Chapter 8 ✔️

1.2K 111 4
                                    

Chapter 8

........

Di UGD rumah sakit, suasana terasa berat. Tak ada yang bisa berbicara banyak karena ketegangan yang masih terasa. Namun, di kepala Jihae—semua kenangan yang pernah terpendam mulai bangkit kembali. Semua perasaan, rasa sakit, kemarahan, dan kebahagiaan yang dulu pernah ia rasakan bersama Taehyung dan Jungkook mulai memenuhi pikirannya. Dalam ketidaksadarannya, sosok Jihae yang lama telah terkubur seolah bangkit kembali.

Ingatan akan masa-masa indah bersama Taehyung hingga Jungkook, saat-saat di mana mereka berbagi tawa dan cinta, hingga kenangan pahit yang terjadi setelah tragedi itu, semuanya mengalir seperti kilas balik yang tak bisa dihentikan. Jungkook dan Taehyung—dua orang yang pernah begitu dekat dengan hatinya—tiba-tiba memenuhi setiap ruang pikirannya.

...

Suasana tegang mulai mereda sedikit setelah dokter menyampaikan kabar bahwa Hana dan Hani akan pulih. Ibu mereka, yang sejak awal tampak begitu cemas dan gelisah, kini duduk di samping tempat tidur kedua putrinya dengan wajah penuh kelegaan, namun air mata masih mengalir di pipinya. Tuan Kim berdiri di belakangnya, tangannya dengan lembut menyentuh bahu istrinya, mencoba memberikan ketenangan meskipun hatinya sendiri dipenuhi kegelisahan.

Yoongi, yang segera datang setelah mendengar kabar bahwa Hani terluka, duduk di samping tempat tidur Hani. Ia menatap kekasihnya yang terbaring tak sadarkan diri, memegang tangannya erat. Wajahnya penuh rasa bersalah, meskipun ia tak tahu sepenuhnya apa yang terjadi. “Syukurlah mereka baik-baik saja,” katanya pelan, suaranya dipenuhi rasa lega.

Di samping tempat tidur Hana, ibunya tampak tak henti-hentinya berdoa agar semuanya baik-baik saja. Dia menangis melihat kedua anaknya terluka, tidak tahu apakah semua keputusan yang mereka ambil adalah yang terbaik. Pikirannya berputar, menyesali setiap keputusan yang membawa mereka kembali ke Korea.

Tuan Kim, yang masih berada di samping istrinya, tampak terdiam. Namun jauh di dalam hatinya, rasa takut dan waswas terus menghantuinya. Dia tahu ada sesuatu yang lebih besar yang akan datang. Masa lalu yang mereka coba sembunyikan selama ini seolah perlahan kembali menghantui mereka.

Yoongi, sementara itu, berusaha tetap tenang meskipun hatinya bergejolak. Melihat Hani dalam kondisi ini membuatnya tak tenang. Namun, dia tak tahu bahwa di dalam Hani, ingatan tentang masa lalu Jihae telah bangkit, dan mungkin akan membawa konsekuensi yang jauh lebih besar daripada yang dia bayangkan.

.
.
.

Di ruang kerja yang sunyi, Tuan Park merasakan pusing yang semakin hebat menghampirinya. Kepalanya berdenyut-denyut, namun ia tetap berusaha menahan rasa sakit itu dengan keras kepala, enggan menunjukkan kelemahan di depan asistennya. Asisten pribadinya, seorang pria yang setia dan telah bersama Tuan Park selama bertahun-tahun, tak bisa menahan diri untuk bertanya, “Tuan, apakah Anda baik-baik saja? Anda terlihat pucat.”

Tuan Park hanya mengangguk, mencoba meyakinkan bahwa dirinya baik-baik saja, meskipun jelas terlihat dari wajahnya bahwa tubuhnya sudah diambang batas. Dia menolak istirahat, merasa masih ada banyak hal yang harus ia selesaikan—terutama setelah menerima informasi tentang kemungkinan Jihae masih hidup.

Asisten pribadinya menghela napas, memahami bahwa tidak ada gunanya memaksa Tuan Park beristirahat. Dia kemudian beralih pada tugas penting lainnya—melaporkan informasi terbaru tentang gadis kembar yang mirip Jihae. "Tuan Park, saya berhasil menemukan informasi lebih lanjut tentang kedua gadis kembar itu," katanya sambil membuka folder berisi dokumen dan beberapa foto. "Mereka adalah putri dari seorang pria bermarga Kim, seorang pengusaha asal Paris yang memutuskan untuk memindahkan kantor pusat bisnisnya ke Korea."

Tuan Park mendengarkan dengan tenang, meskipun rasa lelah semakin menguasai tubuhnya. Asistennya melanjutkan, “Tuan Kim adalah mitra bisnis dengan seseorang bermarga Min. Mereka membangun bisnis besar di Paris sebelum memutuskan untuk memperluas dan memindahkan kantor pusat mereka ke Korea.”

Ketika asisten itu membuka beberapa foto yang ia dapatkan dari informan terpercaya, dia melanjutkan, “Istri Tuan Kim cukup tertutup, tetapi saya berhasil mendapatkan beberapa foto lama yang mengaitkan keluarganya.”

Saat Tuan Park melihat foto-foto itu, seluruh tubuhnya membeku. Nafasnya seketika memburu, jantungnya berdegup kencang, seolah-olah setiap potongan masa lalu yang telah lama terkubur mulai membanjiri pikirannya. Dalam foto itu, wajah wanita yang pernah ia kenal begitu baik—mantan istrinya, Shin Jiah—tersenyum bahagia. Bersama dengan Tuan Kim dan kedua anak kembar yang mirip dengan Jihae.

"Jiah..." suara Tuan Park bergetar, nyaris tak terdengar. Mata tuanya mulai berair, dan tanpa disadari tubuhnya semakin melemah. Asistennya yang melihat Tuan Park mendadak pucat, mencoba mengulurkan tangan untuk menolong, tetapi sudah terlambat.

Rasa sakit di dada yang selama ini ia tahan, emosi yang terpendam selama bertahun-tahun, meledak begitu saja. Tuan Park, pria yang biasanya tangguh dan selalu tampak tenang, akhirnya menyerah pada rasa sakit itu. Tubuhnya terjatuh dari kursinya, tak sadarkan diri.

“Tuaan! Tuan Park!” teriak asistennya panik, bergegas memanggil bantuan medis. Perasaan bersalah memenuhi dirinya, karena ia tak menyangka bahwa informasi yang ia sampaikan akan memiliki dampak sebesar ini pada Tuan Park.

Saat para staf medis perusahaan bergegas datang, suasana ruang kerja yang biasanya penuh ketegangan bisnis, kini dipenuhi oleh kecemasan. Asisten pribadinya hanya bisa melihat dengan khawatir saat Tuan Park dibaringkan di tandu dan dibawa ke rumah sakit dengan cepat, tak pernah menyangka bahwa penyelidikan tentang kedua gadis kembar ini akan membuka luka lama yang begitu dalam dan menghancurkan hati Tuan Park begitu rupa.

-
-

Jimin bergegas ke rumah sakit dengan napas terengah-engah, dadanya penuh sesak oleh kekhawatiran. Saat memasuki ruangan di mana ayahnya dirawat, pemandangan yang ia saksikan membuat hatinya semakin berat. Pria tua yang dulu begitu kuat dan tegar kini terbaring tak berdaya, dipenuhi alat medis yang menempel di tubuhnya. Wajah Tuan Park pucat, matanya terpejam, dan napasnya pelan-pelan.

Jimin berdiri di samping tempat tidur, perasaan bersalah dan putus asa memenuhi dirinya. “Ayah…,” bisiknya lirih, meskipun ia tahu ayahnya tak bisa mendengar. Setiap detik yang berlalu terasa semakin menyakitkan baginya. Ia menyadari bahwa keluarganya telah melalui begitu banyak penderitaan, dan seolah semua itu terjadi karena dirinya. Namun, dalam hatinya, Jimin juga merasa bahwa tak ada yang bisa ia lakukan untuk memperbaikinya. Rasa lelah bukan hanya di tubuhnya, tapi juga di dalam jiwanya.

Tak lama, asisten pribadi Tuan Park memasuki ruangan dengan membawa sebuah file. Wajahnya tampak ragu dan penuh penyesalan saat ia mendekatkan diri pada Jimin. “Tuan Jimin,” panggilnya pelan. Jimin menoleh, dan asistennya menyerahkan file dokumen yang tadi diberikan kepada ayahnya. “Ini... informasi yang mungkin anda dan Tuan Park butuhkan. Saya rasa Anda perlu melihatnya.”

Jimin mengambil file itu dengan tangan gemetar, membuka halaman-halamannya satu per satu. Di sana, ia menemukan berbagai informasi tentang Tuan Kim, ayah dari gadis kembar yang mirip dengan Jihae, serta foto-foto lama yang mengungkapkan lebih banyak daripada yang pernah ia bayangkan. Ketika Jimin sampai pada halaman yang menampilkan wajah mantan ayahnya, Shin Jiah, perasaannya semakin hancur. Pikirannya mulai berputar-putar.

"Jadi... selama ini...?" Jimin merasa kepalanya penuh, dan dia tak sanggup melanjutkan membaca lebih jauh. Segala sesuatu terasa semakin berat. Beban yang sudah lama ia bawa di punggungnya kini semakin menekan, membuatnya nyaris tak sanggup berdiri.

Dia merasa semakin lelah. Tidak hanya fisiknya yang hancur karena kesibukan dan kekhawatiran, tapi juga batinnya yang tergerus oleh penyesalan dan rasa bersalah. Semua kejadian ini menumpuk dalam hidupnya seperti gunung yang tak terjangkau, dan dia berada di titik di mana ia tidak tahu harus berbuat apa lagi. Di tengah ruangan yang sunyi, hanya terdengar suara alat-alat medis yang terus bekerja, berjuang mempertahankan hidup ayahnya yang kini di ambang batas.

To be continued....

Mianhae (미안해) 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang