Part 4

3.6K 212 18
                                    

'Surat menggunung.'

Reova duduk di bangku tempatnya biasa duduk. Dia meletakkan tasnya diatas mejanya dan menghembuskan nafas sebelum tangannya masuk ke dalam lacinya dan meraba laci tersebut. Dan sesuai tebakannya, ada sepucuk surat yang terbungkus rapi di dalam amplop putih.

Sejak dia kelas sebelas, dia sudah mendapat surat itu. Sebenarnya surat ini bukanlah satu satunya yang dia terima. Tentu saja dengan profesinya dan sekolah umum yang dipilihnya, dia mendapat puluhan surat setiap harinya. Tetapi yang ini berbeda. Semua yang mengiriminya surat selalu menyelipkannya di lokernya. Semua loker memang ada diluar kelas. Tidak ada satu pun murid yang berani masuk ke dalam kelasnya dan menaruh surat ke dalam lacinya.

Saat Reova mencoba bertanya kepada teman sekelasnya tentang siapa yang setiap pagi memasukkan surat ke lacinya, tidak ada yang menjawab. Tidak ada yang tau. Reova mengambil kesimpulan bahwa anak yang mengiriminya surat selalu datang pagi pagi sekali.

Dan satu lagi... Reova selalu membaca surat itu. Entah kenapa -berbeda dengan surat penggemarnya yang lain- Reova tergelitik untuk mengetahui isinya. Dan sejak itu, dia mulai membacanya rutin.

Dia menatap surat itu dan membukanya, seperti biasanya. Dan mulai membaca surat dari secret admirernya itu.

Dear Reova,

Hai Reova ^_^ good morning. Moga moga kamu baik baik aja.

Aku tau ini bukan yang pertama aku bilang, tapi aku fans berat kamu. Akting kamu bagus, aku suka. Aku tau aku gak lebih dari penggemarmu yang lain, tapi aku harap kamu menganggap aku penggemar nomor satumu, hehehe.

Akhir kata... (Apa banget) Semangat ya kalau belajar dan kerja. Ingat! Belajar itu kewajiban nomor satu. :D

With love,
Your biggest fans ♥

Reova tersenyum melihat isi surat -dengan tulisan rapi, yang Reova yakini sebagai tulisan perempuan- yang sangat absurd itu. Entah kenapa dia tetap menyukai isinya.

"Babang Reo... Ngelamun aja... Mandeng suratnya udahan dulu kali. Gue kan lebih ganteng dari surat itu. Tapi lo gak pernah mandengin gue segitunya." Ucap Devan sambil menjawil dagu Reova. Membuat Reova menhernyit jijik.

"Mampus deh lo, Re! Kena gatel gatel lo abis gini." Ucap Alan meledek Devan. Dengan cepat Reova mengusap usap dagunya seolah ada bakteri mematikan disana.

"Eh, lo! Enak aja gue dibilang bakteri. Emang elo, syuting di hutan mulu. Palingan lo tuh yang gatelan." Ucap Devan.

"Heh kutil, sembarangan lo. Emang gue pemain sinetron? Yang vampir vampiran sama serigala serigalaan itu? Enak aja. Gue gak syuting di hutan."

"Iya, lo gak serigala serigalaan. Kan hobi lo anjing anjingan tiap malem." Balas Devan mantap. Membuat beberapa anak lain di dalam kelas 12 IPA-2 mengalihkan perhatiannya kepada ketiga orang yang ada di bangku belakang.

"Heh! Mulut lo. Ini sekolah." Ucap Reova menengahi sebelum Alan membuka mulut untuk membalas ucapan Devan. Alan tetap bersikeras membuka mulutnya. "Mending gu---"

Tepat saat itu, bel sekolah berbunyi. Bel tanda pelajaran akan segera dimulai. Dengan -sangat- terpaksa, Alan duduk di tempatnya. Dia masih tidak terima dengan perkataan Devan. Sementara Reova hanya tersenyum tipis melihat tingkah sahabatnya dengan singgungan singgungan nyeleneh itu.

Beberapa saat kemudian, pelajaran selesai, dan berganti menjadi istirahat pertama. Pelajaran selanjutnya adalah seni keterampilan. Reova menepuk keningnya.

"Kenapa lo?" Tanya Devan melihat saat Reova menepuk jidatnya.

"Gue lupa bawa lem sama gunting. Kemarin dipinjem sama Sendy." Ucap Reova.

"Sendy adik lo?" Tanya Alan. Reova mengangguk. Sejenak ia berpikir, sebelum menjentikkan jarinya. Membuat perhatian kedua sahabatnya tertuju padanya.

"Gue rasanya punya gunting sama lem di loker gue." Ucap Reova.

"Lo yakin?" Tanya Alan. "Loker itu udah lama gak lo buka... Yakin mau lo buka?" Lanjutnya.

"Yah... Bantuin bersihin ya." Ucap Reova sambil nyengir. Dia melangkah keluar dan menuju ke koridor tempat loker ditata. Dia membuka pintu loker setelah merapalkan doa. Dan saat loker itu terbuka...

GUBRAKKK

Pintu loker lansung terbuka lebar karena tidak mampu menahan isi di dalamnya. Reova menghela nafasnya lelah. Doa yang ia rapalkan tidak berguna sama sekali. Lokernya tetap saja dipenuhi surat surat penggemarnya di sekolah ini.

Inilah alasan dia enggan menggunakan loker. Karena dia enggan membersihkan lokernya. Tapi sekarang, tumpukan yang mirip seperti gunung kecil terpampang jelas di depannya. Dan ada sekitar puluhan surat dan kertas yang masih ada di lokernya.

Untungnya ada gunting dan lem disana. Jika tidak, mungkin Reova sudah berteriak frustasi.

"Re... Gue bawa kantong kresek." Ucap Devan mengeluarkan sebuah kresek hitam besar.

"Ini pasti kurang buat nempatin surat surat ini." Ucap Alan.

"Yaudah gimana lagi, kita bolak balik aja beberapa kali buat buang suratnya." Devan langsung mengambil banyak surat dan kertas dalam genggamannya dan menaruhnya di dalam kresek itu. Setelah penuh, dia melangkah ke tempat sampah terdekat dan membuang isi kresek itu, lalu kembali lagi.

"Nih, gantian." Dia menyerahkan kantong kresek itu pada Alan. Alan melakukan tepat sepeti yang Devan lakukan.

Sebagian besar murid yang melihat menjadi patah hati. Terutama yang mengirimi surat pada Reova. Karena mereka melihat sendiri, idola mereka melihat tumpukan, oh bukan, melihat gunungan surat itu dengan pandangan ngeri, dan melihatnya membuang surat surat itu.

Setelah membuang semua surat itu, Reova merangkul kedua sahabatnya. "Thanks banget kalian mau bantuin gue. Gue traktir deh kali ini. Hitung hitung karena kalian udah baik ke gue."

"Yeay... Udah dirangkul, ditraktir lagi sama Bang Reova. Mimpi apa gue semalem." Reova buru buru melepas rangkulannya pada Devan.

"Lo menjijikkan." Kata Reova dan Alan bersamaan. Membuat Devan mendengus sebal.

Sesampainya di kantin, semua mata menatap mereka bertiga, tapi mereka tidak peduli. Karena sudah biasa.

Setelah menemukan tempat duduk di kantin, Reova menuju ke stand siomay bandung. "Mbak, siomaynya tiga ya, gak usah pake pare." Ucap Reova pada penjual siomay itu. A/n: pare itu semacam sayuran yang biasanya ada di siomay bandung. Rasanya pahit.

"Siap, Mas. Tunggu bentar ya." Dengan cekatan penjual itu menyiapkan siomay bandung.

"Mas, siomay bandungnya tiga. Gak usah pake pare ya. Sambelnya banyakin." Reova menoleh pada perempuan dengan tinggi sedagunya itu.

"Reava?" Panggil Reova spontan. Reava menoleh. "Hai." Balasnya sambil tersnyum.

"Artis makan ginian juga? Gue kira makanan kalian cuma yang udah dipastiin steril aja. Lagian, kebanyakan kacang bisa bikin kakak jerawatan, kan?" Ucap Reava. Reova mengangkat bahunya cuek. "Gue gak jerawatan tuh makan ini, temen gue juga enggak, dan lo juga gak jerawatan." Ucapnya. Reava hanya mengusap tengkuknya. "Iya juga sih." Katanya.

"Ini pesanannya, Mas." Ucap penjual itu. Perhatian Reova teralihkan dari Reava. Dia mengangkat nampan berisi mangkuk penuh siomay lalu pergi setelah membayar.

"Gue duluan, Re."

Yang dipamiti tampak kikuk. "E-eh... Iya, Kak." Kata Reava. Reova berjalan meninggalkan Reava. Sedangkan Reava hanya menatap punggung lebar dan tubuh tinggi Reova yang menjauh.

★★★★★★★★

Vote and comment yaa...:))

Callista

Reova & ReavaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang