one

26 12 10
                                    

"LAVENA THALIA! SUDAH AYAH BILANG INI ADALAH YANG TERAKHIR DAN KAMU MASIH MENGULANGINYA LAGI?" ya itu adalah ayahku, ia sedang memarahiku. Aku terdiam dan menunduk.

"Ma-maaf, yah.."

"SELALU SAJA BERKATA MAAF. KAMU ITU PEREMPUAN DIMANA MARTABAT KAMU?? SELALU KELUAR MALAM, BERPESTA, DAN HURA-HURA!" Ya, yang dikatakan ayahku itu benar aku selalu keluar malam, berpesta, hura-hura, dan lain-lain. Bukan berarti aku adalah jalang-jalang yang mau menyerahkan diri begitusaja ke pria bejat.

Mom telah meninggal dua tahun yang lalu karena penyakit kanker yang mengerogoti tubuhnya.

Ayah menghembuskan nafas dengan kasar.
"Besok ayah akan pergi ke Prancis satu bulan." Aku tersenyum dan berteriak-teriak gembira di hati. "Eits, kamu jangan senang dulu. Sebentar lagi, anak teman ayah akan datang untuk menemanimu dirumah selama ayah tidak ada." aku pun mendongakkan kepala dan menatap ayah bingung dan kesal.

Ting. Tong.

"Pasti itu dia!" kata ayah ku menuju keluar dengan ekspresi senang.

Tak lama aku melihat seorang laki-laki membawa tas, berbadan tegap, rambutnya yang keriting, mata hijau serta lesung pipitnya saat tersenyum yang mengembang di wajahnya yang tampan. Ya dia memang tampan, aku akui itu. Aku memandang dia dengan sinis. Sepertinya aku pernah melihat dia, tapi dimana ya? Tidak penting untuk memikirkan dia.

"Hei, kenapa kamu melamun? Berkenalanlah!" tanya ayah denga senyum di wajahnya.

"E- e.. Eh iya yah. Lavena Thalia!" aku memberi telapak tanganku padanya dan dia dengan cepat memegang tanganku. Aku pun menggengam tangan dia dengan kuat dan dia meringis kesakitan.

"Harry Styles." oh, aku langsung melepaskan tanganku darinya dan dia masih memengang tanganku kuat-kuat. Aku pun menatap dia dengan tajam dan melepaskan tangannya.

"Duduk lah, Harry. Jadi, Harry akan menemani serta memantau kemanapun kamu pergi selama ayah di Prancis. Bukankah begitu, Harry?" Ucap ayahku. Aku tak percaya ini.

"Ayah.. Masa harus dengan seorang laki-laki? Kenapa tidak suruh Stella saja kesini dia kan sepupuku!" kataku tak terima. "Nanti kalau dia macam-macam gimana?"

"Stella tidak bisa, kamu bisa saja menutup mulut dia. Harry adalah pria baik, jadi tidak mungkin dia berbuat yang macam-macam, bukankah begitu, Harry?" elak ayahku.

"Yeah"

"Mana kunci mobil?" ucap ayah.

"Kunci mobil, Lav!" ulangnya. Aku pun mengambil kunci mobil di saku celana ku dan menyerahkannya ke ayah.

"Harry, ini ku serahkan padamu. Jika ia ingin keluar kau yang mengantarkannya." ayah menyodorkan kunci mobilku padanya?

"Kenapa berlebihan sekali ayah?" kataku menatap ayah dengan heran dan beralih ke laki-laki itu. Aku lupa namanya. Harris, Hagrid, Heary, Harly, Curly? Ya, sama seperti rambutnya itu yang keriting.

"Pokoknya ayah mau kamu ada perubahan. Walaupun sedikit."

"Terserah ayah saja aku menyerah berdebat dengan ayah yang tidak ada abis-abisnya!" aku pun bangkit ke kamar ku meninggalkan mereka berdua. Dan menutup pintu dengan keras.

✳✳✳✳✳

"Hei.. Bagunlah!" aku merasakan seseorang sedang menepuk nepuk bahkan mengelus pipiku lembut. Aku membuka mataku perlahan aku melihat laki-laki sedang menatap ku walaupun mataku masih melihatnya remang-remang tapi aku bisa melihatnya dengan jelas.

 Aku membuka mataku perlahan aku melihat laki-laki sedang menatap ku walaupun mataku masih melihatnya remang-remang tapi aku bisa melihatnya dengan jelas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"AAAAAAAA..." Aku berteriak sekencang-kencangnya. Tidak peduli siapa dia.

"Astaga Lavena. Kenapa kau berteriak kencang-kencang? Ini masih pagi."

Aku pun bangkit dari kasur.

Plak

Aku langsung menampar pipi kanannya. "Berani-beraninya kau memengang pipiku!"

"Aku hanya ingin membangunkan tidurmu, sayang." Apa katanya? Aku langsung menatap tajam ke arahnya.

"Sayang, Sayang. Mulai besok kau tidak usah membangunkanku lagi. Seenaknya saja masuk. Sudah sana!" Dia keluar dari kamarku dan aku masih duduk di pinggir tempat tidur sesekali merenggangkan otot-ototku.

Setelah mandi dan berpakaian aku turun ke bawah lalu pergi bersama teman-teman. Kulihat dia sedang duduk di kursi makan. Mungkin dia merasakan kehadiran ku saat turun, jadi dia melihat ke arahku.

"Kau mau kemana?" tanyanya.

"Kemana saja. Bukan urusan kau ini," jawabku ketus.

"Kau tak ingat, kemaren malam ayah kamu itu memintaku untuk menemanimu dan memantau kemanapun kau pergi. Lalu saat pagi tadi ayahmu berpesan lagi."

"Lalu kau turuti, begitu?" kataku.

"Ya," aku memutarkan kedua bola mataku.

"Mana kunci mobil?" tanyaku malas.

"Tidak bisa."

Menjengkelkan sekali. Mungkin dia menaruhnya di meja luar jadi ku cek sajalah. Saat hendak keluar untuk mencari kunci mobil, dia menarik tanganku dan menghempaskan tubuhku ke dinding dan dia menghimpit tubuhku.

"Lepaskan aku!"

Aku mencoba memberontak dia tapi tidak bisa, tenaganya kuat sekali.

"Kau tidak mendengar? LEPASKAN AKU, HARRIS!"

Aku bisa menatapnya sekilas, dia seperti hewan buas.

"Sepertinya kita bisa berkenalan lagi, karena kau lupa namaku. Namaku Harry Styles, Lavena Thalia.." kini dia berbisik di telingaku, membuatku merinding.

"Persetan dengan namamu! Minggirlah sialan!" Sial! Dia kuat sekali.

"Diamlah atau ku cium, hem?" aku tersentak dan dia mulai mendekatkan wajahnya. Sebelum ia mengambil first kiss ku, ku tendang saja miliknya.

"AWW!!"

Dia pun melepaskan ku tanpa sadar dan dia mengelus-ngelus miliknya itu sambil meringis kesakitan.

"Rasakan itu, Harry Fucking Styles!" aku tertawa-tawa sambil meninggalkannya.




✳✳✳✳



Jadi itulah, lagi ada inspirasi jadi kepengen nulis tentang Harry Styles(?)

Vote! Vote! Vote!
Comment! Comment! Comment!

PARADISE // H.STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang