Merah dan Biru

49 0 0
                                    

Begitu cantik, memang, gadis yang ia sukai sejak duduk di bangku kelas sepuluh itu. Lilia D'Aria namanya. Gadis cantik yang memiliki mata teduh sebiru lautan, dan rambut hitam legam sepanjang punggung yang mengombak di akhir.

Gadis yang memiliki kulit seputih salju --oke, itu sedikit berlebihan, tapi kulitnya memang putih pucat dan begitu halus. Gadis dengan bibir ranum dan hidung mungil, laiknya boneka porselin.

Gadis berdarah campuran, Rusia-Indonesia yang sudah Yatim-Piatu dan menghidupi diri sendiri dengan pekerjaannya sebagai seorang penulis novel --ini rahasia, kata Lilia pada suatu waktu yang telah lalu. Seorang gadis yang begitu menarik perhatian setiap mata yang memandangnya.

Gadis yang... begitu rapuh. Seakan, bila ada tangan kotor yang menyentuhnya, ia akan terjatuh dan pecah berkeping-keping seperti boneka kaca yang dikotori niat jahat.

Ya, Lilia D'Aria adalah cinta pertamanya. CInta pertamanya yang tak pernah bisa ia gapai, sampai detik ini.

 ...

"Pagi, Ardo. Kita sekelas lagi ya? Mohon bantuannya, ya."

Pemuda dengan surai merah gelap tersebut hanya tergeragap ketika Lilia menyapanya dengan manis. Ia hanya mampu mengangguk dan tersenyum kikuk, membuat si gadis menatapnya geli bercampur heran.

"Um... sepertinya tak ada yang kukenal di sini... Bisakah... bisakah aku duduk denganmu, Ardo?" tanya Lilia, yang tentu saja, tanpa dipikir dua kali, diiyakan oleh Ardo.

Ah, betapa Lilia tak mengetahui degup jantung pemuda di sampingnya yang menggila hanya dengan sebuah senyuman kecil dari sang gadis Indo.

Kelas itu semakin ramai dan ramai lagi ketika satu per satu murid mulai masuk dan memenuhi penjuru kelas dengan celotehan bersemangat mereka. Dan semuanya langsung terburu-buru duduk di bangku masing-masing saat seorang guru wanita dengan wajah tegas memasuki ruangan kelas tersebut.

Absensi dimulai, nama-nama disebutkan dengan datar oleh sang guru. Sampai ia berhenti pada, "Lars Van Fritz Biaiardo."

"Kamu orang mana?"

"Eh? Ah, ayah saya ada keturunan Belanda, sedang Ibu saya separuh Italia, Bu."

Guru itu manggut-manggut mengerti. Ia melanjutkan, "Lilia D'Aria..." dan berhenti lagi.

"Lilia D'Aria?"

"Y-ya?" Lilia masih mengacungkan tangan, suaranya ragu. Ada apa dengan namanya?

"Rusia? Dan Italia?" dan Lilia mengangguk tanda paham.

"Ayah saya Rusia asli, dan Ibu saya orang Surabaya, beliau sangat suka dengan Italia, makanya nama saya D'Aria..."

Sang guru tersenyum dan berucap, "Merah dan Biru, ya? Menarik sekali, Biaiardo, D'Aria."

Dan absensi dilanjutkan dengan tanpa seorangpun di kelas itu mengerti apa maksud sang guru, kecuali dua remaja yang dimaksud, tentu saja.

Di akhir pelajaran, sang guru mengedip jahil pada Ardo dan Lilia, "Katanya Merah dan Biru itu jodoh, lho,"  tambah sang guru saat ia berjalan ke arah pintu di akhir pelajarannya.

--sebuah celetukan yang membuat Ardo tersedak dan Lilia merona sedikit. Tak ada yang tahu.

... To Be Continued ...

*Lilia : Kebiruan/Biru (Russian)

*Aria : Melodi (Italian)

*Lars : Larsen (Dutch, from Danish)*Fritz : Kebebasan (Danish)

*Biaiardo : Kemerahan/Merah (Italian)

Author's Note : Hai, saya Mmerleavy Ellesmerea. Baru kali ini menulis di Wattpad, biasanya di FFn sih. Eh, yah... saya tau nama mereka berdua terdengar aneh, tapi artinya bagus. Headcanon saya sih (...) Anyway, cerita ini nggak berhenti sampai segitu aja ya, masih ada chapter-chapter selanjutnya kok.

Merah dan BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang