Surat dari Awan

41 4 3
                                    


"Entar sore Wiwi ke rumah, ya? Tut tut tuuutt...." tiba-tiba sambungan telepon terputus. Bukan masalah jaringan, pulsa Mulan sudah tak mencukupi. "Huft, paling gak suka kalo dah kek gini!" Gerutu Wulan melempar hapenya ke arah kasur. Wulan pun ikut melempar menjatuhkan tubuhnya ke arah kasur tidur nan empuk itu. Wajahnya terlihat cemberut. Pasalnya, baru selang satu menitan teleponan dengan sahabatnya, Widya, pulsanya sudah duluan habis. Rupanya Mulan lupa mengisi ulang pulsa sebelum menelpon Widya.

"Lan. Laaan. Mukanya jangan dicemberutin gitu. Muka udah jelek malah dijelek-jelekin," Widya merayu Mulan yang sedang merajuk.

"Gak mau! Wi jahat. Orang mau curhat juga malah di-pehapein. Hutf. Udah, Mulan mau tidur aja!" ambek Mulan sambil menutup wajahnya dengan bantal, sepertinya Mulan sedang ambek-manja pada Widya. Memang, Widya sudah seperti saudara Mulan, mereka sudah bersahabat sejak masih TK. Dan sampai saat ini, hanya Widya yang jadi satu-satunya tempat curahan hati Mulan. Jadi wajar tingkah Mulan sangat manja pada Widya.

"Lan, kalo gitu Wiwi pulang ya? Mulan kalo udah ngambek gitu pasti kek anak kucing. Udah, Wiwi pulang."

"Wiiiiiii!" teriak Mulan sembari keluar dari kamarnya, "Wi, maafin Mulan. Wiwi sih pehapein Wulan."

"Widih. Gini nih kalo orang masih belum bisa move-on bawaannya baper mulu. Cupcup. Udah ... udah, semua udah berlalu kok. Jangan galau gitu ah. Gak baik!"

Setelah dua tahun lulus kuliah. Widya dan Mulan belum terpisahkan. Selain jarak rumah mereka terbilang dekat, mereka pun kini sekantor di salah satu perusahaan swasta. Mereka berdua sangat dekat. Sudah seperti saudara kandung. Namun dua tahun belakangan ini pun Mulan tak hentinya berkeluh kesah pada Widya. Beruntung Widya adalah sosok sahabat yang sabar dan selalu memberi solusi bijak terhadap permasalahan Mulan, pun dirinya. Memang Mulan sosoknya dikenal sangat manja dan kekanakan. Kadang membuat Widya kewalahan namun kesetiakawanannya membuatnya tetap menemani Mulan dalam keadaan tersulit apapun.

"Move-on dong, Lan. Sampai kapan mau galau begini. Udah dua tahun lho, gak bosan galau terus? Wiwi aja bosan ama galaunya Mulan," ledek Widya, tertawa sembari menyemangati Mulan. Entah Mulan wanita seperti apa, di hadapan semua orang pun keluarganya ia tampak kuat dan tegar seakan-akan tak ada beban dalam dirinya. Kecuali pada Widya, Mulan sangat rapuh di hadapan sahabatnya itu, seperti orang yang tak punya harapan lagi.

"Entahlah, Wi. Rindu ini ... ah, Wiwi," Mulan memeluk Widya, air matanya tak terbendung lagi.

Malam penuh hening diiringi curahan-curahan Mulan mengungkit masa lalunya. Masa di mana tepat rindunya berkabung. Di mana lukanya tercipta.

"Untukmu....

Mulan,
semoga kelak kita tanpa luka. Tanpa tangis. Tanpa benci.

Cukup aku singkat, selebihnya kita pasti akan saling mengerti keadaan. Memahami apa yang telah ditentukan Tuhan. Bukan sebab kita berjarak. Bukan waktu memisah begitu lama.
Apa yang harus kupasrahkan selain menerima kehendaknya? Di sini, di ambang luka, aku menepis banyak luka pula. Sejak jarak memisah kita. Sejak waktu mengurung kita. Kini luka pun memisah dan membelenggu kita.

Hingga kini cintaku yang tanpa jeda perlahan menepis waktu. Sungguh aku sayangkan. Di tanah lahirku, telah kugugurkan cintamu. Tak kuasa menahan hasrat kedua waliku. Aku telah disandingkan dengan dara pilihannya. Dan apa yang menjadi pilihannya menundukkanku. Memasrahkanku menerimanya.

Aku laiknya pecundang. Bukan karena tanpa mencintaimu. Sungguh, berulang aku ungkap namamu, berkali-kali betapa tingginya inginku padamu. Pun aku kerap hendak menemuimu. Sekali lagi, aku tanpa daya. Harap kedua waliku bukan atasmu. Di suku adatku, tak ada suku lain mendarahdaging.

Mulan,
bukan pengertianmu yang aku inginkan. Aku hanya butuh ikhlasmu. Bersabarlah, pasrahkan segalanya. Dan kini aku hendak berijab bukan atas namamu. Perlahan kupantaskan cintaku pada ijabku, pada dara yang akan menjadi rusukku, sekalipun cintaku untukmu tanpa jeda, tanpa khianat.

Kala ini aku laiknya maaf yang tak hentinya terlafalkan lisanku. Maafku di ujung helaku. Mulan.

Dari yang bertahun-tahun kamu nanti di sela-sela jarak, pada letihmu di musim berganti.

Awan

di Tanah Melayu...."

Mulan sepertinya akan selamanya menyalin dan menyimpan isi surat dari Awan dalam memorinya. Awan memang bukan siapa-siapa Mulan. Awan hanya seorang pria yang juga kakak senior di kampus Mulan yang dulu pernah berjanji akan datang melamar jika Mulan bisa menunggunya, sebelum Awan kembali ke kampung halamannya. Mereka memang saling jatuh cinta namun mereka mampu membendungnya dengan sebuah janji yang berjarak.

***

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 28, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SURAT DARI AWANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang