Chapter 6

9.9K 1K 309
                                    

"He had gone from having a frozen heart to lacking a heart all together, from creating to destroying, from being afraid of love to being incapable of love,"

"Kita kenal?"

Aku adalah gadis yang selalu berpikir rasional atau yang orang sebut terlalu banyak berpikir. Aku mengetahui itu, orang orang disekitarku mengetahui itu. Setiap malam, aku sudah berpikir apa yang akan kulakukan dipagi harinya. Apa yang akan kukatakan kepada orang orang disekelilingku.

Kehidupanku adalah skenario yang sudah kususun sendiri. Yang kususun sedemikian rupa sehingga aku tidak akan menyesalinya nanti. Aku sudah menyusun akan apa yang kulakukan setelah lulus kuliah. Bahkan aku sudah menyusun pesta ulang tahun Luna, dua bulan sebelum ulang tahunnya.

Walaupun begitu, kadang rencanaku sendiripun bisa hancur, keputusankupun bisa salah. Tidak perlu seorang genius untuk mengetahui kesalahanku, dan tidak perlu orang bodohpun memberitahuku bahwa prediksi akan apa yang harus kukatakan kepadanya akan buyar.

Untuk sejenak aku hanya terpaku ditempat berdiri. Mengulangi dua kata itu berkali kali diotakku.

Kita kenal?

Kita kenal?

Kita kenal?

Namun ada satu hal yang orang orang sering kali salah mengenai diriku. Disisi lain kehidupanku yang tertata rapih, dilain dari kata kataku yang selalu kupikirkan dahulu, melupakan sikapku yang selalu kuskenariokan.

Aku tetap hanyalah seorang gadis yang sering kali memakai insting ketika bertindak. Seorang gadis yang tanpa berpikir dua kali, langsung melepaskan high heelsnya dan melemparkannya ke laki laki yang langsung membalikkan tubuhnya begitu mengucapkan dua kata menyakitkan itu.

Itulah bagaimana cerita aku kehilangan akal sehatku. Bagaimana aku melakukan hal terbodoh untuk kesekian kalinya di eksistensi kehidupanku.

Bagaimana high heels itu dengan sangat keras memukul belakang kepalanya, bagaimana tiba tiba badannya berbalik dan dengan cekatan tangannya meraih heels itu sebelum mencapai lantai.

Ia menatap heels itu beberapa saat lalu melemparnya kedepan kakiku.

"Gila!" serunya menatapku jengkel dari tatapan mata yang tadinya kosong itu. Untuk sebentar aku dapat melihat sedikit emosi di matanya itu, dan secepat itu datang, kemarahan itupun hilang. Leonardo Lachowski yang tak berhati itupun kembali.

Tarikan napas yang terkesiap sangat terasa di detik detik itu. Dan seperti slow motion. Ketika semua orang baru menghembuskan napas, empat lelaki berpakaian serba hitam yang berdiri dibelakangya langsung menyekap tubuhku, dan sekretarisnya langsung menanyakan keadaannya.

Namun Dia hanya mengangkat tangan kanannya, memberi tatapan tajam terakhir kearahku, dan berbalik masuk ke lift yang terbuka.

Beberapa detik kemudian para pengawalnya melepas tubuhku dan mengikuti tuannya.

Dan seperti kisah kebodohanku lainnya, aku hanya melongo menatap kepergiannya.

Jika bukan Laura yang mengguncang tubuhku. Mungkin aku sudah menjadi orang gila.

"Miss Screvo!" "Miss Screvo!"
"Kiera!"

"Apa anda baik baik saja?" Teriak Laura tepat disebelah telingaku.

Akupun akhirnya tersentak dari alam bawah sadarku dan menatap wajahnya yang khawatir.

"Apa yang terjadi? Apa kau berhasil memberhentikan Mr Lachowski?" Tanyanya tak berhenti.

Unexpected HellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang