Aku berjalan dengan santai, sambil melontarkan pandanganku pada pemandangan alam yang masih sangat asri dan sesekali mencuri pandang pada Andre yang terlihat sangat manis mengenakan kemeja putih polos.
"Pekerjaanmu mantri ya?" Tanyaku memecah keheningan yang tengah menjalar diantara kami berdua.
"Iya, itu sebabnya aku pergi ke kota karena persediaan obat dan beberapa alat seperti jarum suntik sudah habis. Maaf aku tidak pamitan padamu waktu itu, aku buru-buru, karena saat itu ada penduduk desa yang sedang sakit." Jelas Andre.
"Tidak apa-apa..." Ucapku.
"Ngomong-ngomong soal Julius, dia mengatakan bahwa ia teman masa kecilku yang hilang dahulu. Tapi Aji menyanggah hal itu." Kataku.
"Mmh... apakah ada buktinya?" Tanya Andre dengan wajah yang serius.
"Iya." Aku mengangguk.
"Jujur saja, aku tidak ingin mengetahui masa lalumu tentang apa pun itu terlebih lagi masa lalu yang menyisakan kenangan buruk untukmu. Aku hanya ingin menerimamu apa adanya seperti yang ada sekarang."
Aku terdiam dan menatap mata Andre.
"Aku ingin memastikan sesuatu sekali lagi. Apa hatimu masih kosong? Apa kau benar mencintai Julius dengan sepenuh hatimu? Apakah yang kau katakan waktu itu benar? Apakah tidak ada ruang lagi bagiku?" Tanya Andre bertubi-tubi.
"Aku tidak bisa memutuskan hal ini secepat itu. Aku belum memutuskan yang aku pilih diantara kalian. Aku mohon Andre jangan tanyakan hal ini lagi, pada saatnya nanti jika kau memang takdirku aku akan berjalan sendiri ke arahmu." Tegasku pada Andre. Mata kami berpaut beberapa menit kemudian Andre memalingkan pandangannya.
"Baiklah aku tidak akan mengungkitnya lagi. Kau berkata seperti itu sudah sangat lebih dari cukup bagiku." Kata Andre menghela nafas panjang.
"Ini rumah keluarga Tumonggi." Kata Andre ketika kami tiba disebuah rumah yang halamannya sudah dipenuhi bilah-bilah bambu yang berserakan.
"Eh nak Andre, silahkan masuk." Kata seorang bapak bertubuh gempal yang tengah memilah-milah bambu yang berserakan itu.
"Wah nak Andre sudah datang, tunggu sebentar ya ibu buatkan minum." Kata seorang ibu yang baru saja selesai menyapu rumahnya.
"Tidak usah repot-repot bu. Kami tidak akan lama, saya cuma mau mengecek bambu-bambu yang akan jadi cetakan I'nuyu." Kata Andre memperhatikan bambu-bambu yang selesai dipilah.
"Cantik sekali calonnya..." Goda ibu itu, lengannya menyentil pinggul Andre.
"Hahaha... ibu bisa saja..." Andre tertawa geli. Aku hanya tersenyum seraya menundukkan kepala.
"Sepertinya ini sudah cukup pak. Saya mau permisi ke tempat lain." Kata Andre yang tiba-tiba menggandeng tanganku dan berjalan meninggalkan rumah itu.
"I'nuyu itu apa?" Tanyaku.
"I'nuyu itu semacam nasi bambu. Jadi untuk membuat nasinya matang akan dibakar terlebih dahulu di dalam bambu."
"Pasti enak sekali..." Kataku sambil membayangkannya.
'Pastinya..." Sahut Andre.
"Oke, rumah kedua. Rumah keluarga Rompalino yang dipercayakan untuk menampung beras dan kayu api."
"Permisi!" Seru Andre.
"Iya?" Sahut seorang anak perempuan yang membukakan pintu rumah.
"Bapaknya ada Tara?" Tanya Andre pada anak perempuan itu.
"Bapak sama ibu lagi di sawah kak. Kakak mau ngecek bahan-bahan buat padungku besok lusa?" Tanya Tara.
"Iya, boleh kakak lihat?" Andre tampak lembut sekali. Aku memperhatikan Andre, yang sifatnya tampak belum pernah kulihat.
"Boleh kak, silahkan masuk..." Kata Tara mempersilahkan kami berdua masuk ke rumahnya.
"Tara di rumah sendiri ya?" Tanyaku pada Tara ketika Andre masih sibuk mengecek perlengkapan.
"Mmm." Angguknya.
"Ayo kenalan. Nama kakak Ria... kakak punya adik seumuran kamu loh namanya Rani. Kapan-kapan Tara main ke rumah kakak ya..." Kataku sembari mengelus kepala Tara dengan sayang. Tara mengangguk gembira.
"Sip, ini juga sudah cukup. Kita hanya perlu menunggu hari pelaksanaannya." Kata Andre menyelesaikan tahap akhir pengecekannya.
"Oke Tara kalau begitu kak Andre sama kak Ria pulang dulu ya. Tara hati-hati di rumah. Dada..." Kata Andre melambaikan tangannya pada Tara ketika kami sudah berada di depan rumah.
"Dada Tara...!" Seruku.
"Kita sudah selesai, sekarang mau kemana lagi ya? Kamu maunya kemana?" Tanya Andre.
"Memangnya cuma dua rumah saja?" Tanyaku.
"Iya, karena semua penduduk mengumpulkan bahannya di kedua rumah keluarga itu. Jadi kan aku atau saudara-saudaraku tidak perlu repot-repot untuk mengunjungi banyak rumah." Jelas Andre.
"Kamu ingin kemana?" Tanya Andre sekali lagi.
"Wah, apa dia ingin mengajakku untuk berkencan?" Tanyaku dalam hati.
"Terserah padamu saja." Jawabku.
"Baiklah kalau begitu. Ayo!" Andre menggenggam tanganku.
Kami tiba di sebuah ruangan yang dipenuhi jendela kaca dan dihiasi berbagai jenis bunga terutama bunga anggrek. Yang berada tidak jauh dari kediaman keluarga Lorua, keluarga tetua adat. Beberapa tanaman berbunga yang memiliki bau harum mampu mengolah suasana hati yang mencium aromanya, sedangkan di sudut ruangan banyak terdapat tanaman obat dari berbagai spesies seperti Centella asiatica, Reishi Gano, Spicatus, dan yang lainnya. Semuanya terlihat sangat terawat dengan baik.
"Sebenarnya aku mengajakmu kesini karena aku ingin memberikan ini." Kata Andre memberiku sebuah pot yang telah dilengkapi tanah dan benih.
"Kau memberiku tanaman apa?" Tanyaku sembari memperhatikan pot yang terbuat dari tanah liat di genggamanku.
"Kau akan tahu sendiri, jadi ku mohon rawatlah tanaman itu." Kata Andre. Ia tersenyum sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam kantong celananya.
"Bagaimana perasaanmu selama kau tinggal di sini?" Tanya Andre seraya mengambil air untuk menyirami beberapa bunga di pot yang terlihat baru disemai.
"Aku senang. Aku merasa cepat berbaur karena budaya dan kepribadian masyarakat disini sangat menjunjung tinggi kekeluargaan." Jawabku.
"Apa kau tidak merasa tertekan?" Tukas Andre.
"Tertekan? Tertekan untuk apa? Selama aku berada di sekitar orang yang aku sayangi, aku tidak akan pernah mengalami kata tertekan itu." Kataku percaya diri.
"Aku harap kau selalu seperti itu." Andre membalikkan badan dan menatapku. Aku mengangkat kedua alisku dan mengangguk-angguk ringan membalas tatapannya.
Aku merasa Andre bertingkah sangat tulus terhadapku, sedangkan diriku sendiri tak bisa menentukan mana yang memang menjadi pilihan murni hatiku. Tapi aku berharap dengan tulus selama aku memandang mata Andre yang tak pernah memancarkan keraguan dan terlintas selalu ada aku di matanya, aku ingin ia menjadi matahari yang akan menyinariku menghempas semua badai dan segala macam kemelut yang lain. Menerangi setiap jalan, mungkin inikah benih-benih cinta atau hanya sebatas rasa iba? Berbekal budaya yang berbeda, aku merasa seperti ada yang mengisi kekosongan bagai pelangi yang indah karena terdiri dari berbagai bias warna cahaya, namun jika pelangi hanya terdiri dari satu warna maka kita tidak akan ada yang pernah menyadari keindahannya. Aku berpikir mendalam Julius tidak seperti Andre, ia tidak pernah memikirkan apa yang aku rasakan dan hanya memikirkan apa yang ia rasakan, walau jika faktanya ia adalah sahabat kecilku bukan berarti ia akan selalu memandangku dengan kasih sayang yang sama, seperti di masa-masa memori yang indah. Dan aku tersadar hatiku tengah berbisik bahwa cinta memanggilku ketika aku bersamanya dalam diamnya.
9TmJ��}ym��
KAMU SEDANG MEMBACA
Tuana Mahile You Are My Destiny [Completed]
Ficção Histórica[Highest rank #11 in Historical Fiction] Transmigrasi, kata itu membuatku dan keluargaku meninggalkan istana ibu pertiwi kami yang indah. Menempuh hidup baru di negeri orang, tapi hidup baru yang kutempuh itu benar-benar mengubah hidupku saat aku pe...