Beautiful Breakup

146 15 15
                                    

Hello! Thank you for clicking on this story c:
Cerita ini ditulis untuk mengikuti event pertama di Graphicnesia huehehe
Selamat membaca! c:

● ● ●

          AKU masih bersandar pada tumpukan bantal di tempat tidur saat jam menunjukkan pukul sepuluh malam. Berarti sudah lewat satu jam sejak aku mendiamkan ponselku yang tergeletak di atas meja.

Aku menghela napas. Ini sangat menyiksa.

Saat berpikir bahwa sebaiknya aku cepat-cepat tidur saja, tiba-tiba layar ponselku kembali menyala dan menampilkan pop up suatu chat.

Sesaat aku ragu. Tapi kemudian menarik napas dalam-dalam dan dengan perlahan meraih ponselku.

Eliezer Pratama
Heidy?

Saat itu, rasanya udara di sekelilingku mendadak hilang dan perutku menegang. Aku tahu aku tidak bisa menunda hal ini lebih lama lagi.

Heidy Saira
Ezer

Heidy Saira
Kita putus aja ya.

* * *

"Udah gue bilang, kan," Zyan memasang tampang menyebalkannya selagi ia bicara. "Mending kita pergi karaoke aja!"

Kelas mendadak jadi ramai. Semuanya saling berebut untuk bersuara.

"Iya! Karaoke aja!"

"Ngapain karaoke, dah? Mending makan-makan!"

"Nonton Merry Riana aja, guys,"

"Gue gak bisa nyanyi, ya Allah,"

"Dompet gue udah kayak peci, nih!"

"Dy," panggil Zyan, berjalan menghampiri mejaku. "Bikin tabel, tulis nonton, makan, sama karaoke. Nanti kita voting,"

"Kenapa gue?" tanyaku jengkel.

"Tulisan lo, kan, rapi," Zyan nyengir.

"Terus?"

"Terus," Zyan tampak pura-pura berpikir keras. Tampangnya jadi terlihat makin menyebalkan. "Kan, lo sekretaris,"

Aku menghela napas, malas berdebat lebih jauh dengan Zyan yang entah kenapa bisa jadi ketua kelas. Aku bangkit dari kursiku, lalu menyeret kaki untuk berjalan menuju meja guru.

Sial. Mana spidolnya?

"Dy,"

Ugh. Apa Zyan tidak bisa sabar sedikit?

"Spidolnya gak ada—" Aku berbalik. "—Zy,"

Untuk sepersekian detik tubuhku membeku. Aku berusaha keras mengendalikan ekspresiku. Tapi sepertinya gagal karena sekarang, tepat di depanku, Ezer tertawa kecil dengan salah satu sudut bibirnya terangkat.

Aku berdeham. "Kenapa, Zer?" tanyaku, berusaha terdengar biasa.

"Spidol," katanya. "Tadi tintanya habis," Cowok itu kemudian menaruh dua spidol dan sebotol tinta di atas meja guru. Aku melirik seragamnya, ada bekas tetesan tinta yang masih terlihat baru di sana.

"Seragam kamu kena, tuh!"

"Eh? Wah, iya!"

"Ke toilet, sana!"

"Biarin aja, deh. Berbekas kayak gini bakal susah hilangnya,"

"Ehem!" Zyan berdeham, dan seketika lamunanku buyar. "Semuanya duduk di kursi masing-masing, ya. Kita mau voting,"

Beautiful BreakupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang