FILE 00

34 4 0
                                    

Tik. Tik. Tik.

Bunyi tanganku berdenting di atas keyboard sedangkan mataku melirik kesana kemari, takut akan tatapan curiga dari orang-orang sekitar. Untungnya kulihat orang-orang itu membelakangiku menatap layar komputer yang dipenuhi dengan avatar yang bergerak-gerak di dalam game. Beberapa juga sedang menulis esai beribu-ribu kata di Microsoft Word.

Gusti sedang menikmati kopi susu panasnya sambil membaca komik Naruto, duduk di sofa tua berwarna coklat yang sudah sobek-sobek. Dia sudah hampir lupa dengan kehadiran sepuluh nyawa manusia yang duduk di dalam warnetnya dimana perhatiannya terarah sepenuhnya pada buku di hadapannya.

Yang lebih kutakutkan sebenarnya adalah Yono. Ia adalah sahabat Gusti yang sama-sama juga ikut mengoperasikan warnet itu. Lelaki kekurusan dengan kawat gigi serta aksen berbicaranya yang agak aneh, seperti orang Barat yang baru belajar berbahasa Indonesia. Padahal ia orang Pontianak asli, agak ada bule-bulenya. Matanya yang terlalu besar selalu dapat menerawang setiap dari kami. Ia bisa tahu siapa-siapa yang diam-diam membuka situs porno dan mencatat nama-nama mereka.

Bukannya apa, tetapi situs-situs seperti itu biasanya penuh dengan virus sehingga kalau salah satu komputer terjangkit virus, Yono bisa mengira-ngira siapa pelakunya.

Kalau Yono tahu aku sedang mengganti firewall yang dipergunakan untuk melindungi situs berbahya, ia pasti bisa ngamuk.    

Oleh karena itu, aku sangat berhati-hati ketika ia memasuki warnet membawa kantong plastik hitam dengan wajah semerah tomat. Baju kaos Iron Man-nya sudah basah oleh keringat.

"Gus! Nih, bakwanmu!" Yono berkata dengan kesal setengah melempar bungkusan bakwan itu ke meja di sebelah Gusti.

Gusti tidak mempedulikan Yono dan masih sibuk membolak-balikkan halaman komiknya. Sedangkan Yono terlihat kesal benar dengan Gusti entah mengapa dan dengan langkah cepat masuk ke dalam rumah tinggal yang dihubungkan dengan pintu di belakang meja konter.

Aman.

Tik.

Enter

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Enter.

Bagaikan air yang bertumpahan, kode-kode berwarna putih mulai nampak pada layar hitam di depanku. Gerakannya begitu cepat dan setiap barisan membuat diriku tersenyum.

Sekali lagi semua kunci atau akses untuk mengetahui identitasku tertutup rapat-rapat. Tidak ada yang bisa menerobos masuk sama sekali, dengan cara apapun itu. Aku cukup yakin.

Hingga tiba-tiba barisan tulisan itu sejenak menghilang digantikan oleh layar hitam yang kosong melompong.

Mask..


Aku hampir tidak mempercayai apa yang sedang terjadi di hadapanku. Seseorang telah menghack komputer ini dan berhasil masuk ke sistem yang telah kubuat.

Aku ingin bertemu denganmu.


Jantungku berdegup kencang.

Tombol 'Esc' sama sekali tidak mempan. Tulisan itu berkedip-kedip di hadapanku dan tidak lama kemudian kembali berganti.

Aku butuh bantuanmu.


Berganti lagi.

Hanya kau yang bisa membantuku.


"Eh, Rei!" tiba-tiba aku mendengar suara Yono memanggilku. Dia keluar dari dalam rumah, sudah mengganti baju menjadi kaos polos berwarna hijau terang sambil membawa hard disk yang berisi film-film yang sengaja kudownload agar Yono lebih sering memperhatikan filmnya daripada memperhatikan pelanggannya.

Kulihat layar di hadapanku yang masih menunjukkan deretan kalimat itu. Sesegera mungkin aku menekan tombol shut down memaksa untuk mematikan komputer. Untung lah ketika Yono berada di sebelahku, komputer telah muncul tulisan 'Computer is shutting down' atau kalau tidak tamatlah riwayatku.

"Aku ingin balikkan ini." ia mengulurkan tangannya untuk memberikan hard disk itu kepadaku. "Makasih banget, loh. Film-filmnya baru semua. Aku mau cari saja tidak nemu."

Aku mengangguk sambil tersenyum.

"Sama-sama, Yon."

"Mau bakwan gak? Kalau si Gusti masih sibuk baca, habisin aja tuh bakwan dia. Biar kapok gak mau baca komik mulu! Matanya makin minus saja!"

Aku tertawa.

"Jangan gitu lah, Yon. Itu juga udah buku terakhir. Biarin aja."

Yono mendesah, "Dia mesti kena batunya, Rei! Kalau gak ada ini warnet, mungkin dia gak ada kerjaan kali. Baca komik aja mulu sampai mati."

Kami berdua setuju. Warnet ini memang telah menyelamatkan Gusti dari kelaparan. Tidak pernah sehari pun aku tidak melihat Gusti menjauh dari tumpukkan komiknya. Koleksinya menggunung, tetapi ia tidak pernah ingin menjual atau menyewakannya satu pun. Bagi lelaki itu, komik itu seperti anaknya sendiri.

Begitu juga denganku. Identitas asliku di dunia maya bagaikan bayi yang masih di dalam kandungan. Yang harus kujaga dan kurawat baik-baik sebelum ada yang menggugurkannya. Jadi kemunculan orang itu membuatku resah.

"Ya udah ya, Yon. Aku balik dulu."

"Loh, kau baru di sini bentar doang kok udah mau balik?"

"Ada sesuatu yang harus aku urus." kataku meraih tasku, mengambil selembaran uang untuk membayar jasa yang diberikan warnet Gusti dan Yono kepadaku.

Lalu dengan begitu aku pun berlari keluar dari warnet dengan niat membalasnya. 

*****


Lelaki itu menatapi layar komputernya dengan puas.

Sudah terkenal bahwa untuk menghack ke dalam situs milik MASK teramat susah karena orang di balik sana selalu mengganti sistem keamanannya, dan pergantian itu tidak pernah terduga. Namun hari itu, lelaki itu telah membuktikan kepada semua orang kalau itu salah besar. 

Ia telah mengirimkan pesan singkat kepada MASK dan lelaki itu penasaran apa yang akan terjadi selanjutnya.

FiksiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang