1

13.1K 1K 128
                                    

Seminggu cepat berlalu. Di pojok kelas sayap kanan, Win sedang tidur menggelandang. Ilernya berkeliaran tak tentu arah. Menyisakan jejak cairan menjijikkan di lembaran buku tulis Fisika. Bahasa kerennya, dia lagi bikin peta.

Tidak ada yang peduli dengan kelakuan Win, mengingat kepalanya condong ke jendela lantai 2. Lagi pula, Win kurang aura populer kalau ingin jadi perhatian. Anak sekelas memang mengenalnya, hanya sekedar nama. Kalau wajah? Dia tipe orang biasa yang gampang banget dilupain orang.

Tubuh Win cukup kurus untuk ukuran anak SMA, sangat beruntung gak disebut gizi buruk. Rambutnya sedikit panjang dengan poni mencuat sana-sini. Win tidak punya waktu untuk menyisir rambutnya. Dia pikir itu pekerjaan perempuan, karena menuurutnya laki-laki bakal lebih keren kalau kelihatan acak-acakan. Wajahnya standart seperti manusia pribumi lain. Hanya mata dibalik kaca mata silinder itu yang masih bisa Win banggakan. Ya, dia suka warna lensa mata coklat cerah miliknya, gen peninggalan kakek dari pihak Ibu. Saking sukanya, dia gak rela kalau orang lain liat matanya secara langsung. Kenapa? Karena dia tau orang lain pasti akan berkomentar, "helah, udah biasa kali mata orang Asia coklat. Alay deh lo. Pamer ke gue kalau mata lo udah biru." So, daripada buang energi buat menyangkal hujatan, Win lebih senang berjalan sembari melihat tanah-kali aja ada duit jatuh- dan tidak mau ambil pusing dengan pandangan orang lain.

Win termasuk pribadi tertutup. Dia lebih senang menyibukkan indera pendengarannya dengan Playlist band lokal maupun mancanegara di ponselnya daripada ngobrol gak penting dengan teman-teman sekelasnya. Simple Plan, One Ok Rock, Jamrud, Noah. Empat band ternama yang sangat dia sukai karakter musiknya. Seperti kebanyakan cowok, Win juga seorang otaku. Penggemar gila manga. Genre yang sering dia baca biasanya gak jauh-jauh dari kata 'sport'. Dia gak suka olahraga, jadi ya, dia harus sering-sering baca manga itu kalau gak mau nilai teori PJOK-nya bobrok, sama dengan nilai praktenya yang mengenaskan.

Untuk ekstrakurikuler, Win lebih memilih yang indoor dan nggak ngrepotin. Jurnalistik. Kegiatan rutin jurnalis di sekolahnya cuma dilakukan satu bulan sekali. Biasa, mengganti mading sekolah. Kebetulan karena Win masih kelas X, dia gak kebagian apa-apa. Hanya sekedar membantu menghias atau yang lain.

Oh ya, Win punya satu rahasia.

Alasan lain kenapa dia ikut ekstra jurnalis adalah...karena ketuanya cantik. Namanya Kak Uni. Dia kakak kelas angkatan setahun di atas Win. Menurut Win, Kak Uni itu manis dan ramah. Waktu awal promosi semua ekstrakurikuler di aula, Win-yang anak baru-terpana dengan pesona Kak Uni. Tanpa pikir panjang, dia langsung gabung di ekstra jurnalis.

Butuh beberapa bulan untuk Win meminta nomer hp Kak Uni. Dari situ, dia langsung mencari akun WhatsApp bidadarinya tanpa tau apa yang harus dilakukan selanjutnya. Jadi, ya, pada akhirnya dia membiarkan akun itu terbengkalai.

Namun, hari ini, tepat 1 minggu sejak Win meminta nomer Kak Uni, tidak ada alasan bagi Win untuk ragu pada rencananya. Dia secara terang-terangan akan menembak Kak Uni.

"Ya, aku harus menembaknya." Batin Win, setelah 2 menit masa hibernasinya berakhir.

Win segera menyambar ponsel pintarnya dari atas meja. Setelah membuka aplikasi WhatsApp, dia mencari kontak Kak Uni. Foto profilnya masih sama seperti saat pertama Win menemukannya, background hitam pekat tanpa objek. Sederhana dan polos. Mungkin Kak Uni sengaja, pikir Win. Dia kan murid populer, kali aja dia bosen digangguin orang lain. Jadi dia berusaha menyamarkan akun sosmednya. Kecanggihan IPTEK memang luar biasa. Pasti begitu.

Dia mulai mengetik ke chat room Kak Uni.

Me : Kak. Ini Win. Kelas X-IPA 7. Aku suka kakak. Kakak mau jadi pacarku?

Win menekan enter. Muncul tanda centang satu. Tak sampai menit, tanda centang bertambah satu dan berganti warna biru. Pesan telah diterima.

Kak Uni : Boleh. Makasih udah suka gue. Gue juga suka lo.

WINUNOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang