Babak Pertama: Mangsa dan Pemangsa I

285 9 0
                                    

Tak jauh dari pintu gerbang SMA Negeri 3 Medang, sebuah mobil jip tua bercat hitam terparkir di sisi jalan. Seluruh kacanya ditutupi lapisan film berwarna gelap, membuat sepasang pria dan wanita muda yang duduk di dalamnya tak tampak dari luar mobil.

Di kursi pengemudi, sang gadis terlihat sibuk membaca buku tebal yang tampak cukup tua di tangannya. Usianya masih cukup muda, sekitar awal 20-an. Wajahnya oval dengan rambut bob pendek kecoklatan. Setelan jaket formal dan celana hitam yang dipadu dengan kemeja putih membalut tubuhnya yang kurus langsing.

Penampilan pria muda yang duduk di kursi sebelahnya tak jauh berbeda. Pemuda langsing berotot itu juga mengenakan kemeja putih, celana hitam, dan jaket formal hitam dengan model yang sama. Wajahnya lonjong dengan rahang yang tampak kokoh. Rambut dipotong pendek dengan model spike.

Dari balik kaca, pemuda itu memperhatikan satu per satu murid yang melewati gerbang sekolah dengan seksama. Sesekali dia menghapus peluh yang menetes dari kening dan lehernya. Wajar dia berkeringat seperti itu, karena pendingin udara dalam mobil yang dia naiki sudah tidak bekerja. Walau udara dalam mobil terasa sangat panas, tak satupun dari mereka yang membuka kaca jendela lebar-lebar. Hanya sedikit bukaan kecil di bagian atas kaca mobil sebagai sumber udara segar. Seperti berusaha tak menampakkan diri pada orang-orang yang berlalu-lalang di sekitar mobil jip hitam yang mereka naiki.

"Masih belum keluar juga?" Si pemuda tampak sudah tak sabar.

Gadis di sebelahnya melirik gelang perak yang melingkar di tangan kanannya. Sebuah batu akik hitam terpasang di tengah gelang.

"Belum..."

Setelah jawaban singkatnya, gadis itu kembali tenggelam dalam bahan bacaan di hadapannya. Suasana di dalam mobil kembali sepi.

"Tempatnya memang di sini kan?" Si pemuda kembali bertanya.

Sang gadis menutup halaman kekuningan dari buku bersampul kulit samak hitam bertuliskan [BABAD PURWALOKA] di tangannya, lalu melirik tajam pada pemuda yang duduk di sebelahnya.

"Berisik! Ganggu orang baca aja! Nanti kalau sudah keluar juga bakal aku beritahu!"

Mendapat tanggapan seperti itu, si pemuda hanya bisa mencibirkan bibirnya. Dia pun kembali mengamati gerbang sekolah yang semakin lama semakin sepi. Si gadis juga kembali asyik dengan buku tuanya.

Namun itu semua tak berlangsung lama.

Sejenak kemudian batu akik hitam pada gelang perak yang melingkar di tangan kanan gadis berambut coklat itu mulai berpendar kemerahan.

"Sudah datang..."

Gadis berambut coklat menutup buku yang dia baca. Jemari lentiknya menunjuk ke arah gerbang sekolah. Di arah yang ditunjuknya, tampak tiga gadis remaja berseragam SMA yang berjalan bersama sembari bersenda-gurau.

"Yakin itu sasaran kita?" Si pemuda seperti tak yakin.

"Iya..." Gadis di kursi pengemudi menjawab tanpa ragu.

"Ya, aku bisa mencium bau Diyu dari arah mereka..." Suara serak yang entah darimana asalnya tiba-tiba ikut menjawab pertanyaan si pemuda.

Si pemuda berotot turun dari jip hitam yang ditumpanginya. Akhirnya setelah terkungkung hawa panas di dalam mobil, kini dia bisa menarik nafas lega.

Dari dalam jaket hitam yang dia kenakan, pemuda itu mengeluarkan sebuah topeng putih berbentuk wajah harimau. Taring berjajar dalam mulut harimau yang menyeringai. Surai putih yang diselingi loreng-loreng hitam menghiasi kedua sisi topeng.

"Tolong bereskan gadis-gadis itu. Biar aku yang urus targetnya."

Ketika topeng harimau putih menutup wajah si pemuda, seketika itu juga wujudnya langsung menghilang dari pandangan.

"Hhhh... Bego lagi kan. Pakai topeng di luar mobil..."

Sambil menghela nafas, gadis berambut bob coklat itu mengeluarkan sesuatu dari balik jaket hitamnya. Sebuah topeng berbentuk kepala burung berwarna hitam dengan paruh besar yang tampak menggantung, dihiasi ukiran serta ornamen keemasan.

Lalu gadis itu memakaikan topeng hitam itu di wajahnya.

***

DUNYAPALA : GAGAK, HARIMAU, DAN NAGAWhere stories live. Discover now