Dua Puluh Empat : Wisuda SMA

3.4K 94 4
                                    

Tak terasa album foto SMA udah kecetak, ini akhir dari perjuanganku di putih abu-abu.
Wisuda SMA sudah di depan mata, Ijazah sudah di tangan, kini tinggal menatap masa depan.
Aku berada di tengah-tengah gerumunan teman seangkatan untuk menginjakkan kaki di wisuda SMA.
Balutan kebaya modrn berwarna soft pink dan uraian rambut yg di hiasi riasan cantik. di padupadankan dengan sepatu hak tinggi  berwarna crem. Walaupun simpel tapi terlihat mewah. aku tersenyum dan tertawa bahagia bersama temanku, walaupun dalam hati ingin menangis karena momen ini momen terakhir di SMA.
“Nda kamu cantik juga ternyata”. Ejek esty sambil menoel pipiku.
“Baru nyadar ternyata”. Dengan gurauanku mereka tertawa bersama.
“Nda siapa aja yang datang ke sini”. Tanya riri
“Cuma, ibu sama kakak, ayah tidak ada cuti soalnya”. Wajahku yang ceria kini mulai lungset di depan riri.
“Udah lah nda di syukuri aja, yang penting itu doa, yuk kita selfie-selfie dulu”. Dengan sigap riri mengeluarkan ponselnya.
Tak terasa acara yang di tunggu-tunggu selama tiga tahun berakhir hari ini, dan hasil yang ku dapat memuaskan ku, walaupun tidak sepenuhnya sempurna, semua proses ku selama ini tidak sia-sia. Tinggal menunggu hasil lain. Setelah selesai semua aku keluar ruang wisuda ku lihat seorang cowok yang menatapku dari kejauhan dan melambaikan tangan ke arahku, dan ia menuju ke arahku.
“Nda selamat ya, almamater universitas menunggumu”. Sambil mengulurkan tangannya ke arahku.
“Emmmmhh.... makasih udah sempetin waktunya kesini ren”. Aku dengan perasaan malu menjabat tangannya. Dan rendi langsung memberikan sesuatu yang di sembunyikan dari belakang punggungnya.
“Nih buat kamu, biar kamu tetap semangat ga manja lagi”. Rendi memberikanku boneka kelinci putih memakai topi toga dan satu bunga mawar putih yang di selipkan di depan boneka. Aku tersenyum dan menatap wajahnya.
“Heiiii, nda biasa aja lihatnya, emang aku dari lahir udah cakep”. Langsung mengagetkanku dengan candaan.
“Cakep dari hongkong ???, makasih ya boneka dan bunganya”. Aku langsung melanjutkan omonganku, “Tunggu-tunggu kok kamu tahu, kalo aku suka boneka kelinci ??”. 
Rendi kebingungan menjawab dan salting. “Emmmm, emang di toko boneka adanya itu jadi aku beliin itu”. Rendi langsung mengubah topik pembicaraan. “kamu cantik juga kalo pakai gituan”. Rendi menunjuk bajuku.
“Ya dong. Oh iya gimana, cewek yang kamu deketin udah kamu tembak emangnya?”. Aku tidak sengaja mengingatkan topik yang lama itu.
“Emmm.... belum, aku ga mau merusak suasana hatinya yang sekarang lagi bahagia, mungkin suatu saat nanti, kok tiba-tiba kamu tanya gituan ?”. Dia menatap mata ku dengan tajam.
“emm... gapapa kepo aja, ternyata kamu baik hati juga”.
Terdengar suara ramai dari belakangku.
“Cie cie Nda sama kak rendi”. Riri dan esty mengejekku lagi dan ikut nimbrung bersama ku dan rendi.
“Kamu ini apaan sih ri,”. Wajahku memerah dan mencubit pundak riri.
“kok kelihatannya ada yang dapet bunga dan boneka juga nih”. Esty mulai ketularan riri yang mengejekku.
“Kalian ini kepo banget sih”. Rendi langsung mengalihkan perhatian ketika aku mulai di serbu esty sama riri. “Buat kalian berdua selamat ya, lanjutin terus perjuangan kalian di universitas”. Sambil menjabat tangan riri dan esty.
“Makasih kak ren, tapi kalau aku kangen sama adik-adik PMR boleh kan ke sini”.
“Boleh lah, pintu selalu terbuka buat alumni PMR”. Kita tertawa bersama.
****
Aku menyiapkan diri untuk ujian di universitas yang aku inginkan. Dan formulir ujian pun sudah di tangan. Prioritas pilihan pertamaku jurusan yang ingin ku ambil ialah Ekonomi. Walaupun dengan rahasia tanpa sepengetahuan ibu kalau aku mengambil jurusan itu.
Ibu masuk kekamarku ketika aku fokus belajar.
“Nda ini formulir mu?”. Aku langsung mengambil formulir dari tangan ibu.
“Sini biar ibu lihat, kamu ngambil jurusan apa”. Ibu berusaha mengambil dari tanganku.
“kenapa di sembunyiin segala. Kamu ngambil jurusan ekonomi ??? Nda kamu itu anak IPA kok bisa-bisanya kamu ngambil jurusan ekonomi”. Ibu langsung naik darah melihat jurusan yang ku pilih.
“Kan dulu aku pernah bilang aku itu tidak suka di IPA, tapi ibu memaksa, sebenarnya aku sejak dulu ingin di IPS, aku ingin seperti kak gio bu”. Akupun mulai mengeluarkan air mata yang sudah ku bendung dari tadi.
“Pokok ibu ga setuju kalau kamu ngambil jurusan ini.” Ibu langsung keluar kamar ku.
Aku hanya menangis dan tidak bisa konsen lagi untuk belajar. Setiap kali aku memanggil ibu, ibu selalu mengabaikan ku.
****
Sudah dua hari ibu diam terus ketika melihatku, aku seperti tidak tahan di rumah. Aku pergi ketaman dekat perumahan untuk menenangkan diri. Kini sahabat ku sudah sibuk mempersiapkan diri untuk ujian sedangkan aku masih menunggukeajaiban. Aku diam di taman dan tidak terasa aku mengeluarkan air mata, ponsel di kantongku bergetar dan menyadarkanku.
“Nda kamu dimana sekarang, aku lagi bosen di RS?”.
“ Taman SP”. Jawabku singkat.
Selang setengah jam ada jazz terparkir. Dan seseorang keluar dari dalam mobil dan menghampiriku.
“Woiii... bengong aja, nih cemilan makan gih”. Dia menodorkan snak dan minuman dingin ke arah ku.
“ga bengong kok, kamu makan duluan aja”.
“Kok tumben-tumbenan kamu loyo kaya gitu, biasanya kaya burung beo”.
“Gapapa Cuma males ngomong aja”. Aku diam tanpa melihat rendi yang ada di sampingku, aku melihat pandangan kosong.
“yaudah sekarang namamu aku ganti bukan burung beo lagi, tapi kelinci, soalnya kan kelinci diam ga ada suaranya”. Rendi mencoba bercanda dan menghidupkan suasana.
“Kamu apaan sih ren, aku boleh tanya sesuatu ga”. Rendi langsung menengokku “Wani piro”. Dia menjawabnya dengan bercanda.
“Ren apakah seorang anak itu di katakan durhaka ketika tidak mematuhi perintah ibunya??”. Rendi menatapku dan menarik badanku berhadapan dengannya.
“kamu kenapa Nda”. Rendi melihat mataku yang berkaca-kaca. Aku tidak tahan semuanya, dan menangis di depan rendi. Dia menghapus air matanya dengan tangannya dengan lembut.
“kenapa nda, kamu di marahin ibumu?”. Sepertinya rendi mengerti bahasa mataku.
“Ren apa salahnya kalau aku mengambil jurusan yang tidak relavan dengan jurusan ku SMA, hah”. Dengan tangisan ku
Rendi langsung memegang tangannku. “Kamu ga salah nda, ibu mu juga ga salah, ibu mu itu ingin anaknya tidak kesulitan jika anaknya memilih jurusan yang relavan”.
“Ren, tapi itu keinginan ku sejak dulu, mengikuti jejak kak gio”.
“semua ibu itu akan luluh hatinya ketika anak itu mengalah, dan ibu itu akan menuruti anaknya ketika ia melihat anaknya sunggu-sungguh dan benari menyakinkan ibunya, kamu tahu aku dulu sama ortuku ga boleh di jurusan kesehatan, tapi ortu mempunyai syarat, ketika aku berhasil menaklukan syarat itu, ortu menyetujui kalau aku kuliah di jurusan kesehatan”.
“Kamu ga bohong kan ren?”. Aku langsung menatap rendi.
“Kenapa harus bohong, coba kamu tanya ibu mu dengan baik-baik, syaratnya apa biar kamu boleh mengambil jurusan itu”.
“Iya aku nanti aku coba, doain ya ren”. Rendi tersenyum padaku dan menghapus tangisan terakhirku.
“gitu dong, nih makan jangan nagis mulu”. Rendi menawarkan cemilan itu.
****
Ibu hanya diam dan duduk di sofa depan, aku menghampirinya dengan membawakan segelas teh hangat.
“Bu, Nda mau minta maafa sama ibu”. Ibu hanya diam tanpa meresponku sama sekali
“Bu, jangan gini terus nda merasa bersalah kalau kaya gini”. Air mata pun sudah penuh rasanya ingin jatuh. Ibu melihatku dan menaikkan mukaku yang melihat kebawah.
“Nda, sebenarnya ibu itu sayang banget sama nda, ibu ga tahan diemin nda kaya gini. Ibu punya pilihan buat nda”.
“Pilihan gimana bu”.
“Nda boleh di Univ nya kak gio di jakarta tapi nda harus ngambil jurusan kesehatan, tapi kalau Nda tetap di sini bersama ibu, nda boleh ngambil jurusan yang Nda inginkan”.
“Emh... kenapa bu kalau di jakarta aku ga boleh ambil jurusan yang aku ingikan?”.
“Pikirkan saja pilihan itu, apa yang kamu pilih, ibu tunggu jawabannya besok”.
Aku semakin tidak konsen lagi dengan belajarku, kenapa harus jurusan kesehatan jika aku mau ke univ itu. aku terus memikirkanya.
****
Di malam hari yang dingin, rintikan hujan dan kegalauan hatiku menemaniku malam ini. ponsel ku yang ku taruh di dekat boneka bergetar. Karena ada Pesan masuk.
“Nda gimana, udah kamu bujuk ibu mu?”.
“Udah ren, tapi ibu memberiku pilihan, kalau aku ingin di univ itu harus ngambil jurusan kesehatan, tapi kalau aku tetap di sini aku boleh ngambil jurusan apa aja, aku bingung harus milih yang mana”.
“Coba kamu pikirkan kamu lebih mementingkan univ apa jurusan”.
“Aku ingin seperti kak gio”.
“Nda semua orang yang hidup ini punya pilihan, kalaupun kamu di univnya kakak mu tapi kamu harus ngambil jurusan kesehatan aku yakin kamu akan gagal karena kamu sama peralatan medis aja takut, sedangkan kalau kamu tetap di sini ngambil jurusan yang kamu inginkan kamu akan sukses, kamu niat dan berproses dengan senang hati, tempat univ di manapun ilmunya sama yang membedakan Cuma tempat.”
“Iya kamu bener ren, aku akan sukses di manapun univ ku karena kesuksesanku itu ada di ilmunya bukan tempatnya”.
“Tuh.... bijak banget kamu jawabnya”.
“Makasih ya ren, besok deh aku traktir makan sebagai tanda terimakasihnya”.
“Hehe biasa aja, semangat terus ya” Balasanya membuatku semangat
****
Di pagi hari yang cerah aku, kakak dan ibu berkumpul untuk makan bersama.
“Bu aku udah memikirkan matang-matang pilihan yang ibu kasih kemarin”. Ibu langsung melihatku
“Oh... iya, Nda mau milih apa emangnya?”.
“Aku milih tetap di sini dan mengambil jurusan ekonomi”.
“Kenapa nda milih itu?”. aku langsung menjawabnya. “Percuma kalau aku di univ yang ku inginkan tetapi aku gagal dengan ilmunya pasti aku akan gagal sukses. Tapi kalau di sini jurusan dan ilmu yang ku inginkan akan ku serap dan suatu saat nanti aku akan sukses di bidang yang ku inginkan”. Kak Gio langsung menyahut omonganku. “Wih.... bijak juga adikku”.
“Iya Nda ibu setuju, sebenarnya ibu tahu kalau nda akan milih itu, sebenarnya ibu tidak rela kalau kamu jauh dari ibu, karena kamu anak terakhir dan masih manja”.
“Ibu ini bisa ya ternyata”.
Kita semua melanjutkan makan dan tertawa bersama.

&&&&
Maafin ya lama ga update. Selamat membaca😊😊😊

Me Vs DoctorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang