'Menjadi pusat perhatian'
"Beneran lo kepilih?" Tanya Devan sambil menggeleng gelengkan kepalanya takjub.
"Hm."
"Reova, gimana bisa ekspresi lo sedatar itu, hah?! Woyy... Itu kesempatan besar lo jadi aktor ternama!" Ucap Devan lagi sambil menggoyang goyangkan kedua bahu Reova. Reova mendengus jijik.
"Bukan dia yang biasa, lo aja yang berlebihan." Kata Alan sambil menopangkan dagunya pada tangan kanan yang ada diatas meja. "Gue juga kepilih loh, cuma jadk pemeran sampingan doang sih." Lanjutnya.
"Astaga... Kalian berdua mungkin jo---" Ucapan Devan terputus.
"Mblo." Lanjut Reova datar. Daripada Devan mengatakan sesuatu yang menjijikkan baginya.
"Mksud gue tuh jodoh... Bukan jomblo. Lo mah gak bisa diajak bercanda." Sungut Devan.
"Candaan lo garing. Dasar model papan cuci." Tandas Alan. Devan memang berprofesi lain dari kedua temannya. Jika kedua temannya bergelut di dunia perfilman dan pertelevisian dunia, dia memilih menjadi model. Devan sudah berhasil menjadi cover majalah pria dan juga tampil di berbagai peragaan busana mulai dari di tanah air, hingga mancanegara.
"Gue gak tau gimana fotografer lo bersikap sama lo, sampe bisa jadi model terkenal gitu." Ucap Reova sembari menggeleng geleng. Secara perlakuan Devan yang -menurutnya- bagai banci taman lawang itu bisa disulap menjadi sangat manly di hasil photoshoot.
"Hhh... Gue cuma gini di luar kerjaan doang. Gausah gitu banget napa kalo ngatain gue. Gue serasa korban disini." Ucap Devan sambil memegang dadanya.
"Palingan fotografernya pake kamera 360 sama beauty. Biar mukanya keliatan bagus." Canda Alan. Sedangkan Devan hanya mengerutkan alisnya kesal.
"Gue laporin ke fans gue, tau rasa lo digebukin pake heels tuh cewek cewek." Memang dengan profesi sebagai model, wajah biasa akan kurang menarik perhatian. Dan Devan bukanlah pemilik 'wajah biasa'. Wajahnya sangat tampan dan manis dengan kedua lesung pipi yang tampak di wajahnya. Hanya saja karena sikap yang begitu... berlebihan, nilai plus itu hilang berganti dengan bulan bulanan jika sudah berhadapan dengan kedua temannya.
"Eh, tapi kalian juga pernah jalan di catwalk, kan?" Ucap Devan.
"Cuma buat nganter ceweknya doang, habis itu balik." Ucap Alan tidak tertarik.
"Om gue pemilik butik terkenal. Kalo ada baju yang pas, gue pasti yang disuruh jadi peraganya." Kata Reova.
"Eh, iya... Lo berdua kosong, kan hari ini? Gimana kalo tugas Bu Risa kita kerjain hari ini aja. Bias gak kepepet. Ntar ribet kalo lo berdua ada jadwal syuting." Kata Devan. Bu Risa adalah gueu Bahasa Indonesia, dan tugasnya adalah membuat teks laporan karya sendiri dengan kasus dan latar belakang kejadian pilihan masing masing.
"Yaudah. Ntar langsung aja. Kita minjem baju lo." Ucap Reova santai.
"Hm."
Beberapa saat kemudian, bel tanda pelajaran dimulai kembali berbunyi. Dan semua murid, termasuk Reova dan kedua sahabatnya duduk di bangku mereka kembali sebelum guru tiba.
★★★★★★★★
"Re... Ayo pulang!" Ajak Olivia saat Reava memasukkan tempat pensilnya ke dalam tas. Perempuan berambut panjang itu menoleh kepada yang mengajaknya berbicara dengan raut wajah meminta maaf.
"Sorry... Hari ini gue ada latihan paduan suara buat lomba. Kalo gak dateng nanti Bu Risa bisa ngomel ngomel ke gue."
"Yaudah deh... Gue sama Evelyn pulang dulu. Hati hati ya... Jangan kesorean. Kalo kesorean minta anter kakak cowok yang padus aja. Lumayan, modus dikit sekalian nebeng." Goda Olivia. Reava tertawa.
"Apaan banget. Lo tau gue bawa sepeda ke sekolah. Kalo gue nebeng, sepeda gue dikemanain." Katanya sambil geleng geleng kepala.
"Hehehe... Ya kan kali aja gitu. Yaudah deh, gue tinggal ya... Byee... Jangan kangen sama gue." Evelyn pun ikut melambaikan tangannya, lalu kedua sahabat Reava itu keluar dari kelas.
Beberapa saat kemudian, Reava menyusul untuk keluar dari dalam kelas dengan memegang tali ranselnya. Dia menuju ke ruang paduan suara yang ada di lorong kelas dua belas. Jadi dia harus naik satu tingkat dulu. Di sekolah ini hanya kelas yang berbeda lorong. Sisanya, seperti ruang musik, laboratorium, kantin, dan fasilitas lainnya dibuat agar dapat digunakan seluruh anggota sekolah.
Saat tiba di lorong kelas dua belas, Reava melihat Reova dan teman temannya bercanda tawa sambil berjalan di lorong. Membuat ketiganya lagi lagi menjadi pusat perhatian. Reava berhenti di tempatnya da memandang mereka saat ketiga orang itu berjalan melewatinya.
Namun langkah Alan terhenti. Dia menoleh ke kiri dan melihat Reava. "Hai lagi... Cewek yang kita tabrak dulu, kan?" Ucap Alan yakin. Reava yang tiba tiba disapa hanya mengangguk dan menjawab, "I-iya kak."
"Gimana kaki lo?" Tanya Alan sambil melihat kaki Reava yang dibalut sepatu serta kaus kaki.
"Udah gapapa, kak." Jawab Reava. Dia malu, sangat malu. Saat ini dia yakin sekali bahwa dirinya menjadi pusat perhatian banyak orang.
"Kenapa lo ada di lorong kelas dua belas? Nyariin kita?" Kali ini Devan berucap dengan percaya dirinya. "Atauu.. Nyari Alan?" Dia menaik turunkan alisnya, bermaksud menggoda Reava.
"E-enggak, Kak." Reava merona karena godaan yang diberikan Devan.
"Dev.. Jangan digodain. Kasian tuh mukanya langsung merah." Bela Alan. Devan hanya menatap Alan sambil berdehem dan terbatuk. Bermaksud menggoda.
"Lo batuk? Minum obat nyamuk gih." Ucap Alan.
"Dasar lo tuh gak peka. Gue tuh nyoba buat nggodain lo. Malah lo suruh minum obat nyamuk. Gue sadar diri kok kalo gue tuh nyamuk disini. Bilang aja lo suka sama Reava." Ucap Devan memaki ketidakpekaan Alan. Sementara kedua temannya bertengkar tentang hal yang tidak penting, dia mengalihkan pandangannya kepada Reava.
"Kalo lo gak mau ketemu seseorang, lo mau kemana?" Tanyanya. Reava menoleh dan pandangannya beralih daei kedua orang yang bertengkar itu.
"Gue mau padus, Kak. Kan ada lomba habis ini." Jawab Reava. Reova manggut manggut mendengar penuturan Reava. Tepat saat itu, suara Devan kembali menyeruak ke dalam pendengarannya.
"Ohh.. Lo anak padus? Tuh kan, Lan. Tipe tipe lo banget tuh. Lo kan suka cewek yang jago nyanyi. Lo juga ya kalo gak salah, Re?"
"Mending kita suka yang jago nyanyi. Kalo lo mah suka yang jago di ranjang." Balas Alan. Reova hanya geleng geleng, sementara Reava tampak menahan tawa.
"Mending pulang deh, Re. Nih curut satu tinggal aja." Ucap Alan melirik dengan tatapan permusuhan pada Devan.
"Hah?"
"Hah?"
Tatapan Alan menjadi tatapan bingung pada Reava dan Reova. "Kenapa pada hah hoh sih?"
"Gak jelas lo ngomongnya ke siapa."
"Kakak ngajak aku... Pulang?"
Ucapan keduanya yang lagi lagi bersamaan membuat Devan tertawa dan Alan menepuk keningnya. Di lupa kalau keduanya bisa dipanggil 'Re'.
"Maksud gue Reova. Hehehe... Abis nama kalian mirip sih." Kata Alan. Keduanya ber oh ria.
"Yaudah... Kita pulang dulu ya, Reava. Byee..." Ucap Devan sambil berlari mengejar kedua temannya yang sudah meninggalkan dirinya.
Reava pun berjalan menuju ke ruang paduan suara dengan berusaha mengabaikan berbagai jenis tatapan yang ditujukan kepadanya.
★★★★★★★★
Hai hai... New chapter...
Vomments yang banyak yaa... Biar aku semangat nulis:))
Callista
KAMU SEDANG MEMBACA
Reova & Reava
RomanceReova Edward Julian, aktor muda terkenal yang sudah melangkah ke dunia internasional. Devan Enrico Stevenson, sahabat sang aktor muda, Reova, yang juga seorang model. Dia berurusan dengan Reava karena ingin Reava berkarier sama dengannya. Reava Vale...