Surabaya, 2015
Langit diatas kepalaku semakin cepat berubah warna menjadi kelabu, padahal baru beberapa saat yang lalu awan kelabu masih terlihat di barat. Udara disekitar berputar dengan kecepatan yang meningkat secara perlahan, mengirimkan butir-butir debu dan beberapa daun kering terbang kesegala arah. Tolong, jangan hujan sekarang! Ucapku dalam hati. Aku melangkahkan kakiku semakin cepat menuju gedung berlantai empat yang terletak tidak jauh dariku kini.
Ruangan Radio Gema Surabaya FM terletak dilantai tiga. Itu artinya aku harus naik tangga menuju lantai tiga. Tangga menuju lantai tiga terletak diluar gedung utama, terletak tersendiri disamping kanan gedung. Penerangan dilorong tangga tidak terlalu terang karena letaknya yang terpencil dan tidak terkena hamparan matahari walaupun saat ini masih siang hari. Aku membayangkan bagaimana situasi lorong tangga ini jika malam hari ya? Dengan setengah bergidik, aku menaiki tangga dengan langkah cepat, mengenyahkan bayang-bayang seram yang sekilas muncul di otakku.
Ruangan tempat Radio Gema surabaya FM beroperasi terlihat cukup ramai hari ini. Tampak beberapa orang sedang keluar masuk dari pintu yang baru saja aku lalui. Didalam ruangan yang tidak terlalu besar ini, tampak pula beberapa orang sedang duduk dibeberapa kursi tamu yang disediakan oleh pihak radio. Ada pula beberapa orang yang sedang berdiri dibeberapa sudut karena tidak kebagian tempat duduk.
Aku mengedarkan pandanganku ke sekeliling, rupanya memang tidak ada tempat duduk lagi yang tersisa untukku. Jadi, dimana sebaiknya aku berdiri? Apakah mereka yang ada disini saat ini memiliki tujuan yang sama denganku? Mencari tiket konser band MLTR (Michael Learns To Rock) yang akan manggung beberapa minggu kedepan dikota ini, Surabaya.
Ini adalah kali pertama aku menginjakkan kakiku kesini. Jika bukan demi memenuhi keinginan untuk menonton konser band MLTR, salah satu band favoritku, aku tidak akan pernah tahu bagaimana sebenarnya kantor Radio Gema Surabaya FM yang siarannya selalu aku dengarkan setiap malam menjelang tidur.
Aku berdiri dengan canggung didekat pintu masuk, merasa tidak nyaman dengan posisiku yang terlalu dekat dengan pintu karena bisa saja menghalangi jalan keluar masuk orang lain.
"Ngg, permisi." aku menegur seseorang yang berdiri tidak jauh dari tempatku saat ini.
"Ya?" sahutnya agak terkejut seraya memandangku.
"Kalau mau beli tiket konser, dimana ya?" tanyaku dengan canggung sambil melihat kearah meja-meja yang terlihat sibuk dengan berbagai kegiatan dibaliknya.
"Konser apa?" tanya pria tersebut.
Aku tercengung. Memangnya ada berapa konser yang tiketnya dijual diradio ini?
"Konser MLTR," jawabku setengah berbisik.
"Oh, disana," tunjuk pria tersebut kearah salah satu meja yang saat ini sedang melayani orang lain.
"Oh." Aku menganggukkan kepalaku tanda mengerti.
Untuk beberapa saat, aku masih berdiri dengan canggung, menoleh ke kanan dan ke kiri, melihat situasi disekelilingku. Tiba-tiba, pintu masuk ruangan membentur bahu kananku, memaksaku untuk segera bergeser ke kiri.
"Berdiri disini aja, Mas, dekat saya. Itu jalan keluar masuk orang, biar gak ngehalangin," ujar wanita tersebut kepadaku, sambil menggeser badannya untuk memberiku ruang lebih luas agar dapat berdiri didekatnya.
Aku menggeser badanku ketempat yang dia sediakan sambil tersenyum.
"Terima kasih," ucapku pelan, masih meringis merasakan sakit dibahu akibat benturan pintu barusan.
"Ngg, antreannya bagaimana ya? Kok sepertinya gak beraturan gini?"
Aku berusaha untuk memulai sebuah obrolan dengan wanita disebelahku ini agar tidak canggung karena hanya berdiri berdiam diri seperti ini. Aku tidak tahu bagaimana sistem antre untuk membeli tiket kali ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Serpihan Cinta Lama
RomantizmAku telah melangkah melewati beribu-ribu jarak, beribu-ribu hari, membawa ruang kosong dihatiku. Cinta telah kutitipkan pada masa lalu, tetapi aku masih menyimpan sehela harapan masa depan bersamamu. Aku masih ingat hangat jemarimu dipipiku, membawa...