Chapter 1

309 32 13
                                    

     "disuatu hari tanpa sengaja.. kita bertemu.."
 

   ...

     "sialan, gue lupa liriknya, lagi." Kesal si Agya sambil mengeluh dan mengetuk badan gitar berwarna krem miliknya. senar gitar yang sudah mulai berwarna gelap pekat keemasan yang sekilas terlihat telah karatan tersebut semakin menjelaskan bahwa senar itu sudah sangat lama tidak diganti oleh Agya.

     Agya Rahma Purnama. Begitulah nama yang diberikan oleh orangtua cowok berpostur tubuh tinggi tersebut. Dengan sepasang mata yang indah berwarna hitam pekat yang menawan pada irisnya serta bulu alis yang tebal dipadu khas sewarna dengan bola mata serta rambutnya membuat tatapan pemuda tersebut menjadi sangat tajam, dihiasi potongan rambut halus yang disisir rapi itu bukan malah menjadikan Agya terlihat just like a nerd, itu malah semakin membuat dirinya terlihat cool.

     Namun, Agya adalah seorang remaja yang tidak suka dengan pemikiran remaja lainnya yang senang mengikuti trend dan arus zaman modern "menjijikkan" seperti saat ini. Mengikuti gaya selfie ala Angelina Jolie, baginya hal itu adalah sebuah penyiksaan batin untuk orang yang melakukan hal tersebut. Singkatnya, Agya adalah orang yang mengutamakan idealisme yang tinggi. Dan seorang yang apatis.

. . .

"menjijikkan."

"apa motivasi dari kalian yang berpose didepan kamera sambil memegangi kertas A3 bertuliskan OM TELOLET OM?"

"apa untungnya dari semua itu?"

"apakah supir busnya peduli dengan hal itu?"

"walaupun begitu, lalu apa manfaat yang kalian dapat setelahnya?"

"menjijikkan." Geram Agya didalam fikiran nya.

     Sikap apatis yang Agya miliki semakin tumbuh seiring berkembangnya fisik serta bertambahnya usia pemuda itu. Namun, pada hari itu semua sikap tak acuh yang ia pendam akhirnya dia keluarkan dalam bentuk sebuah narasi ketus selayaknya sebuah merapi yang siap untuk menghempas dan menghembuskan lava panasnya.

     The seventh class will be begin on 5 minute. Pertanda pergantian jam disekolah telah berbunyi.

     Buk.
     "hei, bro. Bisa ajarin gue rumus yang ini, ga?"

     Agya terbangun dari lamunannya sesaat setelah ia melihat buku catatan matematika diatas meja kelasnya. "hmm? Vincent, yah? Mana coba gue lihat." Agya membuka buku Vincent untuk mencoba melihat apa masalah yang dialami teman dekatnya itu.

     Namun, hanya butuh hitungan detik bagi Agya untuk segera menutupnya kembali. "oke. Pertama. Lu bisa ganti tipe tulisan elu ngga, vin? Paling ngga times new roman,deh."

     "ha? Maksudnya lu ngeledek tulisan gue?" tanya Vincent kesal terhadap ejekan Agya. Agya hanya membalasnya dengan senyuman kecut sembari menunjuk tulisan tangan Vincent.

     "yang bener aja,deh. Lu ngasih tulisan kayak cekernya orok ayam gini ke gue dan minta gue jelasin ke elu? Kalo bego tuh ga gitu-gitu amat, Vin."

     "yaampun, sumpah gya. Lu ngeselin banget dari dulu." Kata Vincent dengan geram. "lagian, elu cuma perlu ajarin ke gue cara masukin persamaan yang ini ke soal, ga harus lu baca semuanya, goblok." Lanjutnya sambil menunjuk ke lembaran kertas yang diatasnya tersusun serangkaian rumus sebuah persamaan matematika.

     "disini elu yang goblok, setan."
     "hah." Desah Agya menyerah untuk semakin berdebat ucapan dengan Vincent dan mulai menjelaskan.

      "baiklah, dibagian ini lu cuma perlu mas-". "Gya, tunggu." Potong Vincent. "sekarang apaan lagi? Lu udah langsung paham sama apa yang barusan banget gue omongin? Yaudah bagus deh kalo gitu.." Kesal Agya kepada Vincent yang tiba tiba memotong penjelasannya. "nggalah, bukan itu, Gya. Lu lihat, deh. Tuh." Bantah Vincent selagi jarinya menunjuk kearah belakang dipojok dinding ruangan kelas mereka. Menuju rombongan perempuan yang terlihat sedang meributkan suatu topik pembahasan.

AGYA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang