satu cinta berjuta rasa

48 5 5
                                    

19 Agustus “Wah, selamat ya Qufi, cerpen kamu yang pertama bisa masuk majalah yang lumayan terkenal,” Nesya menjabat tanganku erat-erat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

19 Agustus
“Wah, selamat ya Qufi, cerpen kamu yang pertama bisa masuk majalah yang lumayan terkenal,” Nesya menjabat tanganku erat-erat. Senyum merekah langsung tampak di wajahku. Ah, Nesya terlalu memuji. Sahabatku itu memang gencar banget menyemangati aku agar terus bisa menulis. Katanya tulisanku bagus. Sia-sia kalau hanya memenuhi buku-bukuku yang semakin tebal. Publikasikan. Agar ada manfaatnya, katanya.
Aku penulis pemula yang cukup beruntung. Karya pertamaku langsung bisa masuk media cetak. Sebuah awal yang bagus. Semangat untuk kembali mengirim karya-karyaku selanjutnya kian menyala. Tapi, ah dasar keberuntungan tak selamanya berpihak padaku. Karya kedua, ketiga dan keempat ditolak dan dikembalikan padaku. Ah, rasanya ingin berontak! Ada apa? Kenapa karyaku semuanya ditolak.
Saat itu aku kembali merenung. Mungkin hanya keberuntungan saat karya pertamaku itu dimuat di majalah teenlit itu. Kurebahkan tubuhku di tempat tidurku. Penat langsung menjalar di sekujur tubuhku. Masih kuingat kata-kata ibu tadi pagi. “Fi, persiapkan diri kamu, karena sebentar lagi kamu akan menikah.” Ibu berucap lembut tetapi mantap.
Menikah? Oh, tidak!!! Aku benar-benar tidak siap dengan semua keputusan itu. Bukankah alu baru satu semester ada di kampus? Menikmati peranku sebagai mahasiswa? Menikmati suasana kampus yang menyegarkan? Dan semua itu sebentar lagi akan musnah? Tercerabut dari kehidupanku? Kepalaku bertambah pusing. Mungkin aku harus istirahat dulu. Akhirnya, tak lama aku sudah tertidur.

15 September
Aku makin jarang menulis. Tapi, Neysa tetap tak menyerah untuk menyemangati aku. Bahwa semua ini adalah cobaan untuk menjadi sukses. Pernikahanku beberapa bulan lagi. Penat, letih. Mengapa orang tuaku mengatur hidupku? Mengatur pasangan hidupku?
Ah, Neysa. Sahabat yang paling mengerti keadaanku saat ini. Terima kasih karena terus mendampingiku hingga saat ini. Aku akan berusaha untuk kembali menghidupkan cintaku untuk menulis.

27 September
Jadwalku yang dulu tlah kurencanakan untuk menulis tak terwujud. Tugas kampus, atau memang karena acara pernikahan sialan itu mungkin penyebabnya. Yang ada aku hanya semakin tak terkontrol. Sering emosi berlebihan. Dan Neysa juga yang sering kali mendapat pelampiasan dariku. Aku coba kembali mengirim sebuah cerpen. Dan sekali lagi aku ditolak. Naskah itu dikembalikan padaku.
Ada kiran-kira sejumlah alasan mengapa cerpenku tak layak diterbitkan. Kata mereka tulisanku kurang mengena, terqasa hambar, ucap mereka. Umpatku,“Apa kalian tak tahu perjuanganku untuk terus mencoba menghilangkan penat dan masalah yang sedang meradang padaku?
Tapi kukira mereka tak akan mau mengerti. Yang mereka butuhkan adalah karya yang memang seharusnya layak untuk diterbitkan. Yang memang benar-benar bagus. Karena itu memang akan kembali pada masyarakat yang menikmatinya.

9 Oktober
Ah, mungkin saatnya untuk keluar dari dunia tulis-menulis ini. Aku tak akan menulis lagi. Tak cocok lagi dengan semua kegiatan ini. Aku akan melupakan kebiasannku corat-coret buku itu. Lebih baik kupersiapkan diri untuk pernikahanku esok.

5 November
Aku tak kuat lagi. Ternyata aku tak biasa untuk tak menulis. Banyak hal menarik yang terlalu lama kuabaikan. Rasanya tangan ini gatal kalau aku tak lagi menulis. Bukan karena Neysa yang pantang menyerah untuk terus menerus memanas-manasi aku. Bahkan mengiming-imingi aku bagaimana bahagianya menjadi penulis. Tetapi, memang aku tak bisa mengabaikan salah satu hobbyku itu. Aku menyukai menulis, aku akan berusaha sekali lagi. Belajar selangkah lagi. Bekerja keras semaksimal mungkin. Aku akan memulainya dari nol kembali. Membuat jadwal-jadwal menulis. Menempatkannya di hatiku, membuat komitmen. Mencintainya dengan tulus. Tak memaksa, semoga bisa!!!

19 November
Tak mudah memang kembali belajar dari awal. Aku akan berusaha. Tak boleh mencampur adukkan ini dengan urusan pribadiku. Jika perlu, akan aku temple pernak-pernik cantik di kamarku. Agar tak jenuh melihat isi kamar yang hanya itu-itu saja. Okey, sayaaa Qufi!!!

27 November
Aku mengirimkan karyaku yang ke-11, agak deg-degan memang. Tapi, aku akan terima semua keputusan. Bukankah tak sedikit penulis yang sukses dan menjulang namanya harus mengalamu masa-masa awal yang pahit? Jadi, apa salahnya kembali berfikir positif untuk ini semua?

29 Desember
Tulisanku dimuat? Benar-benar dimuat. Bahkan ada di cover majalah Annida itu. Mimpi? Bukan. Ini bukan mimpi, ini jawaban dari usaha-usahaku. Sebagai hadiah untuk pernikahanku bulan Januari esok. Hadiah pula untuk tahun baru yang hanya tersisa beberapa hari lagi.
Senang? Tentu. Pasti, tapi aku lebih menghargai usaha-usahaku. Bahwa semua tak gampang untuk diraih. Tetapi tak pula mustahil tercapai jika kita benar-benar  bersungguh-sungguh dan tulus menjalaninya. Sebentar lagi aku juga akan menjadi seorang istri. Meski aku tak tahu bisa mencintai atau tidak calon suamiku, kuyakin orang tuaku tahu yang terbaik untukku. Jadi, mengapa aku harus bersedih lagi kini?
Saatnya menikmati hidup yang aku punya. Yang sekarang sedang kujalani. Hidup yang pasti hanya sekali. Jika cerpen-cerpenku yang kedua, ketiga dan seterusnya langsung dimuat di majalah, mungkin aku tidak akan tahu arti dari menghargai. Terlebih menghargai hidup.
Untuk Neysa, terima kasih. Semangat yang ada ini, karena kamu pula. Aku akan memberinya hadiah. Meski tak harus mahal, aku tahu kamu akan tetap tersenyum merekah untukku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 16, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hanya CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang