FIRST ::: MEETING!

89 17 29
                                    


Bersiaplah untuk kedatangnnya...

* * *


Seseorang mencekal lengannya sebelum Rania ambruk karena perbuatannya yang ceroboh. Jantungnya berdebar amat kencang. Ia menatap pada penolongnya. Rania hampir kehabisan napas.

Cowok keren yang belakangan banyak diperbincangkan oleh kaum hawa di sekolahnya itulah yang kini berdiri di hadapannya. Hanya beberapa inci dari pandangannya. Sangat dekat.

Salah satu tangan cowok itu dengan sigap berhasil menangkap lengan Rania tepat sebelum ia terjatuh.

Gugup.

Rania bahkan tidak tahu harus berbuat apa. Ia seperti tengah memenangkan sebuah kupon undian dan tidak tahu harus diapakan hadiah yang didapatnya.

"T-terima kasih," katanya. Ia masih terus memerhatikan cowok itu tanpa ada kedipan.

Ketika itu, Rania sedang memerhatikan anak-anak bertanding basket, dan tanpa sengaja melihat Bella, sahabatnya sementara berdiri di sisi lain lapangan.

Cepat-cepat Rania berlari menerobos kerumunan anak yang sedang bertanding untuk bisa sampai pada sahabatnya itu. Ia harus berkelit dengan gesit karena ada banyak anak di sana. Akan tetapi, tiba-tiba saja, entah dari mana datangnya, sebuah bola melesat dengan sangat cepat kearahnya.

Rania mencoba menghindar saat mendengar teriakan Bella yang berusaha memperingatinya. Namun, ia terlambat, bola itu mendarat tepat mengenai kepalanya. Cewek itu mendadak kehilangan keseimbangannya hingga nyaris terjatuh.

Tetapi sebelum ia terjatuh, sebuah tangan yang amat kuat mencekal lengannya dan mengangkatnya lagi. Rania menatap pada penolongnya. Dia, cowok bertubuh tinggi atletis, berkulit putih dan berbola mata hitam legam. Sangat tampan.

Rania berharap wajahnya tidak sampai berubah memerah. Pasti ia akan terlihat saperti orang bodoh. Pikir Rania, dihantam sebuah bola dan hampir terjatuh di depan cowok paling keren yang pernah dilihatnya pasti akan terasa baik-baik saja. Dia bahkan lebih keren dari penyanyi di teve. Jantung Rania berdetak makin cepat.

"K-kak Dirga!"

Bruk!

Tubuhnya terhempas  jatuh menghantam tanah. Kedua matanya terbelalak. Rania meringis menahan rasa sakit ketika cowok itu dengan tiba-tiba melepas genggaman tangannya, hingga mengharuskannya menahan rasa malu yang teramat. Semua orang yang ada di sana menertawakannya.

"Sial! Dasar cowok nggak punya perasaan. Cuma modal jual tampang keren, doang. Apa-apaan dia itu," gerutu Rania sembari menatap penuh kekesalan pada Dirga, saat kakak kelasnya itu telah pergi meninggalkan dirinya.

"Lo nggak pa-pa?" Tanya seorang yang tiba-tiba saja muncul. Mungkin dia teman se-team basketnya Dirga. Apa sama mengesalkannya? Mungkin tidak. Sebab, kedengeran dari suaranya yang lembut itu sih, sepertinya dia cowok baik-baik.

Rania buru-buru mengangkat kepalanya mengarah kepada arah datangnya suara itu. Dipandanginya dengan seksama cowok bertubuh tinggi yang tengah berdiri di hadapannya itu. Lengan coklat berototnya terulur seolah menanti Rania untuk segera meraihnya.

"I-iya, gue nggak pa-pa." jawab Rania sedikit gugup. Ia mencoba untuk bangkit berdiri. Namun, seperti tidak memiliki keseimbangan, Rania hampir saja terjatuh lagi. Beruntung dengan sigap cowok itu membantunya. Ia meraih lengan Rania, membuatnya tidak sampai terjatuh untuk kedua kalinya.

P H I L O P H O B I ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang