Hai, addback.

11 0 0
                                    

Awal semester di kelas 3 SMA, gue resmi menjadi seorang senior di sekolah gue. Nama gue, Shaffad. Gue biasa di panggil Apad sama teman-teman gue di sekolah. Gue biasa main sama Erdi dan Fandi. Oh iya, dan gue anak IPA dikelas 12 IPA 4.

Hari ini, murid baru yang habis di MOS baris ber-baris di lapangan sekolah gue. Gue perhatiin sekeliling gue, sama sekali nggak melihat calon adek kelas yang bisa gue jadiin gebetan. Tapi banyak teman-teman gue yang bercanda kalo mereka bakalan nge-gebet adek kelas yang katanya cantik. Apalagi si Fandi, dia paling getol lirik sana sini.

Selang sebulan gue ngejalanin keseharian gue sebagai senior, sudah mulai banyak kegiatan entah itu tentang ujian, perpisahan, dll. Hari itu, gue terpilih jadi anggota pembuatan Almamater sekolah. Kebetulan 3 angkatan semua digabungin jadi satu. Rapat hari pertama, gue memperhatikan cewek-cewek junior gue yang mungkin bisa gue jadiin gebetan. Kebetulan gue duduk disamping temen gue, Dea namanya.
"De, ade kelas lo nggak ada yang cakep, apa? Haha." celetuk gue.
Dea nge-bales, "Ye.. gila lo ya? masih aja nyari cewek."
"Haha.. lo cemburu, De? Eh, btw, itu cewek yang didepan lo siapa namanya? Aneh dah mancung banget idungnya, tuh liat tuh, roknya kebuka dikit." balas gue.
"Oh itu, lupa gue namanya siapa. Tapi dia katanya basis di SMP-nya dulu, jangan deketin dia, Pad." kata Dea.

Rapat selesai. Malamnya, gue di invite di group panitia almet. Ya, gua klik Join. Gue iseng-iseng nge-cek siapa aja yang jadi panitia. Dan, yap! Gue menemukan dua adek junior yang gue pikir bisa gue jadiin gebetan. namanya Olivia dan Anjani. Tanpa pikir panjang, gue chat satu-satu. "Hai, addback ya.." itu adalah kata-kata pertama ketika gue nge-chat mereka. Entah apa yang membuat gue jadi idiot adalah ketika mereka membalas, "Hai juga kak" gue malah senyum sendiri. Tapi senyum itu cuma terjadi sama chatnya Olivia. Nggak tahu kenapa, gue lebih condong asyik ke Olivia. Kalau ke Anjani, dia cuek maka dari itu gue lebih ngerasa pas sama Olivia.

Shafadapad: "Hai, Olivia."
Olivia.          : "Hai, Kak."
Shafadapad: "Addback, gue ya."
Olivia.          : "Udah, kak."
Shafadapad: "Hehe.. makasih, ya, Liv. Btw, lo gimana sekolah disini?"
Olivia.         : "Sama-sama, kak. Oh, haha. Enak kok kak."
Shafadapad: "Enak doang, ya? Haha. Udah makan?"
Shafadapad: "Eh haha, maaf Liv, sok asyik banget ya gue."
Olivia.         : "Engga kok, Kak. Haha, santai aja sama gue. Udah kok udah, kalo lo, Kak?"

Percakapan gue cukup panjang untuk gue ceritain disini. Intinya, hari itu adalah awal dari dunia baru gue yang bahagia.

Seminggu kita sering kasih kabar, semakin dekat juga kita. Sepulang sekolah, gue menghampiri dia didekat tangga. "Liv. Nanti malem ada acara gak? Kan besok libur nih." Tegor gue. "Eh, kak Apad. Hmm..., iya deh kak. Jam berapa?" jawab Olivia. "Jam 7, nanti gue jemput lo. Kirim lewat chat aja ya alamat rumah lo. Dah, Oliv." Balas gue.

Tepat jam 7 malam, gue sampai didepan rumahnya Oliv. Gue sedikit minder, ternyata Oliv anak orang kaya, sementara gue jemput dia pakai motor, apa dia mau?

Oliv keluar dari rumah. "Eh, kak Apad. Hehe." Kata Oliv. "Udah ayok, kita jalan. Tapi, lo mau kan jalan pake motor?" Tanya gue sedikit mengecilkan suara ketika gue menanyakan soal motor. "Ih! Nggak apa-apa, lagi. Gue nggak terlalu ngerepotin soal kendaraan, kok." tegas Oliv.

Sesampainya gue di salah satu mall, gue dan Oliv jalan hanya untuk menonton sebuah film. Kebetulan filmnya memang lagi booming banget pada saat itu. Di perjalanan gue dan dia menuju ke tempat nonton kita banyak bercanda, ngobrolin tentang keresahan kita di sekolah. "Liv, gue tuh sekarang lagi suka makanin cilor. Nggak tau kenapa, enak aja gitu." ucap gue. "Sama, Kak. Gue juga, haha. Pedes-pedes asin gimana gitu." balas Oliv. Dan juga, gue banyak bertanya soal dia ada hubungan atau enggak sama cowok lain. "Liv, lo lagi deket sama siapa sekarang?" tanya gue dengan sedikit gugup. "Nggak deket sama siapa-siapa kok, Kak." jawab Oliv. Gue kaget, terus terang disitu perasaan gue juga senang dengernya.

Senin. Ya, hari itu hari senin. Gue langsung menanyakan ke temannya Oliv tentang perasaan Oliv ke gue. "Sya! Bentar sini, gue mau ngomong." saut gue manggil si Tasya, temennya Oliv. "Oh, kenapa Kak?" tanya Oliv. "Lo tau nggak gimana perasaan Oliv ke gue sekarang?" tanya gue lagi. "Hmm.. dia udah ada rasa tau kak sama lo. Udah selama ini dia deket sama lo, dia butuh kepastian dari lo." jawab si Tasya. Wah, ini kabar yang sangat amat baik di hari Senin buat gue. Gue berpikir, gue harus memikirkan sebuah cara untuk segera nembak Oliv dengan sempurna.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 08, 2017 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

DiaWhere stories live. Discover now