CHAPTER 3

64 6 0
                                    

Kepala desa membantuku untuk biaya administrasi saat di klinik kemarin, dan juga ia membantuku untuk pemakaman ibu yang dikubur tidak jauh dari rumahku.

Walau semua itu terjadi, mengapa harus menyerah, tetapi bagaimana dengan kebutaan yang berada di diri Andrean yang belum bisa diobati. Tapi, sekarang dirawat oleh salah satu orang desa yaitu Pak Amin, ia orang yang kaya dan juga baik hati, ia mempunyai anak perempuan yang seumuran dengan Andrean, namanya Putri, orangnya tidak terlalu tinggi, hitam manis, dan humoris, dan juga ada saudara perempuannya bernama Dinda orang nya tinggi, putih, dan tentunya cerdas seperti adiknya.

Hidup Andrean sekarang seperti berada diujung tanduk walau ia dirawat disana. Ia ingin menyusul ibunya di surga secepatnya, ia rindy dengan doa ibu yang selalu menyertainya, menyiapkan ia makanan dengan hati, yang selalu memberinya dukungan ketika ia terpuruk, tetapi Andrean yang sekarang masih buta mau bagaimana lagi ibu tidak disini lagi, dan ibu tak akan pernah disini lagi itu yang selalu ia pikirkan.

Empat tahun kemudian

Ketika itu sore yang cukup teduh, burung burung berkicau tak berhenti, angin yang berhembus dengan cepat sehingga pohon menari dengan gembira, disitu Andrean duduk di sebuah pondok yang berada di dekat sawah bersama putri. Mereka mengobrol tentang kebutaan Andrean

"Andrean." Putri bertanya

"Iya put?" Andrean menjawab

"Boleh tanya sesuatu?" tanya Putri lagi

"Ya, gapapa lah Put, mau tanya apa nanti aku pasti jawab." Andrean menjawab dengan penuh keyakinan

"Apa penyebab kebutaan mu?" Putri bertanya dengan serius

Andrean terdiam sejenak, menarik nafas panjang dan menjawab

"Aku terkena glaukoma, kamu tau kan glaukoma? Pasti kamu tau kan tentang itu? Kamu kan kuliah di fakultas kedokteran" jawab Andrean dengan tegas

"Aku tau glaukoma." Jawab Putri datar

"Kamu tau cara menyembuhkan nya?" Tanya Andrean penuh harap

"Aku belum tau gimana, coba aku tanya dengan dokter kenalanku." Jawab Putri dengan memberikan harapan

"Makasih banyak ya Put." Jawabku dengan senang

"Kayy." Ujar Putri datar

***

Dimana bulan telah nampak, langit mulai gelap aku telah di jemput oleh tidurku, kamar ku tidak terlalu jauh dari kamar Pak Amin dan Putri, sementara kamar Dinda ada di atas, istri nya Pak Amin sudah lama meninggal, jadi kami hanya berempat di rumah, tapi kalau disiang hari ada pembantu rumah.

"Dean." Panggilan kesayangan ku dengan ibu

"Iya ibu?" Tanya ku

"Kamu tidak usah pikirkan ibu, semoga operasi mu lancar." Jawab ibu pelan

"Memangnya kenapa bu?" Tanyaku lagi

"Tidak apa-apa ibu sudah tenang disini." Jelas ibu

"Memangnya ibu dimana?" Tanya ku lagi dan lagi

"Ibu sudah di surga nak." Jawab ibu singkat

"Ibu kenapa tidak kembali? Aku rindu ibu." Ucapku sedikit menjerit

"Dadah sayangku." Ucap ibu sambil melambaikan tangan

"Ibu... Ibu... Ibu... Dimana? Ibu aku ingin bertemu ibu, ibu tak boleh pergi lagi, aku rindu tangan ibu yang selalu mengusap kepala ku, selalu mencubit pipiku, mencium pipiku, aku ingin ibu sekarang."

Life Is ChangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang