1 Maksi

7 0 0
                                    


371w.

.

"Nasi padang aja," Tuta menjawab pertanyaan Kamila tentang menu makan siang yang dia inginkan.

"Ah, males, ah. Porsinya banyak banget, tahu," pacarnya itu membantah sambil menyurukkan kepala ke dalam lipatan tangan.

"Ya udah, KFC?" Tuta memberikan alternatif lain.

"Bisa nggak sih, kamu sekali-sekali makan yang nggak instan?"

"Ya kamu masakin buat aku, dong."

"Hih, males banget panas-panas gini suruh ngendon depan kompor."

Tuta melirik. Sejenak, tangannya yang sedang beraktivitas memasukkan segala macam perlengkapan naik gunung ke dalam ransel kebesarannya. "Ya udah, beli gado-gado, sana."

Kamila melirik memelas. "Panas, Ta... Cari yang jauhan dikit, kek, biar bisa naik sesuatu, nggak harus jalan gitu."

Tuta menghela napas pendek lalu bangun dari tempatnya duduk. Serakan barang-barang dia langkahi demi mendekati pacarnya yang aneh binti ajaib itu.

Berdiri di hadapan Kamila, Tuta berjongkok tak lama kemudian. Dirangkumnya kedua pipi cewek berdagu lancip itu, kemudian ditatapnya dalam-dalam mata yang tak goyah membalas tatapannya. "Makan lauk kerupuk aja kalau begitu. Keluar, belok kiri dua langkah, bilang sama ibu kalau kamu ngutang kerupuk 3 bungkus, pilus satu bungkus. Nasi masih ada tuh, di magic-com." Tuta memastikan suaranya dalam, serius, berat, tidak main-main dan super jantan saat mengatakan instruksinya.

Tatapan Kamila berubah setelah kalimat Tuta berakhir. Pandangannya terpana, mulutnya terbuka separuh, napasnya menjadi lebih berat, lalu kepalanya perlahan bergerak maju mendekati Tuta.

Ujung hidung keduanya hampir bersentuhan saat Kamila kemudian menggigit bibir bawah. Dia mendesah berat, lalu, dug!

"AW!" Tuta berseru kesakitan. Tangannya melepas wajah Kamila demi membalas dahinya yang nyut-nyutan gegara diadu dengan dahi cewek itu. "AWWW!" dia mengaduh lagi, tiga kali lebih keras, tiga kali lebih mendramatisir, tiga kali dengan lirikan lebih tajam yang sengaja menunjukkan bahwa dia tiga kali lebih terluka akibat ketegaan ceweknya itu.

Meski dahi Kamila tampak meremang di bagian yang beradu dengan Tuta, tapi ekspresi cewek itu tampak tidak peduli sama sekali. Wajahnya datar dan tatapannya dingin.

"Sakit, Mil!" Tuta berseru mengeluh.

"Siapa suruh lu tega nyuruh gue makan nasi yang udah kuning, keras, kayak rengginang berubah rasa?!"

Kamila bangkit dari duduknya lalu meraih ponsel. Tangannya mulai mengetik saat punggungnya sudah sempurna menghadap Tuta. "Pokoknya gue mau makan nasi padang! Awas kalo lo keberatan!"

Tuta melongo lalu pasrah. Dalam hatinya dia bergumam, harap sabar ... ini ujian ... mohon sabar ...

.

.kkeut.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 18, 2017 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

[TUTA] Memento KamilaWhere stories live. Discover now