Disclaimer © Tite kubo
(Saya hanya pinjam karakter-karakter yang ada di dalamnya saja)
Warning: Au, ooc, typo(s),
Jika tidak suka, silakan arahkan kursor ke sudut kiri atas,
dan
selamat membaca!
.*.
Aku dan ia terikat benang merah takdir. Dipertemukan untuk menjadi teman, kemudian dipisahkan. Namun, meski ikatan benang merah dapat renggang atau kusut, tetapi ikatan itu tidak akan pernah putus.
.*.
Gadis itu. Ia memerhatikan guru dengan serius dari pojok belakang. Ia berbeda dari gadis lainnya di kelasku. Pendiam, tak suka bergosip maupun bergurau, atau itu karena ia tak punya teman. Ia adalah murid baru, sekitar tiga bulan lalu ia bergabung di kelasku, menjadi salah satu anggotanya. Mungkin karena ia terlalu diam, makanya sampai sekarang belum memiliki kawan, bahkan saking pendiamnya mungkin tak ada yang ingat namanya, kecuali aku. Aku ingat namanya. Bukan karena namanya unik, atau wajahnya sangat cantik─di mataku ia terlihat biasa saja, tidak jelek, pun tak cantik, tapi menarik─tapi karena ... hum, aku tak tahu alasannya. Aku hanya mengingatnya begitu saja sejak ia menyebutkan namanya di hari pertama ia bergabung di kelasku.
Ah ya, ia mungkin memiliki kawan. Jenis teman yang sangat setia. Hanya saja kawannya bukanlah mahkluk hidup. Tapi berupa benda mati, yaitu kumpulan kertas-kertas yang digabungkan dan dijilid menjadi sebuah buku. Setiap hari gadis itu selalu membawa buku. Buku-bukunya tebal, menurutku halamannya pasti di atas 200 lembar. Benda yang sangat pas untuk menyambit atau memukul seseorang.
Sastra adalah mata pelajaran pertama kami pagi ini. Membosankan. Kenapa pula pagi-pagi aku harus mendengar ocehan Ochi-sensei tentang salah satu karya fenomenal Shakespeare. Lebih baik mendengar penjelasan mengenai fenomena alam daripada kisah cinta tragis Romeo dan Juliet, bahkan Hamlet masih lebih baik.
Di saat dua per tiga penghuni kelas hampir mati bosan, lain halnya dengan gadis itu. Ia terlihat bersemangat mendengar ocehan Ochi-sensei, yang membuatku ikut bersemangat─bukan untuk belajar tapi untuk memerhatikannya. Untung saja posisi dudukku berada di baris terjauh dari tempat duduknya dan berada di barisan tengah sehingga aku dengan leluasa mengamatinya.
Sekarang, ia mengangkat tangan, menjawab dengan lancar pertanyaan Ochi-sensei─yang entah apa, aku tak memerhatikan. Jawabannya benar, selalu benar. Bukan hanya di pelajaran sastra, tapi juga di pelajaran-pelajaran lainnya. Mungkin itu karena ia banyak membaca. Itu membuatku bertanya-tanya berapa tingkat intelegensinya? Apa ia sepintar Ishida, si peringkat satu di sekolahku? Atau lebih pintar lagi? Ah, yang pasti ia lebih pintar dariku.
Pelajaran demi pelajaran telah kami lalui. Sekarang bel pulang sudah berbunyi nyaring. Teman-teman sekelas sudah bergegas keluar; ada yang langsung pulang, pergi ke ruang klub untuk mengikuti ekskul, nongkrong di kafe bersama teman atau main di tempat lainnya, tapi ada juga yang sepertiku─tinggal di sekolah tidak untuk melakukan apa-apa, hanya karena aku belum ingin pulang.
Kulihat ia juga seperti yang lain, melangkah keluar kelas dengan terburu. Kuikuti langkah-langkahnya, tapi aku kehilangan jejak saat ia berbelok di koridor. Gadis itu menghilang, padahal aku berencana mengajaknya bicara. Sebenarnya, sudah lama aku berencana ingin menjadi temannya, tapi tak pernah kulakukan. Aku terlalu takut─atau mungkin gengsi─untuk menyapanya terlebih dahulu. Dan, ketika aku sudah memberanikan diri, ia menghilang. Hum, sepertinya aku harus mencoba lagi besok.
"Ichigo!"
Aku menoleh ketika mendengar namaku disebut. Di sana ada Ashido Kano, kakak kelasku, tengah melangkah mendekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pertama dan Terakhir (IchiRuki Fanfiction)
FanfictionAku dan ia terikat benang merah takdir. Dipertemukan untuk menjadi teman, kemudian dipisahkan. Namun, meski ikatan benang merah dapat renggang atau kusut, tetapi ikatan itu tidak akan pernah putus.