Bergamot

9.9K 958 358
                                    

"A-aku nggak sanggup lagi, Ji," kataku pada Panji setengah terisak. Sementara itu, suara Panji di seberang sana masih berusaha menenangkan dan membujuk untuk memikirkan ulang permintaanku tadi.

"Mereka keterlaluan, Ji. Mereka melakukannya di rumah! Di kamar kami! Dan aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri."

Sopir taksi yang membawaku pergi ini, mulai melirikku cemas dari kaca spion tengah. Sepertinya beliau khawatir denganku yang mulai menangis histeris.

"Aku sahabatmu, bukan klienmu, Ji. Tolong bantu aku melayangkan gugatan cerai untuk Mas Sam."

Aku mengabaikan segala ucapan Panji dan segera mengakhiri panggilan setelah dia mengucapkan salam. Aku tahu, Panji tidak mungkin tega menolak karena selama ini dia juga tahu perilaku Mas Sam di belakangku.

"Non, nggak apa-apa?" tanya sopir taksi itu pelan. Mungkin beliau sedikit canggung karena tadi aku sempat menangis histeris.

Aku mengangguk dan tersenyum samar, "Nggak apa-apa, Pak. Maaf, tadi saya mengganggu konsentrasi Bapak."

Kini malah giliran sopir itu yang tersenyum, "Saya nyalakan radionya ya, Non. Siapa tahu kalau mendengarkan musik bisa lebih tenang."

Beliau mulai menyalakan radio dan mencari frekuensi yang tepat.

Kamu berbohong, aku pun percaya*

Kamu lukai, ku tak peduli

Coba kau pikir, di mana ada cinta seperti ini

Aku mendecih pelan mendengar lagu ini. Lagu ini seperti mencemoohku dengan segala kebodohan yang pernah aku lakukan untuk mempertahankan pernikahanku dengan Mas Sam.

Kau tinggalkan aku, ku tetap di sini*

Kau dengan yang lain, ku tetap setia

Tak usah tanya kenapa, aku cuma punya hati

Aku semakin miris mendengarnya. Cinta memang membutakan mata dan menulikan telingaku. Menolak segala fakta yang aku tahu tentang tindakan Mas Sam di belakangku.

Cih! Batas antara setia dan bodoh itu amat tipis.

***

Aroma segar mint dan bergamot menguar dan melingkupi indra penciuman saat aku membuka mata. Aku melihat sekeliling, sepertinya aku ada di klinik kantor.

"Kamu udah sadar?" tanya seorang pemuda berkemeja slim fit putih, yang aku ingat bernama Samudra. Dia duduk di kursi dekat kasur seraya memainkan ponselnya.

Dia meletakkan ponselnya lalu membantuku yang sedang berusaha duduk.

"Maaf ya, tadi mereka keterlaluan ngerjain kamu. Kami nggak tahu kamu fobia laba-laba," ucapnya dengan nada benar-benar menyesal.

Ah, aku ingat. Ini hari pertamaku bekerja sebagai cost controller di salah satu perusahaan multinasional.

Setelah pihak HR memperkenalkan dan meninggalkanku di divisi ini, seorang gadis yang tampaknya sebaya denganku, memberi kotak kecil yang katanya hadiah untuk pegawai baru.

Aku terkejut saat membuka kotak yang yang ternyata isinya seekor laba-laba hidup berukuran besar. Tiba-tiba saja sendi-sendiku melemah dan pandanganku mulai mengabur.

Sebelum aku benar-benar jatuh pingsan, aku dapat mengingat aroma itu. Aroma sesorang yang menangkapku sebelum aku ambruk. Aroma mint dan bergamot yang begitu kuat menguar dari tubuhnya, sehingga aku tidak akan pernah lupa jika mencium aromanya sekali lagi.

BergamotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang