Part 6

3.5K 192 0
                                    

'Suka'

Setelah berganti pakaian, Reova dan Alan menaruh seragam mereka di tas dan mendekati Devan yang sudah duduk bersila di atas karpet beludru dengan laptop yang menyala di depannya.

"Woy... Udah nemu temanya belum?" Tanya Alan menepuk kepala Devan sebelum duduk di atas karpet.

"Hm. Nih udah." Devan menunjukkan tema yang dia pilih.

"Krisis bahasa di Indonesia?" Ucap Reova membaca judul artikel itu. Devan mengangguk.

"Gue mah ikut aja. Asal lo yang ngerjain." Alan merebahkan diri diatas karpet beludru itu sambil memakan snack kentang yang dibelinya di minimarket depan sekolah sebelum ke rumah Devan tadi.

"Lo mah bego ya bego aja, gausah males." Ujar Devan sambil mencebik. Memang diantara mereka bertiga, yang terpintar adalah Reova, dan yang paling kurang adalah Alan. Dan kemalasan Alan dalam mengerjakan tugas membuatnya semakin bodoh.

"Terserahlah... Gue akting ga pake rumus fisika, jadi buat apa belajar."

"Bego. Lo nyusahin kita berdua." Ucap Devan. Alan bangkit berdiri dan melangkah ke arah tempat tidur Devan lalu merebahkan punggungnya disana. Dia tidak peduli perkataan teman temannya itu.

Selagi Alan melamun, Reova dan Devan sibuk berdiskusi mengenai kalimat dan kata kata yang cocok digunakan dalam tugas itu.

Dua jam kemudian, Devan dan Reova selesai mengerjakan tugas bahasa itu. Setelah menyimpan file tugas itu di flashdisk mereka mendengus sembari melihat ke arah seorang teman mereka yang tengah melamun sambil tiduran di tempat tidur Devan.

"Dia kenapa, sih? Dari kemaren kemaren aneh banget sikapnya." Tanya Devan pada Reova. Sebelum Reova sempat menjawab, pintu kamar Devan diketuk.

"Kak Van.... Buka dong!!!" Devan mendengus begitu mendengar suara yang begitu identik di telinganya. Suara gadis 14 tahun yang sangat senang mengganggu hidupnya.

"Bentar. Sabar, Dev." Devan melengos untuk membuka pintu kamarnya. Dan tepat di depan pintu, terlihatlah adiknya, Devi.

"Apaan?" Tanyanya. Devi nyengir sambil berkata, "Minjem spidol warna dong. Punya gue ilang. Sama minta kertas HVS polos juga. Punya gue habis. Buat tugas sekolah, Kak Van."

"Ilangin aja semua barang lo. Hidung lo sekalian. Kalo perlu nyawa lo." Devan mendengus lagi sambil mengambil HVS polos dan sekotak spidol warna.
"Eh, ada Kak Reo sama Kak Al---, Kak Alan kok ngelamun gitu. Biasanya nih ya, orang suka ngelamun itu pertanda lagi jatuh cinta." Cerocos Devi tanpa henti.

"Hhh... Bener kata gue, kan Re? Harusnya lo ilangin aja nyawa lo." Reova berdiri di depan pintu sambil melipat tangannya di depan dadanya. Meminta persetujuan pada Reova.

"Jangan dong, Kak Van. Tega banget sih. Nanti Kak Van kangen lagi sama Devi." Sahut gadis itu. Devan hanya memandang adiknya datar.

"Gue hafal jumlah spidolnya. Sampe ilang satu aja, liat nanti." Devan menyerahkan benda benda yang diminta kepada Devi sambil mengancam adiknya itu.

"Hehe... Makasih, Kak Van. Baik banget deh." Sebelum pergi, Devi berjinjit dan mencium pipi Devan, lalu kabur dengan kecepatan kilat.

"Adik lo so sweet banget deh." Kata Reova. Devan hanya mendengus. "Jelas banget dia melebih lebihkan segalanya. Kalo temen temennya dateng kesini, dia selalu memperkenalkan gue ke mereka. Akhirnya... Temen temen Devi cuma temenan gara gara dia adik gue. Tali sayang cewek itu gak peduli sama yang kayak gitu." Nada bicara Devan menjadi dewasa dan ada nada cemas di dalam suaranya.

"Lo bisa bilangin dia baik baik. Btw, tadi Devi bilang kalo orang suka ngelamun kayak Alan, berarti lagi jatuh cinta? Berarti Alan lagi jatuh cinta dong. Sama siapa emangnya?" Ucap Reova yang diakhiri pertanyaan.

Reova & ReavaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang