"Sofiiiiiii".
Teriak seorang gadis dari ujung koridor sekolah. Gadis yang memakai rok berwarna cream selutut, kemeja putih yang di balut dengan jas berwarna biru dongker tua itu berlari tanpa memperdulikan tatapan - tatapan sinis dari siswa - siswi dikoridor akibat teriakannya tadi. Hingga dia sampai disebelah gadis yang dipanggilnya Sofi tadi.
"Ngapain sih teriak - teriak? Kayak tukang sayur tau ga?" Sembur gadis bername tag Sofia Carenina Sasmitha tersebut.
"Abisnya kalau gak gitu lo ninggalin gue" Jawab gadis tersebut.
"Nanti dikelas juga ketemu kali Dhea" Sofi menatap horor Dhea dan Dhea hanya tersenyum lebar. Sofi sudah beberapa kali mengatakan kepada Dhea untuk tidak suka berteriak - teriak, padahal Sofi sendiri suka berteriak - teriak dan tertawa keras. Sama seperti Dhea.
Kalau kata Adin teman satu kelas mereka, ketawa kau sudah macam kuntilanak saja, menganga - menganga mulut kau di masuki lalat tau rasa kau.
Tapi Dhea tak pernah memperdulikan ucapan laki - laki itu. Bukan Dhea namanya jika dia memperdulikan ucapan temen sekelasnya yang suka mengomentari orang lain itu.
Bacot!. Pikir Dhea.
Dhea Vyllia Meddy. Gadis yang tak terlalu cantik dan tidak terlalu pintar juga. Walaupun termasuk murid yang tak terlalu pintar, tapi Dhea adalah salah satu murid kelas XI IPA 2. Hal itu Dhea dapatkan tidak dengan mudah, karena Dhea pada waktu sangat bekerja keras dan menforsir otaknya agar mampu menjawab tes yang nanti nya akan Dhea kerjakan dan membuatnya berada pada kelas yang sama dengan sahabatnya. Karena memang pada dasarnya otak Dhea tidak terlalu pandai membuat Dhea kesulitan menyamai murid lainya yang berada di kelas tersebut. Tapi setidaknya Dhea merasa tenang karena dia bisa berada pada satu kelas yang sama dengan sahabatnya walaupun otaknya harus terseret - seret saat mengikuti pelajaran. Dhea juga mempunyai seorang kakak yang tampan, Malvin Alexander Meddy.
Berbeda dengan Dhea, Malvin lebih cenderung dingin, cuek dan tak tersentuh."Ngapain masih disini?" Mendengar suara dingin dari seorang laki - laki sontak membuat mereka berdua menoleh. Malvin datang ke arah Sofi dan Dhea dengan tatapan dingin yang membekukan hati perempuan yang ditatapnya, namun Malvin tak pernah menatap perempuan manapun selain Mamanya, Dhea dan orang - orang tertentu saja.
"Ini juga mau masuk kok kak, hehehehe" Ucap Dhea dengan cengiran dan berlalu sambil menarik tangan Sofi yang sebenarnya masih asik memandangi wajah tampan Malvin.
Dhea dan Sofi berjalan beriringan di koridor lantai 2 dengan langkah pelan, namun tiba - tiba Dhea berhenti melangkah dan menoleh kebelakang membuat Sofi juga ikut melakukan hal yang sama seperti Dhea dan ternyata Malvin berada di belakang mereka berdua dan juga ikut berhenti.
"Kok kakak disini bukannya kelas kakak di lantai 3 ?" Tanya Dhea dengan mata yang memicing.
"Gue mau ke kelas lo-"
"Ngapain kakak ke kelas aku? " Dhea langsung memotong ucapan Malvin tanpa menunggu Malvin menyelesaikan kalimatnya dan Malvin paling tidak suka jika ada orang yang memotong perkataanya.
Malvin menatap tajam Dhea sejenak lalu Malvin sudah bersiap melangkah namun Dhea menahan lengan Malvin, mengerti maksud adiknya itu, Malvin pun berucap, "Egha sama Bryan lagi di kelas lo, katanya mau nemuin Freya sama Afril". Setelah itu Malvin melepaskan tangan Dhea yang memegang tangannya dan berlalu mendahului Dhea dan Sofi untuk ke kelas mereka, XI IPA 2.
•••
"Kamu gak balik ke kelas?" Tanya seorang gadis berambut lurus sepunggung dengan jepitan rambut berwarna hitam kepada seseorang yang duduk di atas meja di hadapannya yang sedang menggenggam tangan kirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Never Rewarded [END]
Teen FictionTak ada yang ingin disakiti Tak ada yang ingin dikecewakan Tak ada yang ingin dibohongi Dan tak ada yang ingin terus gagal dalam percintaan. Tapi tidak bagi gadis bernama Dhea Vyllia Meddy. Gadis itu punya segalanya, tapi tidak untuk cinta. Dimana d...