Dua Puluh Satu : Kebohongan

3.7K 100 4
                                    

Rendi emang humoris dan suka bercanda. Sesekali aku tidak kuat tahan tawa di hadapanya.
Di perjalanan pulang di iringi celotehannya rendi yang membuat geli di perut.
“Ren aku boleh minta tolong ga ?”. tanyaku dengan wajah melas ku.
“minta tolong apa ?”. tanapa melihat muka melasku, dia fokus menyetir.
“Emh,... tolong rahasiain kalo aku habis sakit ya, jangan bilang ibu, Plissss”. Rendi langsung menoleh ke arahku.
“Emangnya kenapa, lebih baik ibu mu tahu, biar kamu ada yang memantau”. Jelas rendi
“Bukannya gitu, aku takut membuat ibu sedih, aku mohon ren”, sambil memegang pundaknya dan mata ku hampir menjatuhkan air mata. Rendi melihatku dan tersenyum tipis kepadaku dan berkata, “Iya, tapi kamu harus janji minum obat secara teratur dan makan teratur”.
Aku langsung tersenyum girang, “Makasih dokter lebay, baik deh”
“Kalau udah gini aja mohon-mohon, sampek nangis lagi”.
“apaan sih, nih lihat aku ga nangis tuh”. Sambil memperlihatkan mataku, setelah ku usap dengan tisu.
Kita melanjutkan perjalanan dan bercanda bersama, tak lupa kita selalu beradu argumen dan debat, si reva dan romi hanya penonton setia, yang selalu ngasih jeda untuk berhenti ketika kita berdebat.
****
“Akhirnya sampai di rumah”. Kataku lega.
Mereka bertiga mampir kerumah, karena badanku yang masih lemas dan lemah dengan sigapnya rendi memegang pundakku, dan membantuku berjalan.
“Loh, Nda kenapa kok lemes banget”. Kata ibu heran melihat ku.
“Gapapa bu, mungkin aku kecapean di jalan, iya kan kak Rendi”. Akhirnya aku memanggil rendi dengan benar di hadapan ibu.
“Iya tante, Nda kecapean jadi pucat, nanti istirahat yang cukup juga sembuh”. Kata rendi sepakat denganku. Ibu langasung percaya, walaupun masih bertanya-tanya.
Setelah mereka semua pulang, aku masuk ke kamar dan langsung istirahat, aku membuka tas ku yang isinya segebok obat yang mengerikan. “Aku harus membuang obat ini, emang aku sakit apa sampek obatnya banyak banget , palingan besok juga sembuh sendiri”. Akupun berbicara sendiri, bangkit dari tidur dan langsung membuangnya.
****
“Auch... ga biasanya badan ku lemes banget kek gini”. Kataku dalam hati.
Setelah selesai semua aku siap berangkat ke sekolah, walaupun badanku kurang mendukung.
“Nda, ibu udah siapin bekal buat sekolah, jangan lupa waktu istirahat di makan”. Kata ibu sambil memasukkan bekal dalam tas ku.
“Iya bu, aku berangkatnya naik bus sekolah aja ga usah di anter”. Kataku sambil menjabat tangan ibu.“Assalamualaikum”.
Sesampainya di sekolah sahabat ku menyambutku dengan senyuman dan heran.
“Nda, gimana liburan tahun barunya??”. Tanya riri kepo
“Ya seru pokoknya”. Kataku singkat
“Nda, katanya kamu benci sama dokter kok sampek liburan bareng segala ??”. tanya Esty ikut kepo.
“Itu karena paksaan, untungnya semua dokter dan perawat muda asyik dan ga ada yang bawa alat medis, jadi aku anggap dia temen sekolah deh”. Kataku nyengar-nyengir. Aku langsung kepikiran. “Stop, kok kalian tahu kalo aku liburan?”.
“Ya iyalah nda, aku kan punya bbmnya kak rendi, otomatis aku tahu PM dan DP nya lah”.
“udah ya wawancaranya aku mau bobok cantik di bangku dulu, palingan nanti juga jam kosong, kan abis liburan”. Siap ber hibernasi di bangku kesayangan.
Jam kosong ku lalui dengan istirahat di bangku, badanku mulai lemes dan mual rasanya, aku menahanya.
“Nda udah istirahat nih, ga ikut ke kantin”. Kata esty
“Ga dulu ty, ini aku bawa bekal”. Sambil mengeluarkan bekal dari tas.
Aku dengan sigapnya menyendok nasi, tak lama kemudian rasanya mual. Aku tidak tahan dan menghentikan makan ku.
Esty dan riripun membawakan kesukaan ku dari kantin.
“Nih coklat buat kamu nda, kamu kenapa kok makanannya ga di habisin?”. Riri bertanya padaku.
“Mual ri rasanya sejak kemarin, ga tau aku sakit apa?”. Kata ku sambil memagang perut ku.
“emang ciri-cirinya apa, sapa tau di UKS ada obatnya”. Aku langsung menjawab. “Ga ah ri, aku ga perlu obat”.
Riri memperhatikan segala gerak-gerikku yang kesakitan memegang perut ku.
“Nda tangan mu kok ada hansaplasnnya, pas di nadi pula, kamu habis di infus ya nda??”
Aku langsung melongo, kenapa riri sampai tau padahal, ini rahasiaku sama rendi. Akupun akhirnya jujur sama riri. “Iya ri, kemarin aku pingsan, gara-gara sakit kaya gini juga”. Riri dan esty kaget.
“kamu sakit apa nda, bawa obat ga sekarang?”. Kata esty
“Obat nya udah aku buang, males banget lihat obat sebanyak itu, paling nanti juga sembuh sendiri”.
“Gimana mau sembuh obat aja ga ada?, coba ciri-ciri sakit mu apa, sapa tau aku tahu”. Kata riri.
“Perih banget perutku, kalo aku masukin makanan rasanya ingin muntah”
“Itu Maag Nda, biar aku ambilin obat di Uks, kamu tunggu sini aja”. Riri langsung lari secepat kilat menuju Uks. Dan langsung kembali ke kelas.
“Nih, Kamu minum, ini ga pahit kok”.
“Apa harus ya ri”. Tanyaku polos. “Ya harus lah, ini buat meminimalisir aja, kamu harus ke dokter biar cepet sembuhnya”.
“Aku ga mau berurusan dengan dokter, aku minum ini aja, pasti sembuh kok”.
Ku minum obat itu penuh harapan kesembuhan.
****
Aku sampai rumah langsung istirahat,
“Nda ibu mau tanya, di tempat sampah itu obat-obantanya siapa, banyak banget”. Kata ibu
“emh.... itu punyanya uks bu udah Exp. Jadi aku bawa trus aku buang”.
“Kamu jangan bohong ya, kali ini ibu percaya. Tunggu-tunggu di tangan mu kenapa ada hansaplas?”
“Ini tadi ga sengajah jatuh bu”. Kataku sambil gugup dan keringat dingin.
“Terus gimana, masih sakit habis jatuhnya”. Kat ibu sambil mengelus kepalaku.
“Enggak kok bu, aku istirahat aja ya bu, capek habis liburan kemarin”.
Aku terpaksa membohongi ibu, walaupun dalam hati rasanya sakit. Aku istirahat di temani lagu kesukaan ku. Tiba-tiba hp ku bergetar.
“Hai manja, gimana udah minum obatnya?”
“Iya udah, santai aja, janjiku aku penuhi kok”.
“Oke deh, kalau sampek bohong awas ya. selamat istirahat ya”.
Aku dengan terpaksa sekali lagi berbohong kepada orang yang peduli padaku. Aku belum siap untuk menceritakan yang sebenarnya kemereka.

&&&&
Makasih semuanya udah sempetin baca-baca. Tunggu lanjutan ceritanya ya.
Vote dan follow aku ya.

Me Vs DoctorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang