Babak Kedua : Harta I

53 4 0
                                    

Di dalam toko kaset dan CD, Sena berjalan dengan berhati-hati. Pelan. Hampir tak ada suara dalam setiap langkahnya. Wajahnya serius. Pikirannya fokus. Matanya memperhatikan sekitar dengan waspada. Satu per satu rak dia telusuri dengan seksama, tapi yang dicarinya tak juga terlihat.

Sampai di belokan, Sena menoleh ke kiri. Hanya ada rak-rak berisi tumpukan CD bertuliskan [Musik Klasik] yang berjajar di sana. Pemuda bersetelan hitam itu pun berbalik.

Saat melihat benda yang ada di sana, mata pemuda itu langsung melebar.

Sebuah poster besar bergambar belasan gadis cantik berpose mengenakan berbagai macam kostum, dengan latar belakang warna-warni cerah terpasang di dinding. 'Dapatkan Segera! Single Terbaru Berry Kiss! Love Chu~!', begitu bunyi tulisan di bagian bawah poster.

Dengan langkah bersemangat, dia berjalan menuju rak yang terletak di bawahnya. Setelah semakin dekat, tiba-tiba Sena menghentikan langkahnya. Kepalanya tertunduk lesu. Sebuah papan plastik bertuliskan huruf kapital bold warna merah yang berbunyi [SOLD OUT] telah memupuskan harapannya.

"Ck!"

Sena berdecak kesal. Padahal baru tiga hari lalu single terbaru Berry Kiss dirilis, tapi sekarang semua stok sudah habis terjual. Idol Grup itu memang sedang naik daun. Penggemar mereka tersebar di seantero negeri. Setiap acara yang mereka adakan selalu penuh penonton.

Dengan langkah gontai, Sena menuju meja kasir yang terletak di sisi lain toko. Di sana Rani sedang bercakap-cakap dengan salah seorang pegawai yang tampak linglung. Beberapa lama berbincang, raut wajah gadis berambut pendek coklat itu berubah kecewa.

Ekspresi sama juga dia tunjukkan di dua toko lain yang mereka berdua kunjungi sebelumnya.

Sambil memaksakan seulas senyuman di wajah cantiknya, Rani menyalami pegawai berwajah linglung itu sambil mengucapkan terima kasih, kemudian keluar toko dengan diikuti Sena.

Koridor Mall yang ramai pengunjung langsung menyambut Rani dan Sena. Tak heran, hari ini adalah hari Sabtu. Para pengunjung berdatangan untuk menikmati waktu weekend mereka bersama keluarga. Selain itu, di aula utama juga diadakan sale besar-besaran yang tentu saja menambah jumlah pengunjung yang datang berbelanja.

"Jadi gimana? Dapet petunjuk apa di toko itu tadi?"

Pertanyaan Sena dijawab Gadis berambut coklat itu hanya dengan gelengan kepala.

"Sudah tiga toko yang kita periksa, tapi kita masih belum dapet apa-apa. Masih kurang berapa tempat lagi?"

Rani melihat gelang perak berbentuk akar yang melingkar di pergelangan tangan kanannya. Batu akik hitam di tengahnya tampak menyala kemerahan.

"Tinggal satu. Kalau di tempat berikutnya kita masih juga belum dapat petunjuk, kita mungkin bakal kesulitan mencari target kita hari ini. Kamu sendiri dapat apa di toko tadi?"

Sena menunduk lemas. "Hhh... Nggak dapet apa-apa, Ran. CD Berry Kiss terbaru incaranku ternyata udah Sold Out semua."

Sekejap kemudian Sena merasakan sakit di kepalanya. Tanpa peringatan, Rani menggetok kepalanya menggunakan lempeng logam hitam yang entah kapan sudah ada di tangannya. Sena mengerang sambil memegangi benjolan yang kini muncul di atas kepalanya.

"Yang tanya itu juga siapa?! Aku tanya tentang ada tidaknya jejak Diyu di toko itu?!"

"Tapi nggak usah mukul kan bisa..." Sena memelas sambil menggosok-gosok kepala.

Keluhan rekannya itu tak Rani perdulikan. Gadis itu justru ganti bertanya pada senjata Astra milik rekannya.

"Druka, kamu dapat petunjuk apa?"

"Dari dua toko yang kita datangi tadi, aku bisa mencium bau Diyu yang cukup menyengat. Artinya Diyu itu bukan cuma datang ke tempat-tempat itu, tapi juga menggunakan kekuatannya di sana." Suara serak Druka terdengar dari balik jaket Sena.

"Diyu apa yang kita cari kali ini?"

"Aku tidak tahu. Sepertinya ini jenis Diyu yang belum pernah kita lawan, karena aku tak mengenali baunya."

"Memangnya bau apa yang kamu cium di tempat-tempat yang kita datangi tadi?"

"Bau amis..."

"Hmmm... Bau amis ya? Berarti kemungkinan Diyu yang kita hadapi nanti dari jenis Puaka Air. Atau mungkin juga Diyu dari jenis Sarpa..."

"Kamu ini ngoceh apaan sih? Aku nggak ngerti." Sena kebingungan mendengar kata-kata Rani yang tak satu pun bisa dia mengerti.

"Aku cuma bicara sendiri. Aku sudah paham kalau kamu nggak bakal mengerti tentang masalah ini, karena kamu nggak pernah mau baca Babad Purwaloka."

"Maksudmu buku tebal tua yang selalu kamu bawa di mobil itu? Mending baca buku lainnya!"

"Memangnya kamu pernah baca buku selain komik dan buku bergambar?"

"Pernah lah! Buku pelajaran SD sampai SMA..." Sena menjawab sambil nyengir kuda.

Rani menghela nafas panjang. Percuma saja beradu argumen dengan pemuda itu, lebih baik kembali mencari tahu lawannya kali ini.

"Hmmm... Kalau nggak salah kedua jenis Diyu itu sama-sama suka menempel pada manusia."

"Kalau tau gitu, malah gampang lah cari target kita..." sahut Sena.

"Maksudmu?"

"Ya kita tinggal periksa aja rekaman CCTV untuk cari orang yang kira-kira ditempeli oleh Diyu itu. Sepertinya semua toko tadi dipasangi kamera pengawas."

Sena menjelaskan sambil menunjuk kamera yang terpasang di langit-langit lorong. Mata Rani terbuka lebar. Sepertinya gadis berambut pendek itu terkejut mendengar saran yang keluar dari mulut rekannya.

"Nggak biasanya dari otakmu keluar ide bagus seperti ini."

Sena tersenyum percaya diri mendengar pujian Rani.

"Kalau begitu sekarang kita cari informasi di tempat selanjutnya dulu. Baru setelah itu kita coba caramu untuk mencari target kita."

Sena yang senyumnya makin lebar, mengangukkan kepala tanda setuju.

***

DUNYAPALA : GAGAK, HARIMAU, DAN NAGAWhere stories live. Discover now