⛈️Kelas 3: SERANGAN LAGI

622 34 1
                                    

Seperti perkiraan sebelumnya, Donna memang bukan tipe cewek yang mudah menyerah. Pagi-pagi sekali sebelum Adhit berangkat ke sekolah, Donna sudah duduk di teras depan dan menunggu Adhit selesai sarapan. Dia berkata ramah kepada Mama Adhit bahwa hari ini ingin menumpang ke sekolah bersama Adhit. Dengan sopan Mama bilang kalau motor Adhit sedang ada di bengkel dan hari ini Adhit pergi diantar ayahnya dan supir. Donna tidak keberatan. Selama berangkat bersama Adhit jika naik kuda tanpa pelana sekalipun akan dia lakukan.

Tapi Mama yang sudah tahu cerita detailnya, berusaha mencegah usaha Donna dengan caranya. Dengan sopan dia menasihati Donna agar tidak perlu pergi dengan Adhit. Berbagai alasan dia kemukakan. Tapi rupanya Donna sangat keras kepala. Mamanya sendiri pernah bilang pada Mama Adhit, jika sudah punya keinginan maka sulit untuk berkata 'tidak' padanya. Sifat keras kepala ini rupanya diturunkan dari papanya dan didukung oleh papanya. Apapun yang Donna inginkan, selalu diwujudkan papanya. Berbeda dengan dua saudara Donna yang lain, Papa harus menimbang sana-sini dulu sebelum mengabulkan keinginan mereka.

Akhirnya, Adhit maupun Mamanya menyerah pada keinginan Donna. Tapi Adhit menolak duduk di bangku belakang dengan Donna. Dia memilih duduk di bangku depan sebelah Pak Amir. Sementara Papa duduk dengan Donna.

Sedikit banyak Papa juga tahu masalah kedua anak muda ini. Yang satu mengejar-ngejar tanpa lelah, satunya lagi berusaha menghindar karena sudah punya kekasih. Tapi Papa tetaplah Papa Adhit yang juga menyayangi putra semata wayangnya dan tidak ingin putranya terjatuh lagi seperti dulu. Kedatangan Shila dalam hidup Adhit seperti cahaya yang dirindukan penghuni bawah tanah. Jika Shila bisa membuat Adhit memiliki semangat hidup lagi, kenapa harus susah payah menggantinya dengan gadis lain? Maka Papa pun membiarkan Adhit sibuk dengan pikirannya di kursi depan, sementara dia menyibukkan pikiran Donna agar tidak terus-menerus mencari perhatian Adhit.

Sesampainya di sekolah, Adhit bergegas turun dan berlari ke kelasnya. Sebelumnya dia sudah berpamitan pada Papa di dalam mobil. Dia mengacuhkan Donna yang berteriak-teriak memanggilnya, menimbulkan kecurigaan dan kasak-kusuk mereka yang melihat. Adhit datang terlalu pagi, kelas masih sepi. Hanya ada tiga murid yang sedang piket di dalam kelas. Pada saat seperti ini, dia merutuki kebiasaan Shila yang suka datang mepet dengan bel masuk. Karena kelas sedang dibersihkan, Adhit pun keluar lagi setelah meletakkan tasnya di atas meja.

"Mas! Mas kenapa buru-buru amat, sih?" tanya Donna yang datang setegah berlari kepadanya. Napasnya terengah-engah.

"Emang kenapa kamu ngikutin aku terus, Don?" tanya Adhit gusar.

"Mas Adhit nggak bisa ngehindari aku terus-terusan. Ingat perjanjian kita, Mas! Perlakukan aku lebih baik atau Kak Shila celaka!"

"Perjanjiannya aku bakal meluangkan waktu untuk mengajari kamu dan itu sudah kulakukan. Apalagi? Kamu nggak bisa memaksa aku untuk mengubah kebiasaan aku sama Shila."

"Seperti kubilang, Kak Shila nggak keberatan!"

"Kalau kamu bertanya sama dia, dia nggak akan keberatan sama yang aku lakukan, selama aku suka. Tapi aku nggak suka menjauh dari dia. Oke!"

"Oh, jadi begitu. Baiklah. Kalau begitu akan aku cari cara supaya Mas dengan senang hati menyuruh Kak Shila menjauh!"

"Jangan macam-macam Donna!"

"Mas yang bikin aku membuat keputusan begini," kata Donna dengan suara rendah setelah perbincangan mereka menimbulkan rasa ingin tahu beberapa orang yang melintas.

Tanpa ada kata lagi, Donna meninggalkan Adhit yang mencoba mencerna semua kata-kata Donna yang bernada ancaman. Sambil terduduk di bangku depan kelas, Adhit memikirkan berbagai rencana dan kemungkinan ancaman-ancaman Donna. Yang terpikir saat ini adalah, dia ingin melarikan Shila ke tempat yang sangat jauh dan hanya hidup bersamanya tanpa memikirkan apa-apa atau siapa-siapa. Di sekolahnya dulu di Jakarta, kejadian seperti ini tidak pernah dia alami. Banyak yang menyukai dan menjadikannya idola. Tapi dia tidak pernah berkencan dengan salah seorang dari mereka. Saat itu, ada sosok lain yang menyita perhatian dan waktunya. Sosok sebaik Shila. Bermata seindah Shila. Seceria Shila dengan senyum yang sama mencerahkan. Sayangnya, sosok itu menghilang begitu cepat karena ketidakmampuan dia melindunginya. Dan Shila mengingatkan dia pada sosok itu. Kali ini, dia tidak boleh gagal melindungi Shila. Atau dirinya akan terperosok dalam lubang gelap sekali lagi dan dia takut kali ini tak akan bisa kembali.

Rain to YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang