Part 3: The First 'War'

1.1K 36 8
                                    

Multimedia: Rein Einstolf. Kira-kira begitulah Rein, tapi rambutnya agak panjang dan biasanya terurai. Dan dia nggak pakai make up. Penampilannya sebenarnya lebih berkesan pendiam dan alim. Dan juga, dia pakai kacamata ber-frame biru-hitam.

***

"House of Mystery"

Part 3

Oh, tidak. Drey masih tidak bisa mempercayai semua ini. Memang, ia suka hal seperti ini, tapi―sudahlah. Yang terpikirkan olehnya sekarang hanyalah bagaimana cara menyelamatkan Jonathan yang tengah disandera. Tapi, untuk pertama kalinya, ia merasa takut ketika melihat sebuah makhluk hidup―yaitu makhluk aneh yang menyerupai iblis di hadapannya. Teman-temannya juga sepertinya sedang ketakutan karena iblis ini.

Drey melihat sang iblis mengisyaratkan pasukannya yang seluruhnya bersenjatakan pedang dan pistol untuk maju. Mereka semua menjadi panik.

"Uhm... Sebaiknya apa yang kita lakukan?" tanya Hans dengan polosnya.

Joseph menoleh ke arahnya.

"Apa kau bercanda?" ucapnya setengah mengejek, lalu  mengangkat sebelah alisnya dan tersenyum sarkastis. "Dude, ini waktunya untuk mempraktekkan latihan kita. Akhirnya kita menemukan kegunaan latihan itu."

Drey melihat ke arah Joseph, lalu ke depan.

"Baiklah, seperti biasa, aku yang memimpin saja. Joseph, amankan Jashon, lalu bantu kami. Dan sisanya, kalian tahu strategi apa. Hindari serangan mereka, tendang mereka, rebut senjatanya, lalu serang." ucap Drey, memasang kuda-kuda. Sementara pasukan berpedang sudah mendekati mereka. Joseph langsung mengamankan Jashon dengan menyembunyikannya di jalan terowongan yang lain.

Ya, terowongan bawah tanah itu bercabang, dan mereka juga baru menyadari bahwa mereka sudah sampai di ujung terowongan―di sana hanya ada 'ruangan' besar yang tidak terbentuk atau digali dengan rapi, namun tetap ada lantai dan langit-langit. Tapi, ruangan tersebut tidaklah terlalu luas untuk bertarung.

Baiklah, kembali ke cerita. Drey dengan gesit dan lincah menghindar serangan oleh satu pasukan yang bersenjatakan pedang. Ia hanya terpikir untuk mengambil pedang itu, dan lagi pula, ia tidak begitu buruk dalam sword-fighting. Dan juga, sebisa mungkin, ia tidak boleh takut sekarang. Ia harus fokus.

Setelah beberapa saat, akhirnya sang pasukan lengah. Drey tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Ia langsung menendang perut si pasukan yang malang itu sampai jatuh, lalu merebut pedangnya dan hendak menikam sang pasukan―

Namun, tangannya kaku dan tidak bisa digerakkan.

Tidak, tidak ada yang menyentuhnya ataupun mengganggunya melakukan ini. Drey sudah menduduki badan pasukan yang kehilangan senjatanya dan tak berdaya itu, dan Drey sudah memegang terbalik pedangnya, mengarahkan benda tajam itu ke jantung si pasukan. Ia hanya perlu menusuk dada pasukan itu.

Tetapi, ia tidak bisa. Ia ingin, tetapi tidak bisa. Hati nuraninya menahannya melakukan ini. Ia tidak seharusnya membunuh. Ini bukan hal yang benar.

Tidak, tidak, musuh selalu ada, dan harus dibasmi, dengan... membunuh.

Ya. Membunuh.

Baiklah.

'Ayolah, Drey, apa yang kau tunggu?' tanya Drey pada dirinya dalam hati. Ternyata, ia masih tidak bisa. Ia tidak sanggup melakukan dosa berat itu.

Ayolah, Drey! Engkau hanya sedang mencoba untuk bertahan hidup.

Ah... Ya. Tentu saja. Bertahan hidup. Bukan salahnya ia diserang di sini, saat ini.

House of MysteryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang