"Haruslah melakukan dosa yang teramat besar agar kau bisa menjadi Malaikat Maut. Kau akan hidup abadi dalam ketidaktahuan akan masa lalumu."
Segelas Americano terjatuh begitu saja, menumpahkan cairan cair berwarna cokelat kemerah-merahan dan beberapa potongan es batu pada lantai berubin hitam. Seakan tak memperdulikannya, pemilik Americano tersebut menatap lamat-lamat pada jendela yang menampilkan seorang pria yang memarahi remaja laki-laki yang berharap menjadi Malaikat Maut saat ia tiada dari dunia.
Bibir merahnya terbuka memperhatikan percakapan tersebut, mengabaikan orang-orang yang menatapnya heran, seakan-akan baru pertama kali melihat drama Korea dan para lelaki yang mereka pikir membuat si pemilik Americano itu terbengong-bengong saking irinya.
"Permisi, Tuan."
Pemilik Americano itu tak bergeser sedikitpun begitu salah satu pelayan kafe akan membersihkan kekacauan kecil yang dibuatnya, ia tidak memahami mengapa orang-orang di jendela tersebut membicarakannya seolah itu adalah hal yang biasa. Seolah Malaikat Maut tidak akan merasa aneh mendengarkannya.
"Maaf," ucapnya. Bergeser seketika begitu menyadari pelayan kafe masih berdiri di dekatnya, kemudian tak beranjak untuk membersihkan apa yang harus dibersihkannya begitu menatap mata laki-laki pemilik Americano. Bagaimana laki-laki itu tak menunjukkan ekspresi apa-apa dan menatapnya tanpa sinar apapun di kedua matanya.
Sampai yang dilihatnya hanyalah punggung laki-laki tersebut yang mendorong pintu kafe, seorang wanita masuk dan pelayan kafe itu merasa detik bergerak begitu lambat hingga tak beranjak sama sekali.
Ia tak ingin bersentuhan dengan manusia, melihat masa lalu mereka bukanlah hal menyenangkan untuk dilakukan. Namun tak mungkin pula ia menghilang begitu saja, maka ia merapatkan tubuhnya agar tak bersentuhan dengan wanita yang masuk begitu saja saat ia mendorong pintu kafe tersebut. Rasanya detik berhenti ketika ia menatap sepasang mata wanita itu.
"Lalu mengapa Paman bisa menyadari bahwa wanita itu adalah reinkarnasi dari masa lalunya?"
"Semesta menjadikannya seperti itu, siapa yang bisa menentang?"
Wanita itu tahu udara tak akan bisa didapatkannya, tetapi untuk sesuatu yang terasa tak terhingga ia membiarkan dirinya tenggelam pada sepasang mata itu. Sepasang mata yang lambat baru disadarinya menetaskan air mata, namun yang ia lakukan hanyalah menatapnya. Bibir merah yang terbuka sedikit itu seakan hendak mengatakan sesuatu, namun tak ada yang keluar darinya.
Sebelum ia berusaha meraih suaranya yang terasa hilang, sebuah suara telah menginterupsi mereka.
"Permisi."
Keduanya segera tersadar, wanita itu menoleh ke arah lain sembari berjalan masuk. Sedangkan laki-laki itu keluar sembari mempertanyakan air matanya yang tiba-tiba saja keluar tanpa alasan yang lebih jelas selain dadanya yang terasa dihujam belati, hal itupun tak lebih bisa menjelaskan. Ketika ia menoleh kembali, wanita itu telah berdiri di hadapan meja kasir. Ia menyadari tak ada orang setelah wanita itu yang masuk ke dalam kafe tersebut, ataupun keluar setelah dirinya.
"Kau tak akan pernah tahu kapan semesta akan berhenti mengamati dan mulai menyentuh kehidupanmu.
*888*
Laki-laki itu keluar dari bilik toilet sembari menenteng topi hitamnya, hari ini seorang gadis baru saja melompat dari lantai tiga mall dan membuat geger banyak orang. Gadis itu adalah arwah terakhir yang harus ia jemput hari ini.
Langkahnya berjalan menuju kedai es krim yang ada di mall tersebut, ia tahu kapan tempat tersebut tidak terlalu ramai sehingga ia bisa duduk di sana tanpa perlu menggunakan kekuatan yang dimilikinya, termasuk ketampanannya yang membuat gadis-gadis akan memberikan tempat untuknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
NTdTK: Pertemuan Ketiga
RomanceJika kau bertemu dengan seseorang tanpa sengaja sebanyak tiga kali, itu belum tentu jodoh, itu hanya lah kebetulan yang memang sudah ditakdirkan. Selanjutnya, terserah padamu.