Mama selalu cerewet kalau tahu aku ada ulangan. Dia akan dengan rajinnya menelepon guru-guru les privatku, menanyai materi-materi belajarku, dan memintaku untuk menambah jam belajar dan sementara mengurangi jam 'ku' sendiri.
"Makan yang banyak"
"Sudah paham di luar kepala ?"
"Kata pak sis, ulangannya Bab berapa ?"
"Cepat tidur"
Begitu terus sampai aku bosan.
Mama selalu menuntutku sejak dulu. Kegagalan kakakku membuatnya trauma. Aku harus selalu menjadi bintang kelas. Aku harus selalu juara. Aku harus ahli segalanya. Aku harus masuk universitas terbaik dengan nilai terbaik dari yang terbaik. Aku harus jadi yang sempurna.
Tapi aku tidak suka.
Aku benci Mama.
Tapi aku menyayanginya. Dan cukuplah Mama bersedih karena kakak.
"Andro, semangat ulangannya ya" kata Mama, pagi hari setelah memaksaku untuk sarapan seperti biasa. Aku diam saja. Aku tahu aku akan dapat nilai sempurna nanti. Aku langganan trofi, langganan medali, langganan piala, dan juara. Masih dengan diam, aku keluar dan mengayuh sepedaku pelan-pelan. Udara pagi ini dingin. Mama berteriak-teriak dari teras rumah.
***
Sekolahku adalah sekolah swasta yang didirikan untuk anak terbaik dari yang terbaik. Mereka semua, teman-temanku ini adalah orang pilihan dan membosankan. Hidup mereka teratur seperti baris berbaris. Dan pertemanan mereka juga basa-basi semata. Aku tahu, bagi mereka semua, teman dan saingan adalah hal yang sama saja. Tidak ada yang benar-benar ingin untuk berteman. Namun begitu, tidak ada bullying, tidak pernah ada perkelahian, dan tidak pernah ada huru-hara. Itulah kenapa sekolah ini begitu membosankan.
Aku menyandarkan sepedaku diparkiran lalu mengencangkan jaketku lagi. Akhir-akhir ini angin dingin semakin kencang saja berhembus. Seseorang menepukku dari belakang.
"Ready for the Quiz ndro ?" tanya Daniel. Aku mendengus. Isi pembicaraan anak-anak ini pasti hanya seputar pelajaran, materi, quiz, test. Tapi daniel ini agak beda, dia agak normal meski disini dia kelihatan tidak begitu. Itu karena dia adalah anak terbodoh –meskipun nilainya bagus-bagus tetap jadi yang terbodoh- dan dia masuk ke sekolah karena Kakeknya pemilik sekolah ini.
"Bisa ngomongin hal lain ga?"
Daniel meringis.
"Di kelas sepi, kaya kuburan. Seriusss bener belajar" katanya.
"Aku ga kaget, kalau mereka ga serius baru aku kaget" kataku. Daniel ngakak.
"Ah kamu mah serius ga serius tetep aja perfect" katanya. Aku mendengus lagi. Jangan dikira. Aku juga mati-matian belajar.
"Quiz jam ke 3 kan ?" tanyaku. Daniel mengangguk.
Kami sampai di kelas dan benar saja apa yang dikatakan Daniel. Senyap seperti kuburan. Mereka serius melihati buku catatan mereka. Meski sudah belajar, mereka tidak pernah merasa cukup untuk belajar. Sunyi senyap sampai bel sekolah berbunyi. Anak-anak sudah masuk ke kelas masing-masing. Tidak ada yang terlambat, dan tidak ada yang dihukum. Semuanya serba rapi dan terkendali.
Tanpa disuruh seperti robot, kami mengeluarkan buku pelajaran kami yang pertama. Bahasa Indonesia. 2 menit setelah bel berbunyi, Bu Dewi masuk kelas, sepatu khasnya ketika berjalan, terdengar dari dalam. Tapi kali ini suaranya beda. Ada dua sepatu yang berjalan ke arah kelas kami.
Rambut bu Dewi dicepol tinggi, make upnya tidak berlebihan. Karena hari ini dingin, maka dia memakai baju sedikit tertutup dan tebal. Seperti biasa, dia tersenyum kepada kami. Selain sebagai guru Bahasa Indonesia kami, Bu Dewi juga adalah wali kelas kami.
"Selamat pagi"
"Selamat pagi" kata kami spontan. Bu Dewi tersenyum lagi. Biasanya Ia akan meletakkan buku-buku yang berada dalam genggamannya lalu mulai menerangkan materi. Tapi hari itu, dia agak sedikit tidak biasa. Senyumnya seperti mempersiapkan sesuatu.
"Jadi, hari ini kelas kalian akan kedatangan murid pindahan" kata Bu Dewi. Kami saling berpandangan, tapi tetap diam.
"Salah satu robot baru" bisik Daniel. Aku hanya tersenyum.
"Ayo taruhan, menurutmu dia cewek atau cowok ?" bisik Daniel lagi. Aku menggeleng.
"Alah cemen" katanya lagi.
"Oke, oke. Cowok" kataku. Daniel tersenyum.
"Kalau gitu, aku nebaknya cewek ya.. dia pasti kaku banget, serius, galak" Daniel setengah terkikik.
"Daniel !" suara bu Dewi memanggil Daniel.
"Iya bu Dewi ?" katanya, setengah gugup. Bu Dewi hanya tersenyum. Ia lalu menyuruh seseorang untuk masuk.
Entah sudah berapa lama aku tidak pernah melihat sesuatu yang ganjil di sekolah ini. Hari itu adalah benar-benar hari yang tidak biasa.
Dia berjalan dengan riang gembira. Seorang wanita, dengan dandanan tidak biasa untuk berada disekolah kami. Bukan. Tidak hanya tidak biasa, dia kelewatan. Dia: aneh. Dia memakai sepatu boot hitam seperti penyanyi rockstar. Baju seragamnya, kebesaran, tidak pas di badan. Tatanan rambutnya berbeda. Dia membuatnya menjadi seperti tali pramuka. Penuh dengan kepang dan anyam. Sehelai syal merah melingkar di lehernya. Dan, ia terlihat sangat bahagia. Senyum merekah terus diwajahnya.
"Halo semuanyaaa..." katanya sambil melambaikan tangannya. Anak yang lain pasti akan memperkenalkan diri mereka dengan singkat, kaku,ingin cepat selesai. Tapi dia..
"Nama saya Bintang. B-i-n-t-a-n-g, bintang!" katanya lagi, sambil mengeja namanya, dikira kami ini tidak tahu tulis menulis dan sambil tetap dengan senyum selebar mungkin. Kami seketika terkesiap , beberapa ada yang terkikik. Suasana yang sungguh jarang terjadi.
"Ehmm.. Bintang rumah kamu dimana ?" tanya Bu Dewi.
"Anggap saja rumah saya di Bumi bu" katanya. Kali ini, semua anak dikelas terkikik. Bu Dewi hanya menghela nafas panjang, tidak ingin membahas dan memperpanjangkan lagi.
"Ada pertanyaan lain, anak-anak ? Sebelum Bintang Ibu suruh duduk ?" kata bu Dewi. Sebuah tangan melayang-layang di udara. Daniel ? aku melotot kepadanya. Daniel pasti sangat senang akhirnya dia memiliki teman yang lebih manusia.
"Halo Bintang, kalau rumahmu di Bumi, kamu berasal dari mana ?"
Bintang lagi-lagi tersenyum.
"Anggap saja saya dari Bintang, sama kaya nama saya" anak-anak kembali terkikik, bu Dewi tidak ingin lagi membuang waktunya kemudian mempersilakan Bintang untuk duduk. Dan, dia, duduk di depanku dan Daniel.
Aku tahu, kedatangannya hari ini akan membawa sesuatu yang lain di sekolah ini. Mungkin dia semacam manusia ajaib yang dikirim ke taman bermain para robot.
***
6
KAMU SEDANG MEMBACA
BINTANG
Teen FictionDia adalah paling gadis aneh yang seumur-umur baru kutemui. Lebih dari tidak biasa, tapi dia benar-benar aneh. Dia seperti jatuh dari planet antah berantah. Hidup sekenanya. Tanpa aturan, tanpa beban. Dia seperti memiliki hidupnya sendiri. Aku manu...