Dream

7.4K 868 47
                                    

Apa makna mimpi untukmu?

"KAMU pendiam sekali hari ini."

Aries meletakkan sepiring frittata yang masih mengepulkan asap, bersama saus tomat dan cabai di atas meja. Di hadapannya, Winona-masih bertopang dagu-menarik senyum samar di wajah. Satu-satunya yang bisa membungkam Winona dalam waktu yang cukup lama adalah seriawan di bibir. Namun diamnya hari ini tidak biasa dan Aries yakin penyebabnya bukan dari gangguan di rongga mulut.

"Ada masalah di kantor?" Aries menyerahkan pisau dan garpu kepada kekasihnya.

Winona menggeleng. Sementara pisau dalam genggamannya membelah frittata; memperlihatkan susunan kentang dan telur yang kali ini tidak sukses menggugah selera gadis itu.

Dalam situasi seperti ini, Aries bakal lebih berhati-hati sebelum mengajukan pertanyaan.

Namun tak lama berselang, Winona balik bertanya, "Aries, kenapa kamu pilih memasak?"

Kunyahan Aries melambat.

"Maksudku, kalau kamu dulu enggak suka ayahmu yang kerja sebagai chef, kupikir kamu bakal pilih profesi lain," Winona melanjutkan. "Jadi komponis musik seperti mendiang ibumu, mungkin?"

Penyebab Winona membisu hanya karena memikirkan hal ini? Topik yang bahkan sudah lama tidak Aries bahas. Setelah menelan potongan keempat, Aries meneguk air putih. Jawaban untuk pertanyaan tadi tidaklah singkat.

"Memasak memang bakatku," Aries memulai. "Aku pernah mencoba mengikuti jejak Ibu sejak kecil. Selama beberapa bulan, aku berlatih main piano, gitar, saksofon.... Pernah hampir mencoba drum juga. Tapi, tidak ada satu pun yang berhasil. Aku menyerah dan memutuskan buat jadi penonton Ibu saja.

"Lalu soal bakat itu... baru ketahuan saat aku membantu Ibu dan Nenek masak opor ayam. They thought I'm a fast learner. Aku mencoba banyak resep, hanya segelintir yang gagal." Aries lalu mengambil jeda sembari mengamati reaksi Winona. Sorot matanya tidak sekosong tadi, tapi masih ada sedikit kehampaan di sana. "Sebelumnya, aku sudah tahu kalau Ayah seorang chef, tapi tidak pernah menyangka kalau bakatnya turun kepadaku."

Winona menegakkan lehernya. "Kamu enggak langsung benci sama bakat itu?"

"No. Aku belum mengerti apa-apa, Winona. Lagipula, Ibu selalu senang menyantap masakanku. Lalu saat duduk di bangku SMA, aku baru memahami kondisi dan situasi Ibu." Aries tidak suka menceritakan bagian ini. "Setelah Ibu pergi, aku bertekad untuk tidak pernah masuk ke dapur selamanya. Di sisi lain, untuk bertahan hidup, aku hanya bisa mengandalkan memasak. Aku tidak punya kemampuan selain bakat yang diwariskan Ayah."

Karena memasak, Aries berhasil sekolah di salah satu institut kuliner terbaik di California. Memasak membuatnya tetap waras seusai menjalani sesi terapi. Memasak lantas mampu menghidupinya. "Aku tidak tahu apa aku masih hidup kalau mewarisi bakat Ibu. Mungkin aku akan masuk rumah sakit jiwa."

"I thought it was your dream." Kekasihnya terlihat semakin relaks. "Aku dulu punya banyak cita-cita. Astronom-"

"Itu menjelaskan kenapa kamu sangat terobsesi dengan Milky Way," sela Aries.

Winona tergelak singkat. "Arkeolog. Guru. Profesi apa pun yang berkaitan dengan Geografi. Tapi semakin bertambahnya usia, daftar cita-cita itu semakin kabur juga. Bahkan, aku enggak tahu mau kuliah di jurusan apa. Aku akhirnya mengikuti keinginan Ayah. Manajemen Bisnis. Lulus dari sana adalah sebuah keajaiban."

Aries sempat mengira kalau kekasihnya menimba ilmu di jurusan Jurnalistik atau bidang yang berhubungan dengan Ilmu Komunikasi. "Tapi kamu menikmati pekerjaanmu sekarang, bukan?"

Nights with AriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang