Mutiara Puncak Lawu
Buku 1eTeja Ndaru tampak terkesiap diatas rakitnya ketika telinganya mendengar sesuatu yang tercebur dipermukaan sungai. Disusul debaran jantungnya yang semakin kencang mana kala matanya menatap seonggok bayangan mengapung tenang ke arahnya. Dalam benak anak muda itu merasa yakin bahwa seonggok bayangan mengapung itu tentu salah satu diantara para prajurit yang sedang bertarung.
"siapa dia.." -- desisnya -- "apakah Ki Rangga Jumena?, apakah aku akan menolongnya? ataukah membiarkannya terbawa arus sungai ini",
Dalam kebimbangan hati ternyata Teja Ndaru memutuskan menancapkan galah ke dasar sungai hingga getek bambu itu terhenti menunggu sosok tubuh terhanyut itu semakin dekat.
"Ki Lurah..?! Ki Lurah Sarju..!!" -- Teja Ndaru terkejut ketika sesosok tubuh yang mengapung itu terhenti di bibir rakitnya.
Tanpa berfikir panjang ditancapkanlah galah bambu itu semakin dalam kedasar sungai hingga rakit itu tidak menjadi hanyut. Kemudian ditariknya tubuh Ki Lurah Sarju yang sama sekali tidak bergerak itu.
"Ki Lurah..!! Ki Lurah..!!" -- ucap Teja Ndaru sambil menggoyang-nggoyang tubuh Lurah prajurit itu setelah berada diatas rakit, sementara ditubuhnya masih mengalir darah segar pada segaris luka dipunggungnya.
"Sebaiknya aku bawa ke tepian berbatu itu" -- berkata Teja Ndaru dalam hatinya, seraya mendorong rakit bambu itu menepi disisi timur bengawan, kemudian ditariknha tubuh Lurah itu hingga terbaring di bebatuan yang cukup besar. Lalu dengan perasaan panik kembali Teja Ndaru semampunha memeriksa tubuh Lurah prajurit itu.
"Masih ada nafas" -- desisnya, -- "tapi bagaimana ini?! darahnya tidak mau berhentu mengalir. Ki Lurah!! Ki Lurah..!!" -- teriak Teja Ndaru dalam kepanikannya menekan-nekan dada Ki Lurah Sarju. Hingga sesaat kemudian terlihat Lurah prajurit itu terbatuk-batuk.
"Ki Lurah..!!" - panggil Teja Ndaru.
Sementara Ki Lurah Sarju nampak tubuhnya menggigil, dengan nafas yang tak beraturan seakan tidak mendengar teriakan Teja Ndaru yang.
"Darah ini tak kunjung berhenti mengalir.? bagaimana ini?" -- kata Teja Ndaru dalam kebelisahannya.
Akan tetapi karna seringnya mengikuti pengembaraan bersama Raden Jaka Pabelan, ternyata daya pikir pemuda itu cukup berjalan dengan baik. Sehingga tanpa ragu-ragu dirabanya pinggang Ki Lurah Sarju hingga menemukan sebuah bumbung kecil terselip dibalik bajunya.
"Obat apa ini? bumbung ini basah, mudah-mudahan tidak merembes sampai ke dalam" -- desis Teja Ndaru seraya membuka sumpal bumbung itu, -- "serbuk obat?!, obat apa ini?"Disela-sela kebingungannya itu Teja Ndaru tidak lagi menimbang-nimbang metika menemukan serbuk obat di balik pinggang Ki Lurah Sarju. Yang ada dalam benak pemuda itu hanya bagaimana supaya darah yang mengucur di punggung Lurah prajurit itu menjadi pampat, maka tanpa buang waktu serbuk obat ditu ditaburkan pada goresan luka tersebut, hingga sedetik kemudian terdengar Lurah Sarju melenguh menahan pedih yang teramat sangat.
"Tahan Ki Lurah..!!" -- ucap Teja Ndaru seraya merobek dua kain panjang dilengan bajunya, kemudian membalut luka itu semampunya.
"Mudah-mudahan ini obat yang benar..!!" --desis Teja Ndaru.
Namun beberapa saat kemudian tubuh Lurah Prajurit itu menggigil hebat menskipun darah dipunggungnya terlihat sudah tidak mengalir lagi. Teja Ndarupun nampak menjadi kalut dengan apa yang terjadi, karna memang pemuda itu sama sekali tidak mengerti apa yang harus dilakukannya.
Akan tetapi Lurah prajurit itu ternyata mempunyai ketahanan tubuh yang cukup baik, sehingga pada detik-detik berikutnya bibirnyapun mulai bergumam, -- "tolong.. tolong" -- katanya lirih.