"Tuan Luke! Aku kan sudah bilang tidak mau! Mengapa..." Belum sempat Elena menyelesaikan ucapannya, Luke segera memotong.
"Orchid!" potong Luke dengan nada sedikit tinggi. "Bukan laki – laki, melainkan ibu – ibu bersama putranya. Mereka ingin kamu menyembuhkan putranya." Lanjut Luke.
"Tapi, aku kan bukan dokter! Mengapa mereka tak pergi ke rumah sakit saja?"
Luke menghembuskan nafas. Ia tahu bahwa Elena dan Caroline bukalnlah karyawan sembarangannya. Mereka berdua bahkan telah ia anggap sebagai adiknya, keluarganya. Dan tentu saja, rasa sayang yang dimiliki Luke sama besarnya dengan kasih sayang seorang kakak laki – laki untuk adik perempuannya. Tapi kali ini berbeda. Jika saja mereka tak memberikan sepucuk surat yang sekarang berada di genggaman Luke, tentu Luke tak ingin menterahkan Elena.
"Ini!" Luke menyodorkan sepucuk surat berwarna putih dengan gulungan pita merah. Beserta sebuah foto yang seorang gadis remaja yang seumuran dengan Elena.
"Apa ini tuan?" tanya Elena sambil menerima barang itu. Ia diam. Menatap kertas pemberian Luke.
"Baca! Dan kamu akan paham mengapa aku melakukan ini." Luke tersenyum. Ia berjalan menghampiri Elena dan menepuk kepala Elena pelan. "Aku sudah menganggapmu sebagai adik, Elena!" bisiknya pelan, kemudian berlalu pergi.
Elena menatap punggung Luke. Aku juga menyanyangimu, kak! Kemudian matanya beralih menatap sepucuk surat di tangannya. Ia membuka dan membaca sederetan tulisan yang cantik itu. Matanya membesar ketika membaca baris terakhir dari surat itu.
Putraku kehilangan kekasihnya sebulan yang lalu. Sejak saat itu, ia tak mau makan, tak tidur. Bahkan matanya terlihat sangat kosong. Aku tak tega melihat semua ini. Dan aku tahu, kamu memiliki wajah yang mirip dengan kekasih anakku. Jadi, aku tak peduli jika aku egois. Aku mohon padamu. Sekali saja. Tolonglah anakku. Jadilah dirinya. Dan buat putraku kembali hidup. Berapapun. Akan ku bayar! Kumohon!
"Apa ini?" Elena terkejut bukan main. Selama ini, selama ia bekerja di kafe, tak pernah sekalipun ada pekerjaan jenis ini.
Ia beralih menatap secarik foto gadis. Elena memang merasa mereka berdua mirip. Tapi gadis di foto itu lebih lembut dan dewasa. Karakternya sangat jauh berbeda dengan Elena yang sedikit tomboy. Gadis itu sangat feminim dan anggun. "Jadi, aku harus menyamar menjadi gadis ini dan membujuk putranya itu? Yang benar saja!"
Elena membuang mengepalkan tangannya. Ia sangat tak ingin berurusan dengan laki – laki aneh lagi. Tempo hari sudah membuatnya cukup jera. Namun, setelah bertarung dengan emosinya Elena menyerah. Ia menghembuskan nafas kasar dan bergegas menuju alamat yang tertera. "Chintya..."
***
Sebuah rumah bercat putih berdiri megah. Rumah itu berlantai dua dengan sebuah pohon tinggi di sisinya. Elena menelan ludah. Seumur hidup ia baru kali ini memasuki rumah semewah itu. Bagaimana tidak? Kehidupannya tidaklah seperti para bangsawan yang bisa bersantai.
Elena menggelengkan kepala. Mengenyahkan semua lamunannya. Dan beralih pada bel rumah.
TING TONG!
"Ya, tunggu sebentar!" terdengar suara wanita dari dalam rumah. Jelang beberapa saat pintu besar berwarna coklat itu terbuka. Menampakkan seorang wanita yang tela berumur namun masih cantik. Ia tersenyum menatap Elena. "Kamu benar – benar mirip dengannya!" puji wanita itu.
"Benarkah?" Elena menjawab cuek. Ia tak peduli. Bahkan jika gadis itu kembarannya ia tetap tak akan peduli. Aku harus menyelesaikan ini cepat dan tak berurusan dengan laki – laki itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE BLACK WINGS (END) - [REVISI]
Fantasy[ Fantasy - Romance ] Mode: Revisi Elena Dobrev--seorang gadis cantik dan pemberani, mengharuskan dirinya menjadi gadis polos berkacamata. Ia yang terdaftar di sebuah sekolah bangsawan dengan bantuan beasiswa berusaha menghindari segala kekacauan. I...