SANG PENCERAH

124 2 3
                                    

         Pada zaman penjajahan Belanda di Yogyakarta, terdapat perbedaan pendapat antar muslim di Yogyakarta

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

         Pada zaman penjajahan Belanda di Yogyakarta, terdapat perbedaan pendapat antar muslim di Yogyakarta. Terdapat seseorang yang ingin membenarkan ajaran islam di Yogyakarta dan menerapkan ajaran Rasulullah SAW. Beliau adalah K.H.Ahmad Dahlan.
          
           Kisah Perjuangan Ahmad Dahlan 'Sang Pencerah' Kembangkan Muhammadiyah.
         
          Sosok Ahmad Dahlan melekat erat dalam kisah perjalanan Indonesia. 'Sang Pencerah' yang berasal dari Kauman, Yogyakarta, ini merupakan pendiri Muhammadiyah, salah satu ormas terbesar di Indonesia yang banyak berperan di bidang sosial, pendidikan dan kesehatan.

          Ahmad Dahlan lahir dari Yogyakarta pada 1 Agustus tahun 1868. Dahlan muda, yang dikenal dengan nama Muhammad Darwis, pada umur 15 tahun berangkat menuju Makkah untuk menunaikan ibadah haji dan belajar agama.

          Lahir dari orang tua yang kental dengan ilmu keagamaan, Ahmad Dahlan mengikuti jejak ayahnya, K.H Abu Bakar, yang merupakan ulama masjid kesultanan Yogyakarta. Selama di Mekkah, Ahmad Dahlan belajar dari Syeh Ahmad Khatib dan ulama-ulama lainnya dan mempelajari pemikiran dari Muhammad Abduh, Abdil Wahhab, Jamaluddin Al-Afghani,dan Rasyid Ridha.

         Setelah kembali ke tanah air, Ahmad Dahlan menikah dengan Siti Walidah yang kelak menjadi pahlawan nasional. Siti walidah merupakan pendiri dari gerakan perempuan Aisyiah. Ajaran yang dikembangkan Ahmad Dahlan adalah berfokus pada sunnah dan Alquran.

          Dakwah yang dilakukan oleh Ahmad Dahlan tidaklah selalu mulus. Pertentangan dan penolakan hingga ancaman pembunuhan dialami Dahlan dalam mengembangkan Muhammadiyah. Ketika surat permohonan pembentukan badan hukum Muhammadiyah dikeluarkan pemerintah Hindia Belanda, Ahmad Dahlan hanya dapat melakukan aktivitasnya di Yogyakarta.

          Tidak kehabisan akal, Ahmad Dahlan tetap melakukan dakwah di berbagai kota dan melakukan pendekatan lewat jaringan-jaringan dagangnya. Muncul ketakutan pemerintah Hinda Belanda saat itu terkait perkembangan Muhammadiyah. Lewat aktivitas dakwah dan jaringannya, berbagai macam dukungan datang dari luar Yogyakarta untuk Muhammadiyah.

     Pada suatu waktu, Muhammadiyah dianggap melakukan tafsir Alquran yang baru oleh organisasi Islam lainnya pada kongres Al-Islam di Cirebon. Mengenai kritikan itu, Ahmad Dahlan menjawab:

        "Muhammadiyah berusaha bercita-cita mengangkat agama Islam dari keadaan terbekelakang. Banyak penganut Islam yang menjunjung tinggi tafsir para ulama dari pada Qur'an dan Hadis. Umat Islam harus kembali kepada Qur'an dan Hadis. Harus mempelajari langsung dari sumbernya, dan tidak hanya melalui kitab-kitab tafsir," kata Ahmad Dahlan saat itu.

      Ahmad Dahlan tercatat memimpin Muhammadiyah pada tahun 1912–1923. Salah satu strateginya dalam mengembangkan Muhammadiyah adalah mendidik pada pamongpraja (calon pejabat) yang belajar di OSVIA Magelang dan Kweekschool Jetis Yogyakarta, tempat dirinya juga bekerja sebagai seorang pengajar.

   Setelahnya, Dahlan juga mendirikan sekolah keguruan yang bernama Madrasah Mu'allimin (Kweekschool Muhammadiyah) dan Madrasah Mu'allimat (Kweekschool Putri Muhammadiyah). Atas dedikasinya, Ahmad Dahlan menerima gelar pahlawan nasional. Salah satu pertimbangan pemerintah adalah:

1. K.H. Ahmad Dahlan telah memelopori kebangkitan ummat Islam untuk menyadari nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar dan berbuat.

2. Dengan organisasi Muhammadiyah yang didirikannya, telah banyak memberikan ajaran Islam yang murni kepada bangsanya. Ajaran yang menuntut kemajuan, kecerdasan, dan beramal bagi masyarakat dan ummat, dengan dasar iman dan Islam.

3. Dengan organisasinya, Muhammadiyah telah mempelopori amal usaha sosial dan pendidikan yang amat diperlukan bagi kebangkitan dan kemajuan bangsa, dengan jiwa ajaran Islam.

4. Dengan organisasinya, Muhammadiyah bagian wanita (Aisyiyah) telah mempelopori kebangkitan wanita Indonesia untuk mengecap pendidikan dan berfungsi sosial, setingkat dengan kaum pria.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 06, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SANG PENCERAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang