"Dari mata, kau buatku jatuh, jatuh terus, jatuh ke hati."
Jaz-Dari Mata.
•••
"Ra?"
"Iya, Put?"
"Lo, nggak mau jadian apa sama Valdo?"
Beberapa detik berlalu. Dan Naura masih terdiam.
"Heh, Ra!" Putri menepuk pelan bahu Naura.
Naura tersentak kaget. "Eh, apa, Put?"
"Ck. Lo nggak mau jadian gitu, sama Valdo?"
Naura mengangkat kedua bahunya.
"Terserah dia, sih. Kalo mau ya ayo aja."
"Dih, padahal aslinya pengen banget, ya kan? Ngaku aja, Ra. Tembak dia, kek." ucap Putri kepada Naura.
"Nggak. Cukup kemaren-kemaren aja gue malu-maluin di depan dia sampe nangis. Gue nggak mau lagi. Lagian, ya, dia kan cowoknya. Ya masa harus gue yang first move? Yakali."
Putri menghela napas. "Serah lo, serah."
"Tapi kadang gue kesel juga. Udah lumayan deket juga kita sekarang, tapi dia nggak keliatan niat buat nembak gue, tuh. Atau emang dia nggak mau sama gue, ya, Put?"
"Bisa jadi, Ra. Kali aja lo cuma zone-nya dia. Maksud gue kayak friendzone, temen-hunting-zone, temen-makan-zone, temen-jalan-zone, dan zone-zone yang lain. Iya, kan?" Putri merasa menjadi kompor sekarang.
Naura menatap Putri sedih. "Iya juga ya? Kok gue nggak kepikiran sama sekali kalau gue bakalan jadi zone-nya dia? Padahal harusnya gue sadar. Pantesan dia nggak nembak-nembak gue. Padahal, kalau mau ditembak sekarang juga ya langsung gue terima."
"Emang, kalau sekarang dia ada disini, lo mau bilang apa, Ra, sama dia?" tanya Putri penasaran.
Naura tampak berpikir sebentar. "Apa ya? Ya gue pengen lah, ditembak dia. Setelah pengakuan gue waktu itu, kita emang makin deket. Tapi emang semua yang kita lakuin nggak ada artinya ya buat dia? Kok dia nggak kepikiran sama sekali buat nembak gue. Ya gue nggak masalah sih, kalo emang temenan deket doang. Tapi kalo udah deket banget bangetan, taunya nggak jadian apalagi cuma temen deket, sakit, kan, Put?"
"Yaudah kalau gitu mau jadian nggak?"
Naura refleks menoleh ke belakang. Bukan, yang pasti itu bukan Putri karena Naura dan Putri sedang berada di kasur Naura, dan posisi mereka berdu berhadap-hadapan.
Sungguh. Naura tidak percaya ini.
Dia berdiri disana.
Dia, Valdo.
Berdiri di ambang pintu kamarnya dengan membawa bucket kue.
Putri menyenggol lengan Naura. Naura masih terkejut. Dan tidak bisa berbuat apa-apa selain diam seperti benda mati.
Tidak ingin merusak momen Valdo-Naura, Putri berjalan meninggalkan kamar Naura.
"Good job, Do. Lo udah berhasil," kata Putri saat berjalan tepat di sebelah tempat Valdo berdiri.
Sekarang, hanya tinggal mereka berdua, yang masih betah dengan posisi mereka masing-masing.
"Ajakan gue dianggurin aja, nih?" tanya Valdo pada akhirnya.
Naura tersenyum kaku. "T-tawaran lo, bisa lo ulang, nggak?"
Valdo terkekeh kecil. Dan entah kenapa, dunia Naura kini seperti jungkir balik.
Ganteng sekali ciptaan-Mu ini ya Tuhan.
"Katanya lo tadi, lo mau jadian, kan? Yaudah, lo mau jadian nggak?" tanya Valdo mengulang pertanyaannya tadi.
Naura terdiam, dan tak lama ia mengangguk kaku.
"Ngangguk itu artinya apa, ya?" Valdo bertanya sambil menaikkan sebelah alisnya.
"Ahh, Valdo! Lo jangan godain gue!" seru Naura kesal. Bahkan Valdo tidak pernah mengeluarkan sisi jahilnya seperti ini.
Kenapa hari ini, dan kali ini, Valdo terlihat berbeda? Berbeda dalam arti lebih menyenangkan, tentunya.
"Siapa yang godain lo, deh? Gue kan nanya, Ra."
Naura mencebikkan bibirnya. "Serah abangnya aja."
"Loh, kok abang? Jadi cuma nganggep abang aja, nih? Abang-adek-zone dong?"
"Valdooooo! Jangan isengin gue, ah!" Naura mulai kesal. Tapi, tak urung pipinya memerah juga.
"Hahahaha," Valdo tertawa lepas. "Lo lucu juga kalau ngambek gitu, ya?"
Dan, blush!
"Lo juga lucu kalau ketawa lepas gitu," kata Naura pada Valdo masih dengan pipinya yang memerah.
"Lo gombalin gue, Ra?"
Naura menggeleng. "Ah, udah sih, itu kue nya buat gue bukan?"
"Yang ini?" tanya Valdo sambil menunjuk bucket kue yang dibawanya.
Naura mengangguk.
"Jawaban lo apa dulu, Ra."
"Gue kan udah ngangguk tadi, Val."
"Dan ngangguk tandanya?" tanya Valdo sekali lagi.
Naura berdecak, tapi kemudian tersenyum. "Artinya gue mau."
"Mau apaan, Ra?"
"Valdo!"
Dan Valdo tertawa lepas lagi seperti tadi, namun kali ini lebih keras. Naura ikut tersenyum, karen sungguh, baru pertama kali ia melihat tawa Valdo yang selepas ini.
Valdo akhirnya memberikan bucket kue itu kepada Naura.
"Wah, fotonya lo simpen?" tanya Naura saat menemukan sebuah foto polaroid di selipkan pada bucket kue nya.
Valdo mengangguk sambil tersenyum tipis.
Dalam foto itu terdapat potret gambar Naura dan Valdo saat pergi ke sebuah tempat wisata untuk hunting foto. Dan, saat itu mereka berfoto bersama, untuk pertama kali.
Naura menatap Valdo singkat. "Makasih ya?"
Valdo tersenyum. "Sama-sama. Gue juga makasih, karena lo masih mau aja sama gue padahal kan, nggak gue tembak-tembak."
"Ih, jangan bahas itu. Gue malu tau. Lo jadi tau semua yang gue omongin sama si Putri tadi."
"Emang itu rencana gue." Valdo menampilkan cengirannya. "Yaudah, jalan yuk, pacar?"
"Dih, apaan lo, Val. Kayak anak SMP baru pacaran aja."
"Yaudah kalau nggak mau gue jalan sendiri." Valdo berkata demikian sambil meninggalkan Naura yang masih terdiam di kamarnya.
"Yaudah sana," seru Naura sedikit berteriak.
Valdo berbalik lagi, dan menghampiri Naura. "Hehe, nggak jadi ninggalin ah, kan sekarang udah jadi pacar."
"Apasih, Val?!"
=====
Dududu. Ada bonus chap HEHE
JADIAN JUGA KAN AKHIRNYA MESKIPUN NGGAK GREGET BANGET HUHU.Ini memperingati 3k readers sih sebenernya mangkanya ada bonus chap ehehe
Bodoamat ah penting mereka jadian wqwq.
Sudah. Babay.
Baca cerita baru jangan lupa ya!
(Btw itu lagu jaz ngikut ya, gapapa jaz nya ganteng.)
11/01/17
-IGN-
KAMU SEDANG MEMBACA
Nauracamera
Historia CortaValdo menyukai fotografi. Bisa dibilang, fotografi adalah hidupnya, dunia nya. Kamera tidak pernah terlepas dari genggamannya, saat berada di sekolah sekalipun. Naura menyukai Valdo. Dapat dikatakan bahwa Valdo juga sebagian dari hidupnya, dunia nya...