuhan biarin Acel lumpuh mi? Apa Acel gak pantes buat jalan lagi?"

"Acel anak baik, setelah ini Acel bakal sembuh. Percaya sama mimom ya nak." mimom membelai rambut gue pelan lalu membantu gue merebahkan tubuh untuk kembali tidur.

Nicla pergi keluar dengan terburu-buru memanggil suster, tidak lama suster pun masuk ke dalam kamar sambil membawa obat-obatan.

Suster menyuntikkan sesuatu ke lengan kiri gue. "Setelah Acel pulih, dia bisa ikut teraphy ya bu." ucap suster itu pada mimom.

Mata gue mengantuk, lalu gue tertidur tanpa memperdulikan keadaan. Gue lelah dengan semuanya, kemaren gue baru berada ditempat indah namun sekarang dunia kembali datang menghancurkan gue.

!!PART INI SUDAH DIREVISI!!
VOTE, COMMENT AND STAY READING SAMPE AKHIR.

-Awangle
110117

Secret Love √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang